Harta dalam Islam merupakan salah satu perkara yang dibahas dalam Alquran. Islam telah memerintahkan untuk mencari nafkah dengan jalan yang halal demi keluarga.
Malaikat Jibril datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata: ”… Ketahuilah, bahwa kemuliaan orang mukmin shalat nya di waktu malam dan kehormatannya adalah dengan tidak mengharapkan sesuatu kepada orang.” [Hadits hasan. Lihat Shahih Jami’ush Shagir, no. 73 dan 3710]
Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
Mencari nafkah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anak istri yang menjadi tanggung jawab seorang kepala keluarga. Namun bagaimana hukumnya jika anak mengambil harta orang tuanya tanpa izin?
Baca juga:
Secara umum, masalah ini sama dengan pencurian. Namun dalam Islam, terdapat hukum yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
فلا يجوز أن تأخذي شيئاً من مال أبيك إلا بإذنه وبطيب من نفسه، لقول النبي صلى الله عليه وسلم : لا يحل مال رجل مسلم لأخيه إلا ما أعطاه بطيب نفسه . أخرجه البيهقي في السنن.
Anda tidak boleh mengambil harta ayah anda sedikitpun, kecuali dengan izin dan kerelaannya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
”Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil harta saudaranya, kecuali harta yang dia berikan kepadanya dengan kerelaan saudaranya.” riwayat Baihaqi dalam as-Sunan. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 27073)
Sedangkan pendapat kedua mengatakan apabila orang tua sangat pelit, sehingga tidak memberikan jatah nafkah yang cukup bagi anaknya, maka boleh mengambil harta orang tuanya, meskipun tanpa diketahui ortunya.
Dalam Fatawa Nur ‘ala ad-Darbi dinyatakan,
اذا كان الأب قصّر في النفقة، والولد ضعيف لا يستطيع العمل، عاجز، فإنّه يأخذ من مال أبيه، ويسدّ حاجته، ولو بغير علمه،
“Apabila bapak pelit dalam memberikan nafkah, sementara anak masih lemah tidak bisa bekerja sendiri, maka dia boleh mengambil harta orang bapaknya untuk menutupi kebutuhannya. Meskipun tanpa diketahui orang tua.”
Kemudian Syaikh menyebutkan dalil hadis dari Hindun bintu Uthbah radhiyallahu ‘anha, istri Abu Sufyan yang melaporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يا رسول الله إن أبا سفيان رجل شحيح [يعني بخيل] لا يعطيني ما يكفيني ويكفي بنيّ، إلاّ ما أخذته من ماله بغير علمه، فهل علي في ذلك من جناح؟
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan orang yang pelit, tidak memberikan nafkah yang cukup untukku dan untuk anakku. Kecuali jika aku mengambil hartanya, tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa melakukan hal itu?”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
خذي من ماله بالمعروف ما يكفيك ويكفي بنيكِ
”Ambillah hartanya secara wajar, yang mencukupi kebutuhanmu dan mencukupi kebutuhan anakmu.” (Muttafaq ’alaihi). (Simak Fatawa Nur ’ala ad-Darbi, jilid 23, hlm. 307)
Baca juga:
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menyatakan:
Imam romli dalam kitab nihayah menyatakan :
Imam al mawardi dalam kitab hawi kabir menyatakan :
Masalah : imam Syafi’i berkata ” orang yang mencuri dari harta anaknya dan anak dari anaknya, atau mencuri harta ayahnya, atau ibunya atau kakeknya dari arah manapun keduanya maka tidak dipotong tangannya.
“al mawardi berkata : pendapat imam syafi’i ini sebagaimana yang diucapkan ” tiada potong tangan terhadap orang yg mencuri dari harta salah seorang kedua orang tuanya walaupun sampai keatas dari para ayah, para ibu, para kakek dan para nenek juga tidak dipotong tangannya bagi orang yang mencuri dari harta salah seorang dari anak-anaknya walaupun sampai ke bawah mulai dari para anak lelaki, para anak perempuan, anak-anaknya anak lelaki dan anak-anaknya anak perempuan. Namun ini adalah pendapat jumhur fuqoha’.
Baca juga:
Meskipun tidak dihukumi potong tangan sebagaimana mencuri pada umumnya, namun mengambil harta orang tua tanpa izin secara berlebihan tetaplah salah dan dianggap mencuri.
Sedangkan hukum mencuri dalam Islam adalah dilarang. Dari Amr bin Al Ash bahwasahnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda:
“Barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir.
Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan.” (HR. Abu Daud).
Demikian penjelasan terkait bagaimana hukum anak mengambil harta orang tua tanpa izin dan dalilnya. Semoga bermanfaat.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…