Hukum Keluar Air Mazi dengan Sengaja

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Bagi sebagian besar pembaca, mungkin lebih familiar dengan istilah air mani dibandingkan air madzi. Bahkan terkadang kita menganggap air madzi merupakan air mani dan akhirnya memberikan hukum padanya seperti hukum yang berlaku pada air mani. Seperti misalnya mandi setelah air madzi keluar.

Padahal, Rasul sendiri dalam hadits menunjukkan bahwa ketika kita keluar air madzi tidak perlu mandi dan cukup berwudu saja, sebagaimana tercantum dalam hadis riwayat Tirmidzi nomor 106 menurut versi Al-Alamiyah, atau 114 versi Maktabatu al Ma’arif Riyadh, mengenai mani dan wadhi. Sementara untuk air mani kita wajib bila kita mengeluarkannya. Untuk itu kita perlu bagaimana melaksanakan mandi wajib. Dengan demikian kiranya kita perlu memahami apa itu air madzi, dan apa hukumnya apabila kita mengeluarkan air madzi tersebut dengan sengaja. Agar kita dapat mengarahkan perilaku kita dengan tepat.

Pengertian Air Madzi

Air madzi berbeda dengan air mani. Pada laki-laki air mani merupakan cairan kental yang keluar dari penis laki-laki saat proses ejakulasi, yang mengandung sperma. Sementara air madzi adalah cairan bening, tidak sekental sperma, yang keluar saat seorang pria terstimulus nafsu seksualnya atau ketika ereksi, sebelum benar-benar sampai pada tahap orgasme; bisa dalam bentuk membayangkan aktivitas seksual, melihat sesuatu yang meningkatkan syahwat dengan hebat, dan dalam bentuk lainnya. Bila dilihat secara kuantitas jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan air mani. Dalam dunia medis air madzi pada laki-laki disebut dengan pre-ejaculatory fluid atau Cowper’s fluid, dan lain sebagainya.

Salah satu perbedaannya lagi dengan air mani adalah bahwa dalam air madzi tidak selalu terdapat sel sperma, sebagaimana yang terdapat pada air mani. Pada perempuan juga dapat terjadi adanya air madzi, walaupun secara biologis memiliki fungsi yang berbeda dari cairan madzi pada laki-laki. Pada umumnya air madzi disebutkan sebagai hal yang najis dan oleh karenanya perlu dibersihkan bila mengenai baju. Lalu, bila kita mengeluarkan air madzi dengan sengaja, bagaimanakah hukumnya? Apa yang perlu kita lakukan bila itu terlanjur terjadi?

Pertama patut disadari bahwa ketika air madzi itu keluar, sebelumnya sudah pasti terjadi sesuatu pada diri kita yang berkenaan dengan kondisi syahwat yang kita miliki. Artinya air ini akan keluar setelah kita sampai pada suatu titik syahwat yang memuncak. Sengaja dalam mengeluarkan air ini, berarti sebelumnya kita dengan sengaja membayangkan hal-hal yang mampu membangkitkan nafsu seksual kita, atau sedang dalam aktivitas yang meningkatkan nafsu seksual kita. Yang namanya manusia, sudah tentu tidak dapat lepas dari kebutuhan tersebut yang sudah menjadi dasar fitrah kita sebagai manusia. Di mana Allah membuatnya tentu sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri. Tetapi tentu kita harus berhati-hati dan jangan sampai jatuh pada perbuatan zina. Sebab zina dalam Islam sangat dilarang dengan keras.

Dari sini perlu kita lihat pelaku dan juga kondisi yang mengikuti keluarnya air tersebut. Dua hal inilah yang akan menentukan nilai keluarnya air madzi itu dan apa yang harus dilakukan setelahnya. Kita bisa melihatnya dari dua jenis pelaku:

  • Mereka yang sudah menikah (suami/istri)
  • Mereka yang belum menikah

Berikut adalah beberapa hukum keluar air mazi dengan sengaja :

Keluarnya Air Madzi dengan Sengaja oleh Suami dan atau Istri

Bila terjadi pada mereka yang sudah memiliki pasangan hidup dan keluarnya air itu adalah karena memikirkan atau melakukan aktivitas suami istri di antara mereka, maka hal itu tidak bernilai kedosaan, atau bisa dikatakan bahwa hal itu alamiah terjadi di antara mereka. Bila berhenti sampai tidak terjadi hubungan badan lebih lanjut, atau dalam arti bila tidak melebihi foreplay (bercumbu rayu sebelum melakukan hubungan seksual), maka air madzi yang keluar cukuplah dibasuh dengan air, sebagaimana dikatakan oleh Rasul dalam hadits riwayat Abu Daud nomor 180. Untuk itulah bila kita mampu segera diharapkan untuk menikah, dan karenanya penting untuk memahami persiapan pernikahan dalam Islam. Termasuk mempersiapkan syarat pernikahan dalam Islam, rukun nikah dalam Islam, memahami kriteria calon suami menurut Islam dan  kriteria calon istri menurut Islam sebagai calon pasangan hidup, agar dapat menjalani bahtera rumah tangga yang Islami dan memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan yang dijalani.  Cinta menurut Islam mendorong kita untuk menemukan dan menjaga  yang kita miliki itu agar tetap suci sebagaimana fitrahnya.

