Syarat Penerima Zakat – Zakat Fitrah dan Zakat Mal

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sebelum membahas mengenai syarat penerima zakat dalam islam, mari kita mengenal atau mengingat kembali apa sebenarnya zakat itu. Menurut bahasa, zakat memiliki beberapa artian yakni;

  • An-Nama (tumbuh dan berkembang); bahwa harta yang dizakatkan tidak akan berkurang melainkan akan menjadi tumbuh dan berkembang atau bertambah banyak.
  • AthThaharah (suci); harta yang dizakatkan akan menjadi bersih termasuk hati pemiliknya juga bersih dari berbagai penyakit hati seperti iri, dengki, dan kikir.
  • Ash-Shalahu (baik); harta yang dizakatkan menjadi lebih baik dan orang yang berzakat pun mendapat pahala karena telah beramal shaleh.

Sedang menurut istilah, zakat berarti memberikan harta tertentu kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Zakat sendiri merupakan rukun ketiga dari lima Rukun Islam. Zakat ada dua jenis:

  1. Zakat Fitrah (Jiwa/Diri)

Zakat yang diberikan atas perseorangan (fitrah) yang mampu kepada orang lain yang membutuhkan. Zakat fitrah diberikan kapan saja selama di bulan Ramadhan dan paling lambat sebelum orang-orang selesai mengerjakan shalat Ied. Menurut ulama, besar zakat fitrah yang dikeluarkan ialah 1 sha’ atau setara 4 mud; 1 mud sama dengan 675 gram. Jadi, zakat fitrah itu kurang lebih setara dengan 3,5 liter atau 2,7 kg bahan makanan pokok.

Zakat di bulan suci ramadhan termasuk amalan shaleh yang wajib untuk dilakukan bagi kaum muslimin. Karena bulan ramdhan yang memiliki banyak keutamaan tentunya menjadi ladang pahala bagi umat islam yang menjalaninya. (baca juga: keistimewaan ramadhan bagi umat muslim)

  1. Zakat Mal (Harta)

Zakat yang dikeluarkan oleh individu yang mana harta miliknya telah sampai atau memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat agama Islam; milik sendiri, hartanya masih bisa bertambah (berkembang), sampai nisabnya, lebih dari kebutuhan pokok sendiri, bebas dari hutang, serta telah sampai haul (satu tahun). Zakat mal terdiri dari zakat emas dan perak, zakat tanaman, serta zakat hewan ternak.

Adapun para penerima zakat mal; Allah SWT berfirman yang artinya;

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 60).

Maka, sesuai dengan Al-Qur’an surah At-Taubah ayah 60 itu, ada  delapan golongan yang berhak menerima zakat mal, yakni:

  • Fakir
  • Miskin
  • Orang yang mengurus zakat (Amil zakat)
  • Muallaf (orang yang baru memeluk Agama Islam)
  • Budak belian yang ingin memerdekakan diri
  • Orang yang terlilit hutang
  • Sabilillah (orang-orang yang berjuang di jalan Allah, para pembela dan penegak agama Allah)
  • Musafir yang kehabisan bekal namun tidak berniat untuk maksiat

Berikut ini adalah syarat penerima zakat:

  1. Zakat Fitrah

Secara umum, orang atau golongan yang berhak menerima zakat ialah sesuai dengan surah At-Taubah ayat 60 merupakan yang delapan golongan yakni fakir, miskin, amil zakat, mualaf, budak yang ingin merdeka, orang yang terlilit hutang, sabilillah, serta musafir yang kehabisan bekal.

Namun, khusus untuk zakat fitrah ialah lebih mengutamakan memberikan zakat kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin. Hal ini didasarkan pada kecilnya jumlah atau takaran harta yang dizakatkan, serta tujuannya ialah untuk berbagi antar sesama muslim dan agar fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya Idul Fitri.

  1. Zakat Mal

Syarat penerima zakat yang kedua, sesuai dengan Al-Qur’an surah At-Taubah ayah 60 itu, ada  delapan golongan yang berhak menerima zakat mal, maka berikut penjelasannya :

1. Golongan pertama dan kedua; fakir dan miskin

Fakir dan miskin ialah mereka yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk sandang, pangan, dan papan. Ada sedikit perselisihan pendapat antara para ulama mengenai penentuan golongan mana sebenarnya yang paling kesulitan (antara fakir atau miskin).

