Utang merupakan amalan yang diperbolehkan dalam Islam. Setiap Muslim yang berutang wajib mengembalikan, sebagai konsekuensi dari amalan itu.
Tetapi, Islam menganjurkan untuk lebih baik menghindari utang. Ini lantaran beban utang yang begitu besar dan ditanggung meski sudah meninggal.
Dalam Islam, hutang sebenarnya boleh-boleh saja, Namun Anda perlu mengetahui pula syarat dari berhutang, dimana salah satunya adalah ketika dalam keadaan yang benar-benar terdesak saja. Jika hutang sampai dijadikan seperti kebiasaan, maka bisa menjadi sumber bahaya yang justru bisa merusak akhlak dan kehidupan anda.
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (H. R. Al-Bukhari).
Mereka yang terlilit hutang sangat mudah dan rentan dipengaruhi oleh setan agar mengerjakan perbuatan maksiat dan terlarang agar bisa melunasi hutangnya dengan berbagai cara, termasuk mencuri atau merampok. Hal ini jelas semakin menyadarkan kita jika ternyata hutang jika terlalu sering dilakukan bisa menimbulkan efek buruk terhadap manusia. Oleh karena itu, sebisa mungkin hindari hutang.
Jika sudah terjebak, usahakan untuk cepat melunasi, smebari diiringi doa kepada Allah SWT agar segala masalah yang kita hadapi diberikan jalan keluarnya.
Terkait persoalan utang, Rasulullah Muhammad SAW pernah mengajarkan sebuah doa kepada Ali bin Abi Thalib RA. Doa tersebut disampaikan Ali RA kepada salah satu budak milik orang yang berusaha memerdekakan diri.
Budak tersebut mengeluh kepada Ali RA mengenai cicilan biaya yang masih dia tanggung. Demi bisa merdeka, budak itu harus membayar sejumlah uang kepada tuannya.
Sayangnya, dia tidak bisa membayar uang itu sekaligus. Alhasil, budak itu terbebani cicilan biaya untuk memerdekakan diri.
Kepada budak itu, Ali RA berkata, ” Maukah engkau kuberitahu beberapa kalimat yang diajarkan Rasulullah SAW kepadaku? Kalau kau terbenani utang sebesar gunung, niscaya Allah akan melunasinya.”
Kisah tersebut tercantum dalam kitab Al Adzkar karya Imam An Nawawi. Berikut doa yang diajarkan Rasulullah SAW.
” Allaahummakfinii fi halaalika ‘an haraamika, wa aghninii bi fadhlika ‘amman siwaak.”
Artinya:
” Tuhanku, cukupilah diriku dengan jalan (harta) yang Engkau halalkan, bukan jalan (harta) Engkau haramkan, dan lengkapilah diriku dengan kemurahan-Mu, bukan kemurahan selain diri-Mu.”
Selain itu, Telah diceritakan dari Zuhair bin Harb, telah diceritakan dari Jarir, dari Suhail, ia berkata,
“Abu Shalih telah memerintahkan kepada kami bila salah seorang di antara kami hendak tidur, hendaklah berbaring di sisi kanan kemudian mengucapkan,
اَللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اِقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ
Allahumma robbas-samaawaatis sab’i wa robbal ‘arsyil ‘azhiim, robbanaa wa robba kulli syai-in, faaliqol habbi wan-nawaa wa munzilat-tawrooti wal injiil wal furqoon.
A’udzu bika min syarri kulli syai-in anta aakhidzum binaa-shiyatih.
Allahumma antal awwalu falaysa qoblaka syai-un wa antal aakhiru falaysa ba’daka syai-un, wa antazh zhoohiru fa laysa fawqoka syai-un, wa antal baathinu falaysa duunaka syai-un, iqdhi ‘annad-dainaa wa aghninaa minal faqri.
Artinya:
“Ya Allah, Rabb yang menguasai langit yang tujuh, Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung, Rabb kami dan Rabb segala sesuatu. Rabb yang membelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah, Rabb yang menurunkan kitab Taurat, Injil dan Furqan (Al-Qur’an).
Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau memegang ubun-ubunnya (semua makhluk atas kuasa Allah). Ya Allah, Engkau-lah yang awal, sebelum-Mu tidak ada sesuatu.
Engkaulah yang terakhir, setelahMu tidak ada sesuatu. Engkau-lah yang lahir, tidak ada sesuatu di atasMu. Engkau-lah yang Batin, tidak ada sesuatu yang luput dari-Mu. Lunasilah utang kami dan berilah kami kekayaan (kecukupan) hingga terlepas dari kefakiran.” (HR. Muslim no. 2713)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa maksud utang dalam hadits tersebut adalah kewajiban pada Allah Ta’ala dan kewajiban terhadap hamba seluruhnya, intinya mencakup segala macam kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 17: 33). Wallahualam.