Pernikahan merupakan hal yang penting, baik dalam agama maupun negara. Dengan adanya pernikahan maka menjalin hubungan secara resmi antara kedua belah pihak, baik wanita maupun pria. Dalam Agama Islam sendiri ada beberapa tata cara dan aturan untuk melaksanakan pernikahan.
Terutama pernikahan merupakan salah satu ibadah yang sangat penting dan besar, bahkan dianggap sebagai salah satu ibadah yang paling panjang manusia. Dalam artikel ini kita akan membahas mengenai pernikahan saja tetapi Kita juga akan membahas mengenai hukum ayah kandung yang tidak mau menjadi wali nikah.
Wali Nikah dalam Islam
Dalam hukum Islam, etika melakukan akad nikah ataupun prosesi penyerah tanggung jawab secara agama kepada ayah ke calon suami, merupakan hal yang sangat sakral dan juga penting. Proses ini menjadi prosesi utama dan yang paling penting yang harus dilakukan agar sah di mata agama Islam.
Seorang anak perempuan wajib dinikahkan oleh ayah kandungnya agar pernikahan sah. Apabila anak tersebut adalah anak yang sah atau lahir dari sebuah pernikahan yang resmi secara agama. Kenali juga hukum ayah menghamili anak kandung.
Namun, jika anak perempuan tersebut adalah anak yang berasal dari hubungan diluar nikah, maka tidak diperbolehkan untuk di-wali-kan oleh ayah kandungnya. Ketahui hukum ayah menelantarkan anak kandung.
Selain ayah kandungnya ada beberapa keluarga lain yang bisa melakukan proses ini, apabila ayah kandung terkait telah meninggal, sakit dan dalam kondisi tidak memungkinkan misalnya koma, hilang akal maka dapat digantikan oleh:
- Wali dekat
- Ayah kandung
- Kakek dari ayah
- Wali ab’ad
- Saudara kandung laki laki
- Paman/Pakde dari pihak ayah
- Sepupu laki-laki kandung dari pihak ayah
- Keponakan seayah kandung
Baca Juga : Hukum Warisan Ayah Tiri Menurut Islam
Selain pihak di atas, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh wali nikah diantaranya adalah berakal, laki-laki keluarga (jika tidak ada baru menggunakan wali hakim dari KUA), dan muslim seperti dalam surat Ali Imran ayat 28:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّٰهِ فِي شَيْءٍ
Artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.”
Hukum Ayah Kandung yang Tidak Mau Menjadi Wali Nikah
Setelah memahami mengenai beberapa syarat dan juga siapa saja yang dapat melakukan wali nikah. Bagaimana jika kasusnya ayah kandung masih hidup dan sehat serta berakal dan ia juga memeluk agama Islam atau menjadi seorang muslim, namun tidak mau menikahkan putrinya ataupun tidak berkenan untuk menjadi wali nikah?
Faktanya apabila seorang ayah kandung menghalangi seorang putrinya untuk melakukan prosesi pernikahan dengan alasan yang tidak sah. Misalnya saja melarang putrinya untuk melakukan pernikahan dengan orang kafir, pria yang bukan muslim, saudara sekandung atau se-ayah. Maka sikap ayah tersebut diharamkan oleh Allah.
Hal ini telah jelas dilarang oleh Allah SWT, dalam firmanNya untuk ayah kandung atau wali nikah
“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya.” (QS. Al-Baqarah: 232).
Selama para wali berasal bahwa calon yang dimiliki oleh putrinya telah cocok dan baik maka tidak boleh seorang ayah kandung menolak untuk melakukan ijab qabul atau akad sesuai proses agama dan menjerumuskan putrinya dalam hubungan yang diharamkan.
Adanya pernikahan ini juga membantu menghindari keluarga dari dosa dan mendukung pernikahannya secara sah agama.
Lantas bagaimana jika ayah kandung-nya masih hidup dan tidak mau melakukan proses ijab qabul? Apakah kita bisa melakukannya dengan orang lain? Pertanyaan ini sekali muncul atau bahkan terjadi di masyarakat.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إذا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ (رواه الترمذي، وحسَّنه الألباني في صحيح سنن الترمذي برقم 865
“Apabila ada orang yang engkau rela agama dan akhlaknya datang melamar (puteri) mu, nikahkanlah dia. Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Tirmizi. Dihasankan oleh Al-Albany dalam Shahih Sunan Tirmizi, no. 865).
Penjelasan ini sudah sangat lengkap, bahwa adanya kondisi yang sekufu(sepadan) antara mempelai wanita dan pria maka tidak ada lagi yang bisa menghalangi alasan keduanya untuk menikah. Terutama jika pihak wanita dan pria adalah muslim.
Apabila ternyata pihak ayah kandung tidak ingin menikahkan dengan alasan diluar dari syariat dan juga sah-nya pernikahan Islam maka diperbolehkan untuk memberikan hak tersebut kepada wali nikah terdekat lainnya dan hal tersebut tetap sah dilakukan. Menjadi wali nikah merupakan salah satu peran ayah dalam keluarga.
Al-Mardawaih pernah mengatakan dengan kalimat ‘Kalau (wali) terdekat menghalangi, maka wali berikutnya yang menikahkannya’ Hal ini merupakan pendapat yang sahih dalam mazhab serta dipilih dengan banyak pengikut mazhab.
Syekh Taqiyuddin rahimahullah berkata, ‘Di antara gambaran menghalangi yaitu saat pelamar terhalangi dari pinangannya karena sikap keras wali.‘ (Al-Inshaf, 5/74) Penjelasan ini menggambarkan selama bukan ditentang karena syariat Islam ayah kandung yang menghalami jelas haram dan wali dapat dialihkan kepada wali terdekat. Selain itu bisa juga mengetahui hidayah dari Allah.