Ada yang berpendapat bahwa fakir ialah golongan yang paling sulit atau kesusahan karena Allah SWT menyebutkannya lebih dahulu dibanding miskin. Ada pula yang berpendapat bahwa golongan miskinlah yang paling susah. Namun, kemudian dijelaskan bahwa menurut ulama Syafi’iyah dan Malikiyah bahwa ada batasan bagi mereka yang dikatakan fakir, yakni orang yang tidak memiliki harta maupun usaha yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Contoh : jika kebutuhan hidup sehari ialah Rp 50.000, maka orang yang hanya bisa memenuhi kurang dari separuhnya (kurang dari Rp 25.000) termasuk dalam golongan fakir. Sedangkan miskin ialah orang yang dapat memenuhi separuh atau lebih tapi tidak sampai seluruhnya (cukup Rp 25.000 tapi kurang dari Rp 50.000).

“Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi tobat kepadamu maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”  (QS. Al-Mujaadilah : 13).

Dari Abu Hurairah RA; Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta kepada manusia, lalu ia diberikan sesuap, dua suap, sebuah dan dua buah kurma. Para sahabat bertanya: Kalau begitu, siapakah orang miskin itu, wahai Rasulullah? Rasulullah SAW bersabda: Orang yang tidak menemukan harta yang mencukupinya tapi orang-orang tidak tahu (karena kesabarannya, ia menyembunyikan keadaannya dan tidak meminta-minta kepada orang lain), lalu diberi sedekah tanpa meminta sesuatu pun kepada manusia.” (HR Muslim).

2. Golongan ketiga; Amil Zakat

Nabi Mihammad SAW bersabda yang artinya;

“Tidak halal zakat bagi orang kaya kecuali bagi lima orang, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, atau amil zakat, atau orang yang terlilit hutang, atau seseorang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang memiliki tetangga miskin kemudian orang miskin tersebut diberi zakat, lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.” (HR. Abu Daud).

Sayid Sabiq mengatakan,

“Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat.” (Fiqh Sunnah).

‘Adil bin Yusuf al ‘Azazi berkata,

“Yang dimaksud dengan amil zakat adalah para petugas yang dikirim oleh penguasa untuk mengunpulkan zakat dari orang-orang yang berkewajiban membayar zakat. Demikian pula termasuk amil adalah orang-orang yang menjaga harta zakat serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka itulah yang berhak diberi zakat meski sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya.”

Maka, amil zakat ialah seseorang yang diangkat atau diberi otoritas oleh pimpinan atau penguasa muslim untuk mengambil dan mendistribusikan zakat. Sementara orang-orang (yang biasanya ada di mesjid atau mushalla) dan mengangkat dirinya sendiri sebagai badan amil zakat bukanlah amil zakat yang dimaksud secara syar’i sehingga tidak termasuk golongan amil zakat yang berhak menerima zakat.

3. Golongan keempat; Muallaf

Muallaf merupakan singkatan dari Al-Muallaf Qulubuhum yang artinya ialah orang-orang yang telah dilunakkan atau dilembutkan hatinya agar memeluk Islam, orang yang keimanan mereka meningkat, atau orang yang ingin menghindari kejahatan. Yang termasuk golongan muallaf yang berhak menerima zakat terbagi atas:

  • Orang-orang kafir yang telah terbuka hatinya sehingga cenderung kepada Islam atau mereka yang diharapkan masuk Islam karena diperkirakan dapat memperkuat agama Islam.
  • Orang-orang kafir yang diharapkan dapat menghentikan kejahatannnya terhadap kaum Muslim.
  • Orang yang imannya masih lemah karena baru memeluk Islam dan supaya mereka tidak keluar dari Islam.

Intinya, dalam golongan muallaf ini, mereka yang menerima zakat bisa jadi adalah orang muslim maupun orang kafir. Agar lebih mudah dipahami, coba perhatikan penjelasan berikut:

[tab title=”Contoh dari kaum muslim

  1. Orang yang lemah iman Islamnya, namun sangat ditaati oleh kaumnya. Maka, dengan diberik zakat diharapkan ia bisa lebih memperkuat keimanannya.
  2. Seorang pemimpin yang Islam, diberi zakat dengan harapan dapat mendorong kaumnya yang belum Islam agar bisa memeluk Islam.

