“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Anak adalah kado terindah bagi pasangan suami istri. Kehadiran anak membuat kebahagiaan keluarga semakin meningkat. Saking rindunya memiliki buah hati, ada banyak pasangan yang rela merogoh kocek yang tidak sedikit untuk mendapatkan titipan yang tidak kunjung dititipkan.
Tak sedikit pula orang tua yang melepaskan tanggung jawab dengan menelantarkan anak. Sering kita temukan fakta yang menunjukkan bahwa ada orang tua yang rela membuang anaknya di semak belukar, tidak mengakui anaknya sendiri, bahkan tidak sedikit juga orang tua yang membunuh anak dengan dalih tidak sanggup membiayai kebutuhan anak, dan berbagai alasan lainnya. Nauzubillahi min zalik.
Di saat banyak pasangan suami istri menginginkan kehadiran anak yang belum kunjung tiba, mereka malah dengan mudahnya lari dari tanggung jawab dan tidak memberi kesempatan pada anak untuk mengenal dunia. Bahkan binatang belum tentu bertindak seperti itu.
Bila seekor binatang dilahirkan, maka ia akan tumbuh dan berkembang dengan sifat dan sikap kebinatangannya. Tetapi jika manusia dilahirkan, belum tentu ia akan tumbuh dengan sifat dan sikap kemanusiannya.
Ada manusia yang tumbuh dengan memiliki sifat seperti tikus, yang suka menggerogoti sesuatu yang bukan miliknya. Ada manusia yang tumbuh dengan memiliki sifat seperti anjing, yang tidak bisa diberi nasihat dan selalu mengikuti hawa nafsu.
Kesimpulannya, sifat dan sikap anak terbentuk oleh didikan dari lingkungan tempat ia berada, dan keluarga menjadi tempat pertama ia mendapat didikan adab dan akhlak mulia.
Sebagaimana Allah SWT menceritakan dalam Al-Qur’an:
“Tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga).” (QS. Al-A’raf[7]: 176)
Parahnya, ada banyak manusia yang memiliki sifat lebih parah daripada binatang.
“Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al-Furqan[25]: 44)
Dari dalil-dalil di atas dapat disimpulkan bahwa orangtua wajib mendidik anaknya untuk memiliki adab dan akhlak mulia.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim[66]: 6)
Apalah arti bila seorang anak berhasil menggapai impiannya tetapi tidak memiliki akhlak mulia? Kelak orangtua akan dipertanyakan pertanggujawabannya dalam mendidik anak. Semua yang didapatkan anak akan menjadi sia-sia jika tidak ada adab dan akhlak mulia di dalam dirinya.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila seorang anak Adam mati, putuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain, dan doa anak saleh yang berdoa untuknya.” (Hadis Shahih – Riwayat Muslim dan lainnya)
Beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua untuk mendidik anak agar memiliki adab dan akhlak mulia, antara lain:
- Orangtua wajib membimbing anak agar memiliki pemahaman agama yang kuat. Ajarkan pada anak tauhid, Al-Qur’an dan hadis, surga, neraka, dan hal-hal yang wajib dilakukan sesuai ajaran Islam.
- Membimbing anak dengan keteladanan. Orangtua wajib memberi contoh keteladanan yang baik. Jangan berharap banyak anak bisa memiliki adab dan akhlak mulia bila orangtua saja tidak memiliki akhlak mulia. Itulah mengapa orangtua perlu koreksi diri sekaligus terus memperdalam ilmu agama.
- Membimbing anak dengan kebiasaan. Mendidik agar anak memiliki adab dan akhlak mulia butuh pembiasaan. Jika hanya teori semata, tujuan yang diinginkan tidak akan tercapai. Biasakan anak untuk selalu berperangai baik.
“Sebaik-baiknya warisan pada ayah untuk anak-anaknya adalah nama baik, didikan yang berguna, dan saudara-saudara yang shahih.” (Adabul Mujalasah, hal 106)
Dengan upaya semaksimal mungkin, diharapkan anak tumbuh dan berkembang dengan adab dan akhlak mulia, sehingga nantinya bisa menjadi pribadi yang berguna bagi nusa, bangga, dan agama.