“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah akhlak mereka.” (HR. Ibnu Majah)
Islam memerintahkan orangtua untuk menghormati anak. Selain diberi didikan dan kasih sayang, anak juga berhak mendapat penghormatan dan penghargaan. Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan bagaimana cara beliau menghormati dan menyayangi anak.
Diriwayatkan dari Ummi Khalid binti Khalid bin Sa’id, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah SAW yang bersama ayahku. Aku mengenakan baju berwarna kuning. Rasulullah SAW bersabda, ‘Sanah, sanah.’ (bahasa Habsyi, artinya hasanah: bagus). Lalu aku beringsut ke depan, bermain-main dengan kancing Rasulullah SAW, dan ayahku mencegahku. Rasulullah SAW pun bersabda, ‘Biarkanlah ia.’” (HR. Bukhari)
Dari hadis di atas dapat disimpulkan betapa bijaksana dan tawadhu’ sikap Rasulullah. Beliau tidak marah apalagi membentak Ummi Khalid yang tengah bermain-main dengan kancing beliau.
Pada hadis ini juga disebutkan bahwa diperbolehkannya anak perempuan yang masih kecil (tidak mengundang syahwat) untuk bermain-main dengan lelaki dewasa. (Disebutkan juga pada Badruddin al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, jilid 21, hlm. 96-98).
Salah satu cara menghormati anak yang wajib dilakukan oleh orangtua adalah dengan memberi nasihat. Ada saatnya anak melakukan kesalahan yang di mata orang dewasa, kesalahan tersebut sangat besar dan bila orang dewasa yang melakukan kesalahan tersebut, bisa jadi tidak termaafkan.
Tetapi, karena kesalahan ini dilakukan oleh anak kecil, tentulah ada sedikit kelonggaran. Orangtua sebagai pihak yang bertanggung jawab kepada anak, wajib memberi pintu maaf pada anak.
Rasulullah SAW telah memerintahkan kita sebagai umat muslim untuk selalu bersikap lemah lembut, bahkan jika seseorang melakukan kesalahan. Sebagaimana hadis riwayat dari Aisyah:
“Sesungguhnya Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Lembut dan mencintai kelemahlembutan. Allah SWT memberikan kepada orang yang penuh kelembutan sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang kejam.” (HR. Muslim)
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Jarir, berbunyi:
“Barang siapa menghalangi kelembutan, maka ia akan terhadang dari semua bentuk kebaikan.” (HR. Muslim)
Dari kedua hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap orang wajib memiliki sikap kelemahlembutan. Apalagi bagi orangtua kepada anaknya. Jika anak melakukan kesalahan, dan kita sebagai orangtua langsung memarahi, hal tersebut bisa memberikan banyak efek negatif pada pertumbuhan anak ke depannya.
Sikap kelemahlembutan adalah tuntunan yang wajib dimiliki oleh orangtua dalam memperlakukan anak yang masih kecil. Demikian halnya bila anak-anak melakukan kesalahan yang bisa membuat orangtua marah ataupun kesal.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik:
“Suatu ketika ada laki-laki Arab yang buang air kecil di dalam Masjid. Maka, orang-orang yang ada di dalam Masjid memarahinya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘La tazrimuuhu.’ Maksudnya jangan melukai hatinya (dengan berkata kasar) atas ulah yang diperbuatnya. Setelah itu Rasulullah SAW menyuruh laki-laki tersebut untuk membawa ember untuk diisi air, dan beliau menyiramkannya di atas tempat kencing laki-laki itu.” (HR. Bukhari)
Untuk orang yang melakukan tindak yang bagi kita sangat tercela, Nabi Muhammad SAW tetap menunjukkan sikap kelemahlembutan. Apalagi bagi anak yang masih kecil?
Lalu kapan qaktu yang tepat untuk menasihati anak?
Ketika anak memecahkan vas bunga kesayangan, apa yang akan Anda lakukan? Ketika anak mengambil uang dari dompet Anda tanpa memberi tahu terlebih dahulu, apa juga yang bakalan Anda lakukan?
Tentunya kita sebagai orangtua pasti merasa kesal dan marah. Alhasil berbagai omelan pun muncul. Tak sedikit pula orangtua yang memberikan ‘pukulan’ ringan pada anaknya. Bisa dengan cubitan, jitakan, dan sebagainya.
“Kamu jangan ambil duit Mama diam-diam dong, Dek!”
“Adek pengen beli mainan, Ma.”
