Di dalam kitab Washiyatul Mustofa, karangan Syekh Abdul Wahab al-Sya’roni, terdapat sebuah pesan Nabi kepada Sayidina Ali KMW yang berbunyi:
يَا عَلِي لِلسَّاعِدِ ثَلَاثُ عَلَامَاتٍ قُوْتٌ حَلَالٌ مُجَالَسَةُ الْعُلَمَاءِ وَالصَّلَوَاتُ الْخَمْسَةِ مَعَ الْإِمَامِ
Yang artinya, “Wahai Ali, orang yang beruntung memiliki 3 tanda, yaitu (1) Makanannya halal, (2) Ia berkumpul dengan para ulama, dan yang (3) Ia Salat berjamaah lima waktu.”
Tanda pertama orang beruntung yang diutarakan oleh Nabi kepada Sayidina Ali adalah orang yang memiliki makanan Qutun Halalun. Siapakah dia? Yaitu orang yang berusaha menjaga makanannya, agar yang dimakan tidak sampai tercampur dengan perkara haram.
Orang beruntung yang pertama ini, senantiasa menjaga dirinya, keluarganya, dan anak-anaknya dari memakan barang yang haram, sehingga yang masuk ke perutnya adalah makanan yang jernih, murni lagi halal.
Seorang Wali Kutub yang bernama Habib Umar bin Abdur Rahman al-Athas pernah berkata, “Barangsiapa yang beribadah atau berbakti kepada Allah, akan tetapi makanan yang dimakan haram, Ia ibarat sedang menimba air dengan keranjang”. Maka menjadi sia-sia ibadahnya, dan tidak diterima oleh Allah.
Di dalam hadits yang lain, Nabi juga berkata:
يَا عَلِي ، إِذَا غَضَبَ اللهُ عَلَى أَحَدٍ، رَزَقَهُ اللهُ مَالًا حَرَامًا
Artinya, “Wahai Ali, apabila Allah murka, marah kepada seseorang, maka Allah akan memberi orang tersebut rizki yang haram.”
Mafhum mukhalafah dari hadis ini adalah apabila Allah cinta kepada seseorang maka Allah memberinya rizki yang halal.
Tanda kedua orang yang beruntung adalah mereka yang senantiasa duduk dan berkumpul dengan para Ulama’. Mereka mengaji ilmu dengan ulama, meneladani akhlaq para ulama, sehingga mereka ditunjukan jalan hidayah untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.
Orang-orang yang senantiasa mau mengaji kepada ulama, mau duduk satu majelis dengan ulama, dan berpegang kepada dawuh petunjuk para ulama. Mereka tidak akan tersesat, karena “al-Ulama warosatul al-anbiya”. Para ulama adalah pewaris para Nabi.
Tanda ketiga orang yang beruntung adalah Shalawtul khamsi ma’al imami, yaitu orang yang istiqomah, dan rajin melaksanakan salat berjamaah lima waktu.
Ada satu kisah menarik tentang keutamaan jamaah dari Syekh Ubaidillah bin Umar al-Qawariri. Pada suatu malam, ketika waktu isya, beliau kedatangan tamu. Karena beliau menghormati tamu, maka beliau pun menjamunya. Setelah tamu itu pulang, beliau cepat-cepat pergi ke masjid. Ternyata masjid telah tutup. Dan jamaah telah selesai.
Lalu beliau pergi ke masjid lain, yang juga telah tutup. Sampai beberapa masjid dan semua sudah tutup. Kemudian beliau ingat hadis nabi bahwa fadilah salat jamaah adalah 27 derajat. Oleh karena itu beliau melaksanakan salat isya sampai 27 kali agar bisa menyamai keutamaan salat jamaah.
Karena capek beliau tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu, beliau sedang menunggang kuda. Teman-temannya yang shalat berjamaah juga menunggang kuda. Kuda mereka berlari kencang dan cepat, lalu beliau pun mencoba menyusul mereka, akan tetapi tidak bisa.
Salah satu teman Syekh Ubaidillah berkata, “Wahai Ubadillah, kamu tidak akan bisa menyusul kami!”. Beliau bertanya, “Kenapa?”. Mereka menjawab, “Karena kamu salat sendirian, sedangkan kami berjamaah”.
Semoga kita, keluarga dan keturunan kita digolongkan oleh Allah sebagai orang-orang yang beruntung, orang-orang yang memakan makanan halal, yang berkumpul dengan para ulama dan istiqomah shalat jamaah. Aamiin Ya Rabbal Alamin.