[/tab]
[tab title=”Contoh dari kaum kafir

  1. Orang yang tertarik kepada Islam, kemudian diberi zakat agar semakin kuat untuk masuk Islam.
  2. Orang kafir yang ditakuti karena dapat mengancam umat Islam, kemudian diberi zakat agar supaya dapat menahan diri dari mengganggu umat Muslim.

[/tab]

(baca juga: keuntungan menjadi muallaf)

4. Golongan kelima; Budak

Budak yang dimaksud berhak menerima zakat ialah Fi ar-Riqab atau budak belian, yang mana harta yang kita zakatkan bukan berarti kita berikan kepada si Budak, melainkan untuk memerdekakan diri si Budak belian daripada perbudakan. Dengan kata lain, zakat dikeluarkan agar budak terbebas dan tidak menjadi budak lagi.

Termaasuk dalam golongan budak belian ialah:

  • Pertama; Al-Mukatib; seorang budak yang ingin bebas dari majikan atau tuannya, dengan cara membayar sejumlah uang kepada majikan secara berangsung. Lantas, kita beri zakat kepada budak ini dengan cara membantu membayar dengan memberi langsung kepada majikan atau diserahkan kepada si Budak. Apabila suatu saat zakat (uang) yang diberikan justru tidak dipergunakan sebagaimana mestinya oleh si budak, maka kita berhak mengambilnya kembali.
  • Kedua; secara langsung membebaskan budak meski budak itu sendiri bukan seorang Al-Mukatib (budak yang ingin merdeka).
  • Ketiga; Muslim yang menjadi tawanan atau sandera orang kafir. Maka, zakat di sini bisa dijadikan sebagai uang tebusan agar seorang Muslim itu dapat terbebas.

5. Golongan keenam; Al-Gharim

Al-Gharim ialah orang-orang yang terlilit hutang dan tidak memiliki kemampuan atau kesulitan untuk membayarnya.

Pertama; Orang yang berhutang demi kebaikan dirinya, maka beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang dapat disebut sebagai Al-Gharim yang berhak menerima zakat ialah:

  • Muslim
  • Bukan termasuk ahlul bait (keluarga Rasulullah SAW)
  • Tidak bersengaja berhutang agar mendapat zakat
  • Hutang tersebut dapat menjadikan ia dipenjara
  • Hutang yang harus segera dilunasi (sesuai kesepakatan antara yang berhutang dan memberi pinjaman)
  • Orang yang tidak memiliki harta simpanan yang sebenarnya dapat membayar hutang (misal; rumah)

Kedua; seseorang yang terlilit hutang untuk memperbaiki hubungannya dengan orang lain. Dengan kata lain, orang ini tidak berhutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri tetapi justru untuk kepentingan orang lain. Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

Sesungguhnya permintaan itu tidak halal kecuali bagi tiga orang; yaitu orang laki-laki yang mempunyai tanggungan bagi kaumnya, lalu ia meminta-minta hingga ia dapat menyelesaikan tanggungannya, setelah itu ia berhenti (untuk meminta-minta).” (HR An Nasai).

Ketiga; orang yang terlilit hutang oleh sebab ia berhutang karena menanggung atau sebagai  hutang orang lain. Disebutkan bahwa yang berhutang maupun yang menjamin sama-sama orang yang kesulitan dalam melunasi hutang.

(baca juga: hutang dalam pandangan islam)

6. Golongan ketujuh; Sabilillah

Pertama; Seseorang yang berperang di jalan Allah. Maka, kebanyak ulama menyebutkan bahwa orang yang demikian tidak mesti orang yang tidak mampu, yang penting orang itu berjuang tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga demi kebaikan kaum Muslimin sekalian.

Kedua; demi kemaslahatan perang, seperti membangun tembok, persediaan senjata, kendaraan, upah, dan lain-lain. Termasuk upah bagi orang yang kafir yang mau menjadi mata-mata bagi pihak Islam.

 7. Golongan kedelapan; Ibnu Sabil

Ibnu sabil ialah seorang musafir atau pengelana yang kehabisan bekal atau biaya di tengah perjalanannya, dengan catatan bahwa perjalannya itu bukanlah untuk maksiat. Maka, diisyaratkan sekalipun ia adalah orang uang kaya, maka ia tetap berhak mendapat zakat seperlunya yang dapat membantunya sampai ke kampung halaman atau tempat tujuan.

Semoga bermanfaat….

fbWhatsappTwitterLinkedIn