Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan ingin mencapai apa yang dibutuhkannya. Untuk itu, dalam interaksi sosial manusia membutuhkan orang lain untuk bisa saling memenuhi kebutuhan. Hal ini mengakibatkan adanya transaksi ekonomi yang dalam hal ini disebut dengan jual beli. Ada penjual dan pembeli adalah hal yang pasti dalam konteks sosial ekonomi.
Transaksi dan kebutuhan ekonomi tentu saja bagian dari manusia untuk mencapai Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama , Dunia Menurut Islam, Sukses Menurut Islam, Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam.
Secara umum, islam mengatur keseluruhan aspek hidup manusia hingga pada permasalahan ekonomi, khususnya masalah jual beli. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, tentu saja mengatur hal jual beli dalam rangka memberikan kemaslahatan atau tidak terjadi kemudharatan atau dampak buruk dari transaksi yang dilakukan.
Mengingat manusia adalah mahluk yang juga memiliki hawa nafsu (walaupun memiliki akal juga), akhirnya aturan harus ada dan diterapkan agar hawa nafsu manusia tidak mengakibatkan ketidak adilan. Berikut adalah mengenai jual beli dalam islam, yang perlu dipahami dan diketahui oleh ummat islam.
Pengertian Jual Beli
Secara etimologi, Al Bay’u atau jual beli memiliki arti mengambil dan memberikan sesuatu. Hal ini merupakan turunan dari Al Bara sebagaimana orang Arab senantiasa mengulurkan depa ketika melangsungkan akad jual beli agar saling menepukkan tagan. Hal ini sebagai tanda bahwa akad jual beli tersebut sudah terlaksana dan akhirnya mereka saling bertukar uang atau barang.
Secara terminiologi, jual beli memiliki arti transaksi tuka menukar barang atau uang yang berakibat pada beralihnya hak milik barang atau uang. Prosesnya dilaksanakan dengan akad, baik secara perbuatan maupun ucapan lisan. Hal ini dijelaskan dalam kitab Tauhidul Ahkam atau Kitab Hukum Tauhid, 4-211.
Dalam Fiqih Sunnah, jual beli sendiri adalah tukar menukar harta (apapun bentuknya) yang dilakukan mau sama mau atau sukarela atau proses mengalihkan hak milik harta pada orang lain dengan kompensasi atau imbalan tertentu. Menurut fiqh sunnah, hal ini boleh dilakukan asalkan masih dalam koridor syariat. Seperti harta dan barang yang dijual belikan adalah halal, bukan benda haram, atau asalnya dari jalan yang haram.
Aturan Jual Beli dalam Islam
Dalam islam, aturan jual beli disampaikan dalam ayat-ayat, hadist, serta berbagai pendapat ulama mengenai hal tersebut. Tentu saja aturan ini berdasarkan pada nilai dasar dari rukun islam , rukun iman , Fungsi Iman Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat Manusia. Hal ini dapat dipahami dari beberapa dalil dibawah ini mengenai jual beli menurut islam .
- Dalam Al Quran
Di dalam Al-Quran surat Al Baqarah 275, dijelaskan bahwa Allah menghalalkan adanya Jual beli. Yang diharamkan oleh Allah adalah riba, untuk itu, proses jual beli adalah suatu yang halal dan tidak dilarang. Dalilnya sebagaimana ayat berikut:
“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS Al Baqarah: 275)
Dalam syariat islam tidak melarang jual beli karena ada manfaat dan tujuan sosial yang ingin diraih. Manusia membutuhkan aspek ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hiudpnya. Jika hal ini dilarang tentu saja manusia akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, padahal sangat banyak kebutuhan hidup manusia dan tidak dapat dipenuhi secara sendirian.
- Dalam Sunnah Rasul
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim)
Dalil hadist di atas mensyariatkan bahwa proses jual beli adalah hal yang diperbolehkan. Begitupun dengan barang yang berbeda jenisnya hal ini diperbolehkan asalkan tidak merugikan salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi.
Syarat-Syarat Jual Beli dalam Islam
Dalam konteks masyarakat terkadang proses jual beli ini diremehkan begitu saja, apalagi banyak orang yang tidak menjalankan proses jual beli ini berdasarkan aturan islam. Tentu saja akhirnya terjadi beragam ketidakadilan dan kedzaliman seperti penipuan, riba, dan lain sebagainya. Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan umat islam agar hal itu tidak terjadi, dan melaksnakannya berdasarkan syariat islam.
“Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Maktabah Asyamilah)
Adapaun yang disampaikan oleh Umar Ibnu Khatab RA, “Yang boleh berjualan di pasar kami ini hanyalah orang-orang yang faqih (paham akan ilmu agama), karena jika tidak, maka dia akan menerjang riba.”
Berikut adalah syarat-syarat jual beli menurut islam yang perlu diperhatikan umat islam, agar jual beli terlaksana dengan adil dan seimbang.
- Transaksi di Lakukan dengan Ridha dan Sukarela
“janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (QS. An-Nisaa: 29)
Ayat ini diperjelas bahwa kedua belah pihak harus berkompeten untuk melakukan transaksi jual beli. Mereka adalah orang orang yang paham mengenai jual beli, mampu menghitung atau mengatur uang, dan dilakukan dengan kesadaran. Anak kecil yang tidak pandai atau belum mengetahui masalah jual beli maka lebih baik orang tuanya yang mengatur. Orang gila tentu saja tidak boleh dan dipaksa untuk membeli. Transaksi jual beli tidak boleh dilakukan secara terpaksa, namun karena kebutuhan dan sukarela antara dua belah pihak. Jika tidak maka salah satu pihak akan dirugikan.
- Barang Bukan Milik Orang Lain
“Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)
Dari hadist di atas dijelaskan bahwa barang yang dijual bukanlah milik orang lain. Untuk itu harus pasti, miliknya adalah milik pribadi, atau harta pemberian tidak masalah asalkan berasal dari sumber yang berkah dan halal, jelas status kepemilikannya.
- Larangan Jual Beli Hasaath
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim)
Hal ini disampaikan dalam hadist di atas bahwa dilarang jual beli dengan kerikil yang dilempar untuk menentukan barang. Hal ini berarti mereka tidak bisa memilih, memilah barang yang sesuai keinginan dan sesuai kualitas barangnya.
- Menjelaskan Cacat Barang
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu Majah)
Jika terdapat cacat maka penjual harus memberikan informasi mengenai cacat barang-nya, tidak boleh ditutupi. Hal ini tentu akan mengecewakan dan menipu pembeli. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah dalam hadist berikut,
“Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban)
Begitulah mengenai cara dan syarat untuk transaksi jual beli, sebagaimana Allah mengalalakan jual beli dan jual beli bukanlah riba. Keuntungan yang didapatkan oleh penjual adalah sebagai jasa dan hak-nya asalkan benar-benar sesuai dengan perhitungan yang adil dan tidak mendzalimi salah satu pihak.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)