Ekonomi

Pengelolaan Baitul Maal pada Masa Rasulullah

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Di masa Nabi Muhammad SAW, pemerintahan memiliki badan administratif untuk mengurus kepentingan umum, diantaranya yaitu:

  • Pemimpin adalah Rasulullah SAW sendiri, dibantu oleh sahabat atau murid beliau.
  • Panglima Perang. Kadang Rasulullah SAW langsung seperti dalam beberapa peperangan.
  • Industri, seperti pembuatan mimbar dan lain sebagainya.
  • Peradilan, termasuk di dalamnya hisbah.
  • Baitul Maal, yaitu lembaga yang mengurusi pendapatan dan belanja negara.

Struktur pemerintahan yang sederhana ini dikarenakan memang kebutuhan untuk menyelesaikan problematika kehidupan pada masa itu sudah cukup.

Berbeda dengan kondisi sekarang yang memiliki problem beraneka ragam sehingga membutuhkan struktur yang lebih komplek, namun komprehensifnya Islam bisa menjawab persoalan itu.

Rasulullah SAW sebagai pemimpin bertanggungjawab penuh terhadap kesejahteraan umatnya. Sekalipun masih dalam bentuk-bentuk yang sangat sederhana, pengelolaan keuangan publik di masa Rasulullah SAW ini menginspirasi para umat muslim sesudah beliau. Prinsip keuangan publik modern seperti sekarang pun juga dilakukan oleh Rasulullah SAW dulu.

Keuangan negara di masa pemerintahan Rasulullah SAW masih sangat terbatas jumlahnya. Namun sedikitnya kas negara itu tidak berarti negara dalam keadaan defisit anggaran.

Hal demikian terjadi karena Rasulullah SAW tidak pernah menyimpan harta sedikit pun dalam waktu yang singkat. Karena harta yang ada langsung dialokasikan sesuai dengan keperluan yang ada.

Aktifitas pengelolaan keuangan publik pada masa Rasulullah SAW misalnya kebijakan mempersaudarakan kaum muhajirin dengan anshar dalam aspek muamalah, harta dan seluruh urusan mereka.

Orang-orang anshar sangat dermawan kepada saudara-saudaranya muhajirin. Mereka memberikan harta dan pendapatannya serta bersama-sama dalam memenuhi kebutuhan dunia.

Para saudagar dan petani sama-sama menyumbangkan keahliannya masing-masing. Para saudagar muslim membuat jaringan pasar baru. Abdurrahman bin Auf menjual mentega dan keju, pedagang muslim yang lain juga berniaga sampai mereka mengendalikan pasar Madinah dalam urusan perdagangan.

Para sahabat yang tidak memiliki kesibukan berdagang, seperti Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya, mereka menggarap lahan pertanian di kebun-kebun pemberian kaum anshar. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعَهَا أَوْلِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ

Barang siapa memiliki tanah (persawahan) maka hendaklah dia menanaminya atau diberikan kepada saudaranya, jika tidak mau menjalankan maka tahanlah tanahnya itu. (HR. Bukhori dan Muslim)

Rasulullah SAW juga berkerja sama dengan kaum Yahudi. Mereka adalah ahlu al dzimmah yang berhak memperoleh perlindungan dan hak yang sama dalam transaksi apapun bersama kaum muslim.

Rasulullah saw pernah menarik kembali pemberiannya kepada Abyadh bin Hamal setelah mengetahui bahwa yang diberikannya itu tambang garam yang depositnya melimpah. Sebagaimana hadits riwayat Imam Tirmidzi dalam sunannya berikut:

Dari Abyadh bin Hamal, sesungguhnya dia bermaksud meminta tambang garam kepada Rasulullah SAW maka Rasul pun memberikannya. Setelah diberikan, berkatalah seseorang dalam majelis itu: “Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan tambang laksana air yang terus mengalir” Akhirnya Rasul saw bersabda: “Kalau begitu, tarik kembali”

Ini artinya tambang yang depositnya melimpah menjadi tanggungjawab negara, mengelolanya untuk kemudian digunakan sebesar-besar kemakmuran umat.

