Aqiqah merupakan suatu bentuk penebusan atas kelahiran seorang bayi dengan melakukan pengorbanan hewan berupa kambing atau domba yang berdasarkan syari’at Islam. Menurut pendapat para ulama, hukum aqiqah dalam Islam ialah sunah muakkad, sebagaimana yang tertulis dalam dalil berikut ini.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ-صلى الله عليه وسلم-قَالَ «كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى»
Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud no. 2838, An-Nasai no. 4220, Ibnu Majah nol. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid dalam fatwanya menyatakan,
اَلْعَقِيْقَةُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ، وَلَا إِثْمَ عَلَى مَنْ تَرَكَهَا
“Hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah. Sehingga, tidak ada dosa bagi mereka yang meninggalkannya.”
Dalam Islam, aqiqah seorang anak laki-laki ialah dua ekor kambing dan aqiqah seorang anak perempuan ialah satu ekor kambing. Hal ini tertulis dalam hadist berikut ini.
عن عمرو بن شعيب عن أبيه أراه عن جده قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْهُ فَلْيَنْسُكْ ، عَنْ الْغُلامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ ، وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
Dari Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, barangsiapa yang melahirkan seorang anak jika ingin mengaqiqahi, maka hendaknya mengaqiqahi. Jika anak yang lahir laki-laki, maka aqiqah dengan dua kambing. Jika anak yang terlahir perempuan, maka cukup dengan satu kambing. (HR. Abu Daud, no. 2842. Hadits ini dianggap hasan oleh al-Albani dalam kitab, shahih Abi Daud)
Aqiqah ini dilakukan oleh orang tua untuk anaknya. Pada umumnya dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran anaknya. Namun, tidak semua orang tua mampu secara finansial untuk melakukan aqiqah anaknya. Ada kalanya mereka baru mampu setelah anak beranjak dewasa atau baligh. Lalu, bagaimanakah hukum aqiqah ketika dewasa?
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hukum akikah adalah sunnah mu’akkad. Akikah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran akikah ini menjadi tanggung jawab ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu dianjurkannya akikah (misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan fakir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk akikah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghobun: 16)
Namun apabila ketika waktu dianjurkannya akikah, orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka akikah masih tetap jadi perintah bagi ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.” (Liqo-at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, kaset 214, No. 6)
Jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh karena adanya faktor tertentu, boleh untuk melaksanakannya di hari yang lain setelahnya. Lebih utama untuk segera melaksanakannya, dan tidak berdosa jika harus mengakhirkannya. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, 11/934)
Itulah ulasan mengenai hukum aqiqah ketika dewasa. Semoga bermanfaat untuk Anda!