Hukum Jual Beli Kotoran Hewan dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Di bidang pertanian dan perkebunan, kotoran hewan sangat dibutuhkan untuk diolah menjadi pupuk kandang. Hal ini disebabkan pupuk kandang mengandung zat hara yang dapat memperbaiki kesuburan dan struktur tanah. Sebagaimana diketahui, struktur tanah yang baik dapat membuat akar tanaman tumbuh secara baik.

Tanaman pun akan tumbuh dengan baik pula. Itulah sebabnya para petani sangat membutuhkan pupuk kandang. Namun, karena sebagian besar pupuk kandang berupa feses atau kotoran yang dikeluarkan oleh hewan baik di dalam maupun di luar kandang, kesuciannya pun dipertanyakan. Sehingga kebolehan untuk memperjualbelikannya pun dipertanyakan.

Bagaimanakah Hukum Jual Beli Kotoran Hewan dalam Islam?

Ada beberapa pendapat mengenai hukum jual beli kotoran hewan. Sebagian ulama mengatakan bahwa jual beli kotoran hewan hukumnya haram dan sebagian ulama lainnya mengatakan jual beli kotoran hewan dibolehkan. Berikut ulasan singkatnya.

Baca juga:

1. Haram

Menurut kitab-kitab fiqih mahzab Syafii, benda-benda yang mengandung zat najis tidak boleh diperjualbelikan. Dengan demikian, pupuk kandang yang notabene merupakan hasil olahan kotoran hewan tidak boleh diperjualbeilkan karena zatnya najis.

Imam Abu Ishaq al-Ayairazi menjelaskan,

“Adapun benda yang zatnya najis, maka tidak boleh dijual. Hal itu seperti anjing, babi, khamar, kotoran hewan, dan benda najis lainnya.”
(Kitab Al-Muhazzab)

Hal ini dipertegas oleh Imam Nawawi yang mengatakan,

“(Cabang); menjual kotoran hewan yang bisa dimakan dan lainnya serta kotoran burung adalah batil dan hasil penjualannya adalah haram. Ini adalah mahzab kami (ulama Syafiiyah).”
(Al-Majmu)

Dengan demikian, hukum jual beli kotoran hewan dalam Islam menurut mahzab Syafii adalah haram. Lalu bagaimana para petani memperoleh pupuk kandang yang dibutuhkan? Para petani dapat meminta kotoran hewan kepada peternak untuk kemudian diolah menjadi pupuk kandang tanpa melalui transaksi jual beli.

Cara lainnya adalah melalui naqlul yad atau memindahtangankan kepemilikan kotoran hewan dan menukarnya dengan uang. Dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri disebutkan sebagai berikut.

“Boleh memindahkan tangan (kepemilikan) dari benda najis dengan diganti dengan dirham sebagaimana meletakkan jabatan. Caranya, orang-orang yang mempunyai benda najis berkata, ‘Saya meletakkan atau mengguggurkan hakku atas benda ini dengan ganti uang sekian.’ Kemudian yang lain berkata,’Saya terima’”.

2. Mubah

Sebagian ulama membolehkan jual beli kotoran hewan. Alasannya adalah kotoran hewan yang berasal dari hewan yang dagingnya halal dimakan tidaklah najis. Ibnu Hazm berkata,

“Imam Malik berkata, “Kencing binatang yang dagingnya halal dimakan dan kotorannya itu keduanya suci, kecuali kalau binatang tersebut minum air najis, maka kencingnya pada saat itu najis. Demikian juga ayam yang makan barang-barang najis, maka kotorannya pun najis. Dan itu hukumnya haram bahwasannya najis itu termasuk haram.”

Baca juga:

Sementara itu, ulama bermahzab Hanafi membolehkan jual beli kotoran hewan karena ada unsur manfaat didalamnya. Dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh dinyatakan,

“Dan ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan syarat ini (barang yang diperjualbelikan harus suci, bukan najis dan terkena najis). Maka mereka memperbolehkan jual beli barang-barang najis, seperti bulu babi dan kulit bangkai karena bisa dimanfaatkan. Kecuali barang yang terdapat larangan memperjualbelikannya seperti minuman keras, (daging) babi, bangkai dan darah, sebagaimana mereka juga memperbolehkan jual beli binatang buas dan najis yang bisa dimanfaatkan untuk dimakan.

Dan parameternya menurut mereka (ulama Hanafiyah) adalah, semua yang mengandung manfaat yang halal menurut syara’, maka boleh memperjualbelikannya. Sebab, semua makhluk yang ada itu memang diciptakan untuk kemanfaatan manusia.”

Demikianlah ulasan singkat tentang hukum jual beli kotoran hewan dalam Islam. Semoga bermanfaat.

fbWhatsappTwitterLinkedIn