Point-point di atas terkait dengan pendapatan negara di masa Rasulullah SAW. Adapun beberapa contoh pos-pos pengeluarannya sebagai berikut:

  • Pemenuhan kebutuhan vital masyarakat (pendidikan, keamanan dan kesehatan)
  • Pemenuhan kebutuhan pokok individu rakyat (sandang, pangan dan papan)
  • Untuk keperluan jihad dan dakwah
  • Untuk gaji pegawai negara dan untuk semua kemaslahatan masyarakat seperti pembangunan jalan, pengairan dan lain-lain

Alokasi kekayaan negara oleh lembaga negara di masa Rasulullah SAW misalnya sebagaimana pernyataan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Barry: “Ibnu Mundzir menyebutkan bahwa Zaid bin Tsabit mengambil gaji sebagai qodhi”.

Dalam rangka menjaga stabilitas pasar, Rasulullah SAW bahkan turun langsung ke pasar-pasar, semacam aksi mendadak (sidak) sehingga pernah beliau menjumpai seorang pedagang gandum berlaku curang, yaitu dengan menyembunyikan gandum basah dibawah gandum kering sebagaimana masyhur dalam hadits shubroh al tha’am.

Rasulullah SAW juga menolak ketika diminta untuk mematok harga (tas’ir) sebagaimana hadits riwayat Imam Ahmad berikut:

Dari Anas bin Malik r.a berkata: Pada masa Rasulullah saw di Madinah pernah terjadi lonjakan harga, manusia berkata: “Wahai Rasulullah, harga-harga melonjak, maka patoklah harga-harga itu untuk kami” Rasul saw menjawab, “sesungguhnya Allahlah Dzat yang maha menetapkan harga, yang mencengkeram dan memaksa dan maha memberi rezki. Dan aku tidak berharap kelak ketika menghadap Allah sementara ada seseorang yang menuntutku karena suatu kedzoliman yang telah aku lakukan kepadanya baik dalam urusan darah ataupun harta”

Rasulullah SAW juga pernah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman untuk menarik zakat, sebagaimana hadits shohih riwayat Imam Bukhori berikut:

Sampaikan kepada mereka bahwa Allah swt telah mewajibkan mereka membayar zakat atas harta-harta mereka, yang diambil dari kalangan mereka yang kaya dan disalurkan kepada mereka yang fakir”.

Kekayaan negara juga dialokasikan untuk pendidikan. Pada masa Rasulullah SAW, lembaga pendidikan menyatu dengan masjid dimana setiap saat Rasulullah SAW langsung mengajar para sahabatnya, seperti Abu Dzar, Abu Hurairah, Salman al-Farisi dan lain-lain. Biaya hidup mereka dijamin oleh baitul maal.

Pada akhir periode Rasulullah SAW, dasar-dasar pengaturan pengelolaan keuangan publik Islam sudah dibakukan dengan regulasi tasyri yang kokoh. Maqashid al syar’i yang terkait dengan penjagaan terhadap harta (hifdzu al maal) yang dijalankan Rasulullah SAW menjadi master plan untuk dilanjutkan oleh para pengganti Rasulullah SAW di periode-periode berikutnya.

Rasulullah SAW menjadi teladan sempurna bagi para pengikutnya ketika mengurusi urusan umat dalam seluruh aspek kehidupan yang dihadapinya. Baik di sektor privat, di tengah-tengah komunitas masyarakat maupun dalam rangka menjaga, mempertahankan dan menyebarkan sistem-sistem Islam.

Recent Posts

Sejarah Masuknya Islam di Kota Cirebon

Masuknya Islam ke Kota Cirebon, seperti banyak wilayah di Nusantara, dipengaruhi oleh berbagai faktor sejarah…

20 hours ago

Islam di Jepang

Di Jepang, Islam adalah salah satu agama minoritas, dengan jumlah umat Muslim yang relatif kecil…

20 hours ago

Islam Di Negara Nauru

Nauru adalah sebuah negara kepulauan di Pasifik Tengah yang memiliki populasi kecil dan mayoritas penduduknya…

20 hours ago

Islam Di Negara Nauru

Nauru adalah sebuah negara kepulauan di Pasifik Tengah yang memiliki populasi kecil dan mayoritas penduduknya…

20 hours ago

Perbedaan Kafir Harbi dan Dzimmi

‎أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ قُلْ  لِّلَّذِيْنَ  كَفَرُوْا  سَتُغْلَبُوْنَ  وَتُحْشَرُوْنَ  اِلٰى  جَهَنَّمَ   ۗ وَبِئْسَ  الْمِهَا دُ “Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, Kamu…

3 months ago

4 Contoh Syariat Islam yang di Terapkan dalam Kehidupan Sehari-Hari

Syariat Islam adalah hukum yang terdapat dalam ajaran islam untuk mengatur kehidupan manusia. Hal ini…

3 months ago