3 Jenis Ghibah yang Diperbolehkan dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sebelum membahas mengenai ghibah, maka kita perlu memahami terlebih dahulu perbedaan antara ghibah dan fitnah. Ghibah dan fitnah adalah sesuatu yang berbeda (Perbedaan Ghibah dan Fitnah Menurut Islam dan Dalilnya), walaupun pada nantinya mungkin berpotensi menjadi fitnah jika pembicaraan tidak lagi berdasarkan fakta atau kondisi yang nyata.

Fitnah Dalam Islam  tentu dilarang. Apalagi fitnah adalah membicarakan orang lain dan menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Tentu hal ini menjadi suatu yang bohong dan Allah menyampaikan dalam Al-Quran bahwa fitnah adalah lebih kejam dari pembunuhan. Namun hal ini berbeda dengan ghibah. Jangan sampai apa yang kita bicarakan dan lakukan nantinya malah bertentangan dengan Rukun Iman, Rukun Islam, Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan,  dan Hati Nurani Menurut Islam.

baca juga artikel Islam lainnya:

Ghibah dalam Al-Quran dan Hadist

Mengenai hal ghibah ini juga disampaikan Allah dalam Al-Quran, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS Al Hujurat : 12)

Walaupun memang ghibah adalah sesuatu yang membicarakan fakta keburukan atau kekurangan ataupun kelemahan orang lain, tetapi tentu kita harus berhati-hati. Terkadang manusia dengan dorongan emosi dan hawa nafsunya membuat suatu cerita yang tidak berdasarkan fakta dan juga realitasnya, akhirnya terlalu berlebihan membicarakan keburukan orang lain.

baca juga:

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim)

Dari hadist di atas, dapat kita pahami bahwa Rasulullah memberikan peringatan bahwa jangan sampai kita menggunjing saudara kita sendiri apalagi bukan atas dasar tujuan yang maslahat, hanya ingin memuaskan diri untuk membicarakan orang lain. Jika masih saudara semuslim, maka kita harus berhati-hati dan jangan sampai membuatnya terlukai apalagi sampai konflik atau memecah persaudaraan.

baca juga:

Syarat-Syarat Ghibah yang Masih Diperbolehkan

Para ulama menjelaskan bahwa ada ghibah yang masih diperbolehkan dan harus dilakukan. Ghibah seperti ini dilakukan karena kemungkaran yang dilawan dan membawakan maslahat jika dilakukan. Jika dibiarkan justru malah tidak akan ada perubahan pada sesuatu yang mudharat tersebut. Berikut adalah ghibah yang masih diperbolehkan:

  1. Membicarakan Pemimpin yang Keji dan Zalim

Membicarakan pemimpin yang keji dan zalim diperbolehkan, karena memang jika tidak dibicarakan dan digunjing tentunya banyak ummat yang terzalimi dan kekuasannya dibiarkan terus ada. Untuk itu, membicarakan pemimpin yang keji dan zalim, misalnya lewat jalan demonstrasi, membangun massa dan juga lewat kekuatan masyarakat diperbolehkan. Apalagi jika penguasa tersebut mencekik rakyat, membinasakan masyarakat, tidak membawa kesejahteraan, dan membiarkan masyarakat miskin terus sengsara.

baca juga:

  1. Membicarakan Orang-Orang yang Rusak Aklaknya atau Berbuat Maksiat

Jika ada orang-orang yang terang-terangan berbuat kemaksiatan atau merusak akhlak, maka diperbolehkan dibicarakan selagi hal tersebut memang dilakukan olehnya. Selain itu, jika dibiarkan maka hal ini bisa dilakukan terus menerus olehnya. Untuk itu, ini bisa dilakukan sebagai antisipasi agar masyarakat tidak mencontohnya, dan menjadikan jera padanya. Tentu saja hal ini dalam kaidah amar ma’ruf nahi munkar, bukan dalam arti menjatuhkan seseorang yang tidak bersalah apalagi menghakimi. Hal seperti ini dibutuhkan selagi untuk mengingatkan, menegur, memberi pelajaran, dan mengingatkan pada masyarakat.

baca juga:

Hal ini juga disampaikan dalam Al-Quran,  “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Nisa : 135)

baca juga:

  1. Membicarakan Orang yang Bidah dalam Agama atau Merusak Aqidah

Membicarakan orang yang bid’ah dalam agama atau merusak aqidah tidak menjadi masalah, asalkan tidak berujung pada fitnah. Sering kali orang-orang membicarakan keburukan orang lain sedangkan ia tidak memperhatikan apakah yang dibicarakan sesuai dengan fakta, apalagi jika berhubungan dengan aqidah dan agama. Tentu sangat besar dosanya jika asal dan sembarangan.

Hal ini juga disampaikan dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (QS Al Maidah : 8)

baca juga:

Dari penyampaian di atas, dapat kita pahami bahwa sejatinya sebagai muslim kita harus berhati-hati atas apa yang kita bicarakan. Ghibah yang kita lakukan harus benar-benar diukur dan dipikirkan apakah dampak yang akan terjadi setelahnya. Jangan sampai dari apa yang kita lakukan ternyata malah berdampak mudharat, seperti misalnya :

  • Mengundang konflik dan perpecahan antar saudara muslim atau bisa juga memicuKonflik dalam Keluarga 
  • Mengklaim seseorang tanpa bukti, menuduh sembarangan Fitnah Dalam Islam tentunya adalah hal yang bahaya dan merusak persaudaraan. (baca juga: Riya’ Dalam Islam)
  • Merasa paling benar sendiri hingga berdampak berbuat tidak adil. Adil pada orang lain juga termasuk pada Keutamaan Adil Terhadap Diri Sendiri.
  • Memicu perdebatan yang tidak ada hentinya. (baca juga: Pahala Wanita Shalat di Rumah)
  • Berniat untuk menjatuhkan dan mencari-cari kesalahan yang tidak ada.
  • Dan niat-niat mudharat lainnya yang dikuasai oleh hawa nafsu dan emosi pribadi semata.

baca juga:

Semoga kita dijauhkan dari perilaku tersebut sehingga bisa menjalankan Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama.

Ada banyak sekali aktivitas produktif yang bisa kita lakukan selain melakukan ghibah atau gosip. Lakukanlah hal tersebut dengan baik lakukan juga amar ma’ruf nahi munkar. Ukurlah dan kenalilan niat kita jika hendak berghibah, apakah ada yang dizalimi dan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.

fbWhatsappTwitterLinkedIn