Keluarnya Air Madzi dengan Sengaja pada Mereka yang Belum Memiliki Suami/Istri

Bila terjadi pada orang yang belum memiliki pasangan hidup, atau pada mereka yang sudah memiliki suami/istri namun munculnya air madzi tersebut adalah disebabkan karena membayangkan aktivitas seksual dengan orang lain. Pada prinsipnya, hal ini dapat didekatkan dengan perilaku yang mampu mengarahkan seseorang pada kemaksiatan. Hal itu dikarenakan dalam hal ini dapat diketahui bahwa terjadi kesengajaan untuk membayangkan sesuatu yang menarik dan meningkatkan syahwat mereka hingga sampai pada keluarnya air madzi sebagai tanda bahwa dorongan seksual itu sudah sedemikian besar.

Padahal, sebagaimana disebutkan pada Al Quran surat An-Nur ayat 30-31, baik laki-laki dan perempuan yang beriman diperintahkan untuk menundukkan pandangannya.

  • Perintah Menahan Pandangan bagi Laki-laki yang Beriman

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur:30)

  • Perintah Menahan Pandangan bagi Perempuan yang Beriman

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur: 31)

Maksud kedua ayat tersebut adalah untuk menjaga pandangan mereka dari melihat hal-hal yang dapat meningkatkan syahwat mereka, kecuali pada orang-orang yang memang sudah menjadi muhrim bagi mereka. Dalam beberapa pendapat juga dijelaskan bahwa menundukkan pandangan yang dimaksud adalah mengalihkan pandangan dengan segera dari hal-hal yang dapat meningkatkan syahwat atau yang telah Allah haramkan.

Dalam hal ini walaupun hanya sekedar membayangkan dalam pikiran, dapat dinilai sebagai sesuatu yang dekat dengan pandangan yang dimaksud dalam ayat tersebut, karena sama-sama terjadi gambaran akan hal-hal yang menarik syahwat untuk bertambah kuat dan akhirnya mendorong terjadinya keinginan untuk menjalin hubungan seksual.

Artinya, keluarnya air madzi bila disebabkan karena membayangkan aktivitas seksual dengan seseorang yang bukan muhrimnya, menunjukkan bahwa seseorang itu telah terjatuh dalam tarikan syahwat yang cukup kuat. Hal ini secara prinsip akan mendekatkan seseorang kepada zina, khususnya zina pikiran, dalam arti menggunakan pikiran untuk membayangkan hal-hal yang dapat merusak kesucian dirinya, seperti membayangkan aktivitas hubungan suami istri dengan orang lain.

Sebagaimana kita ketahui bahwa zina dapat mengambil bentuk yang beragam, dapat dilihat salah satunya pada hukum zina tangan. Bila sudah sampai berlebihan, ada beberapa hal yang sebaiknya kita lakukan, antara lain :

  • Melakukan shalat taubat agar Allah mengampuni kesalahan kita dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
  • Melakukan amal jariyah dan sedekah, karena keutamaan bersedekah salah satunya adalah agar kebaikan kita bertambah, dan mampu menutupi keburukan kita.
  • Selain itu kita juga perlu meningkatkan akhlak yang terpuji, dengan cara meningkatkan akhlak yang sesuai agar mampu menjauhkan diri dari godaan syahwat yang besar tersebut.

Air Madzi dari Tinjauan Maqashid Syariah

Dalam maqashid syariah, hal-hal yang perlu dilindungi adalah sebagai berikut:

  1. Jiwa; yaitu melindungi jiwa dari sesuatu yang mampu membuatnya terlupa akan tujuan hidupnya atau kesuciannya.
  2. Akal; yaitu melindungi akal dari sesuatu yang membuatnya mati dan tidak dapat berfungsi lagi, seperti misalnya dari khamr.
  3. Keturunan; yaitu melindungi jalur nasab antara keluarga agar tidak terjadi perkawinan yang diharamkan dan bermudharat besar.
  4. Harta; yaitu melindungi terjaganya harta orang agar tidak terjatuh pada kecelakaan, seperti misalnya dalam kasus pencurian.
  5. Agama; yaitu melindungi terjaganya agama dari kesesatan.

Semua aspek di atas dalam beberapa pandangan ulama wajib dilindungi satu sama lain.

Dilihat dari maqashid syariah atau dari tujuan hukum, bayangan akan aktivitas seksual dengan orang yang bukan muhrimnya itu akan mengancam kesucian jiwa seseorang yang seharusnya dijaga oleh hukum-hukum Islam.

Keluarnya air madzi ini menandakan bahwa seseorang telah mengancam kesucian jiwanya sendiri bila dilakukan oleh mereka yang mencari jalan kenikmatan seksual melalui jalan lain selain yang ditentukan oleh Allah, yaitu melalui hubungan pernikahan. Dengan sendirinya, keluarnya air madzi pada orang-orang yang demikian tersebut, menurut hemat kami adalah dapat bernilai sebuah maksiat kecil, yang sudah seharusnya para pelaku segera menghentikannya dan meminta ampunan serta berbuat kebaikan sebagai balasan atas kesalahan yang dia lakukan. Berwudhu atau mandi besar saja tidak cukup karena sebelumnya dia telah melakukan hal-hal yang mendekatkan dirinya dengan zina, padahal hal itu ditegaskan oleh Allah menjadi sebuah larangan, di mana kita perlu melakukan amalan penghapus doza zina, untuk menghapus dosa-dosa kita.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra’: 32)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai perilaku keluarnya air madzi bergantung kepada pelaku dan kondisi yang membuat keluarnya air madzi tersebut, dan apa yang perlu kita lakukan setelah air madzi itu keluar juga berbeda tergantung dengan apa yang membuat air madzi tersebut keluar dengan sengaja.

Wallahua’lam bishawab.

fbWhatsappTwitterLinkedIn