Hukum E-money dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Abdullah bin Sulaiman al-Mani’ menyatakan bahwa menurut pendapat para ulama, yang dimaksud dengan uang adalah sebagai berikut.

“Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa pun media tersebut.”

Abdullah bin Sulaiman al-Mani’, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah : al-Maktab al-Islam, 1996 : 178

Pengertian uang lainnya adalah sebagai berikut.

“Naqd adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.”

Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah fi Dhau ‘al Fiqh wa al-Syari’ah, Beirut : Dar al-Nafa’is, 1999 : 23

Dengan demikian, yang dimaksud dengan uang dalam Islam adalah alat pertukaran yang diterima secara umum, apapun bentuknya, terbuat dari logam atau kertas yang dicetak ataupun bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga berwenang.

Pengertian e-Money

Yang dimaksud dengan uang elektronik atau e-money menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik adalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.

  • Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
  • Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip; dan
  • Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan.

Adapun berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah, yang dimaksud dengan uang elektronik (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur berikut.

  • Diterbitkan atas dasar jumlah nominal uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit.
  • Jumlah nominal uang disimpan secara elektronik dalam suatu media yang teregistrasi.
  • Jumlah nominal uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.
  • Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut.

Hukum e-money dalam Islam

Melalui Fatwanya, MUI menyatakan bahwa hukum e-money atau uang elektronik adalah boleh digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan memperhatikan hal-hal berikut.

  1. Akad yang digunakan antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadi’ah atau akad qardh.
    • Akad wadi’ah adalah akad penitipan uang dari pemegang uang elektronik kepada penerbit dengan ketentuan pemegang uang elektronik dapat mengambil kapan saja sesuai kesepakatan.
    • Akad qardh adalah akad pinjaman dari pemegang uang elektronik kepada penerbit dengan ketentuan bahwa penerbit wajib mengembalikan uang yang diterimanya kepada pemegang kapan saja sesuai dengan kesepakatan.
  2. Akad yang digunakan antara penerbit dengan para pihak dalam dalam penyelenggaraan uang eletronik adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
    • Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran atau upah.
    • Akad ju’alah adalah akad untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
    • Akad wakalah bi al-ujrah adalah akad wakalah dengan imbalan ujrah.
  3. Akad yang digunakan antara penerbit dengan agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, akad ju’alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
  4. Menghindari transaksi yang sifatnya ribawi, gharar, masyir, tadlis, risywah, dan israf. 
    • Pengertian riba menurut Islam adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi dan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak.
    • Gharar adalah akad yang dilakukan dengan penuh ketidakpastian dalam hal kualitas maupun kuantitas obyek akad serta penyerahannya.
    • Masyir adalah setiap akad yang dilakukan dengan penuh spekulasi, tanpa perhitungan yang cermat, untung-untungan, dan tanpa tujuan yang jelas.
    • Tadlis adalah tindakan yang dilakukan penjual yang bertujuan untuk mengelabui pembeli dengan cara menyembunyikan kecacatan obyek akad.
    • Risywah adalah perbuatan memberikan sesuatu yang bertujuan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya, membenarkan yang batil, dan menjadikan sesuatu yang batil sebagai sesuatu yang benar.
    • Israf adalah mengeluarkan harta secara berlebihan.
  5. Menghindari transaksi atas objek yang haram atau maksiat.  
fbWhatsappTwitterLinkedIn