“Tetap aja kamu nggak boleh ambil duit Mama sesuka hati. Udah berkali-kali Mama bilang, kalau pengen sesuatu, dibilang lho, Dek. Jangan main ambil duit Mama. Ambil duit diam-diam itu namanya mencuri. Kamu mau dipanggil pencuri terus nanti masuk penjara?”
Nah… Siapa yang biasa mengomeli anaknya seperti itu?
Dalam Islam, ada waktu yang tepat untuk menasihati anak. Kapankah waktu yang tepat itu? Pada buku Cara Nabi Mendidik Anak oleh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, disebutkan bahwa ada tiga waktu yang tepat untuk menasihati anak, yakni:
- Saat Berjalan-Jalan atau Sedang Berada di Atas Kendaraan
Rasulullah SAW disebutkan pernah mengajak anak kecil ke sebuah tempat rahasia secara sembunyi-sembunyi untuk memberikan nasihat. Salah satu yang mengalami hal ini adalah Abdullah bin Ja’far, dan tertuang dalam hadis:
“Pada suatu hari Rasulullah SAW pernah memboncengku. Beliau mengatakan sesuatu kepadaku dengan berbisik. Perkataan beliau itu tidak pernah kuceritakan kepada siapapun.” (HR. Muslim)
Contoh lain ketika Nabi Muhammad SAW tengah menaiki seekor baghal dengan Ibnu Abbas. Baghal itu sendiri dihadiahkan oleh Kisra. Ibnu Abbas duduk membonceng di belakang. Beberapa saat dalam perjalanan, Nabi Muhammad menoleh ke belakang, ke arah Ibnu Abbas. Beliau pun bersabda:
“Wahai anak muda!”
“Saya ya, Rasulullah,” jawab Ibnu Abbas.
“Jagalah Allah, kamu pasti akan dijagaNya!” (HR. Tirmidzi)
- Saat Makan
Saat makan adalah saat yang tepat bagi orangtua untuk memberi nasihat kepada anak. Itulah mengapa saat anak makan, orangtua sewajibnya mendampingi anak. Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasulullah SAW. Beliau selalu ada saat anak makan. Mendampingi anak sekaligus memperhatikan segala tindakan mereka. Apabila anak melakukan kesalahan, Nabi Muhammad SAW langsung meluruskan dengan kalimat lemah lembut. Hal ini juga dikatakan oleh Umar bin Salamah ra dalam hadis, yakni:
“Ketika masih anak-anak, aku pernah dipangku Rasulullah SAW. Tanganku melayang ke arah sebuah nampan berisi makanan. Rasulullah SAW berkata padaku, “Nak, bacalah Basmalah, lalu makanlah dengan tangan kanan, dan ambillah makanan yang terdekat denganmu!” Maka seperti itulah cara makanku seterusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di lain kesempatan, Rasulullah SAW juga bersabda:
“Mendekatlah, Nak! Bacalah Bismallah, makanlah dengan tangan kanan dan ambillah yang terdekat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Itu artinya, Nabi Muhammad SAW selalu mengajak anak-anak untuk makan dekat dengan beliau dengan ajakan yang lemah lembut. Setelah itu, barulah beliau membimbing mereka tentang cara makan yang baik.
- Saat Anak Sakit
Saat anak sakit adalah salah satu waktu yang tepat untuk memberi nasihat kepada anak, sebab pada kondisi itu biasanya hati anak akan menjadi lebih lembut, sehingga ia mau mendengar nasihat dari orangtua dan mulai menyadari kesalahannya.
Suatu waktu Nabi Muhammad SAW menjenguk seorang anak Yahudi yang tegah sakit. Biasanya, anak itu selalu melayani Nabi. Saat Nabi Muhammad SAW datang ke rumah anak tersebut dan duduk di samping kepalanya, Nabi pun bersabda,
“Islamlah!”
Anak itu memandang ke arah ayahnya yang saat itu juga dekat dengannya.
“Ikutilah Abul Qasim (Nabi Muhammad SAW),” ujar ayahnya.
Anak itu pun akhirnya menyatakan keislamannya. Maka Nabi Muhammad SAW ke luar sambil bersabda, “Alhamdulillah. Allah telah menyelamatkannya dari api neraka.” (HR. Bukhari dari Anas)
Mengapa kisah itu menarik? Sebab Nabi Muhammad SAW lebih memilih mengajak anak itu untuk masuk Islam ketika ia sakit. Padahal selama ini anak tersebut selalu melayani Nabi Muhammad SAW. Itu artinya saat anak itu sakit adalah waktu yang tepat untuk mengajaknya masuk Islam.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa orangtua wajib mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memberi nasihat kepada anak. Pemilihan waktu yang tepat bertujuan agar nasihat yang diberikan bisa diterima oleh anak.