Kedudukan Anak Dalam Hukum Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Anak merupakan rezeki yang diberikan Allah SWT.  Hanya mereka yang beruntung dan dipercaya yang kemudian diberikan kepercayaan untuk memiliki anak. Sehingga banyak sekali pasangan suami istri dalam membangun rumah tanggadalam islam yang amat mengharapkan keturunan sebagaimana hukum membatasi kelahiran dalam islam . Meskipun merupakan titipan Allah SWT, anak juga merupakan harta yang amat berharga sekaligus makna pernikahan dalam islam . Sebagaimana Firman Allah SWT :

Hai orang-orang beriman , janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah, siapa yg berbuat demikian maka mereka itulah orang yg merugi (QS, Al Munafiqun :9)

Keberadaan anak juga merupakan sumber rezeki sekaligus tujuan pernikahan dalam islam . Sehingga tidak jarang kita mendengar pepatah yang mengatakan banyak anak banyak rezeki . Sebagaimana dalam Firman Allah SWT :

“...dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu Rahmat dari sisi Kami” (QS. Al-Anbiya :84)

Dalam islam, anak memiliki posisi yang amat penting dalam mewujudkan keluarga sakinah mawadah warohmah . Mengapa? Sebab anak sholehah dapat mengantarkan orang tuanya masuk surga. Sebaliknya anak yang durhaka maka akan mendapatkam laknatullah dari Allah SWT. Maka dari itu, hubungan anak dan orang tua bukan hanya sebatas hubungan darah saja, namun juga berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan.  Hadist nabi SAW :

Apabila manusia mati, maka putuslah semua amalnya kecuali 3 perkara : sedekah jariyah, ilmu yg bermanfaat, dan anak yg sholeh yg mendoakan orang tuanya” (HR. Bukhori Muslim).

Didikan orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pengaruh terhadap anak. Islam memandang bahwa saat dilahirkan anak merupakan jiwa yang suci. Tergantung dari bagaimana orang tua mengarahkan mereka serta cara mendidik anak dalam islam .  Sebagaimana Rasulullah SAW juga bersabda :

Setiap anak yg lahir dlm keadaan suci, maka orang tuanyalah menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Kedudukan Anak Dalam Hukum Islam

Melihat betapa pentingnya kedudukan anak menurut islam, Maka Berikut akan digolongkan mengenai kedudukan anak dalam hukum islam :

1. Anak Kandung

Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif
dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah. Dalam hukum islam terdapat 4 syarat agar anak memiliki arti nasab yang sah :

  • Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar
    untuk hami. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau
    meskipun suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari
    seorang isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.
  • Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam bulan sejak perkawinan dilaksanakan.
  • Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang panjangnya
    kehamilan.
  • Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an.

Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara  kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi
penerus keturunanya

2. Anak Angkat

Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah SWT  dalam surat al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menyatakan :

Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”.

dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari
orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Sehingga status anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

3. Anak Tiri

Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam perkawinannya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur (belum
dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam masih mendapat nafkah dari pihak bapaknya sampai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan pria lain.

Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun dalam Hukum Adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris anak tiri dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak  kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia.

4. Anak Piara / Asuh

Anak piara/asuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak piara ini ada  yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada
hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh
memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.

5. Anak Luar Nikah

Anak di luar nikah merupakan anak yang lahir dari hubungan yang dilakukan di luar nikah. Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun hukum Islam
bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah. Didalam hukum Islam dewasa dilihat sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak dibedakan apakah pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristeri atau duda sebagaimana yang berlaku
pada hukum perdata sebagaimana juga hukum menikahi wanita hamil  . Anak di luar nikah biasanya akan dipandang sebelah mata dan dinilai negatif di masyarakat. Tentunya hal ini dapat berdampak negatif bagi tumbuh kembang sang anak.

Itulah tadi garis besar memgenai 5 kedudukan anak dalam hukum islam. Tentunya semoga semakin menambah pengetahuan anda dan sebagai referensi bagi anda. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

fbWhatsappTwitterLinkedIn