Hukum Bayi Tabung Menurut Islam dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Bayi tabung atau dikenal juga sebagai pembuahan in vitro merupakan teknik pembuahan atau inseminasi yakni pembuahan sel telur di bagian luar tubuh wanita. Bayi tabung merupakan metode yang dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi masalah kesuburan atau tidak bisa memperoleh keturunan saat berbagai metode lain tidak berhasil untuk dilakukan.

Hukum Bayi Tabung dan Inseminasi Dalam Islam

Ada beberapa hukum yang bekaitan dengan bayi tabung dan juga inseminasi buatan di dalam rahim menurut pandangan Islam, yakni:

  1. Mendatangkan Pihak Ketiga Sehingga Haram

Metode bayi tabung dan juga inseminasi merupakan metode yang mempergunakan pihak ketiga selain dari suami dan istri dalam memanfaatkan sperma, sel telur atau rahim dan juga bisa dilaksanakan sesuah berakhir sebuah ikatan perkawinan. Dengan penggunaan pihak ketiga ini, maka metode bayi tabung dikatakan haram seperti pendapat banyak ulama mu’ashirin.

Nadwah Al Injab fi Dhouil Islam yang merupakan sebuah musyawarah para ulama di Kuwait 11 sya’ban 1403 H [23 Maret tahun 1983] sudah berdiskusi mengenai bayi tabung ini dan menghasilkan keputusan. Musyawarah ini menghasilkan keputusan berhubungan dengan bayi tabung, hukumnya diperbolehkan secara syar’i apabila dilakukan antara suami dan istri, masih mempunyai ikatan suami istri dan bisa dipastikan jika tidak terdapat campur tangan nasab lainnya.

Akan tetapi, sebagian para ulama juga bersikap hati-hati dan tetap tidak memperbolehkan supaya tidak terjadi perbuatan yang terlarang. Ini akhirnya membulatkan kesepakatan jika hukum bayi tabung adalah haram apabila terdapat pihak ketiga yang ikut andil dalam mendonorkan sperma, sel telur, janin atau pun rahim.

  1. Menggunakan Rahim Wanita Lain Adalah Haram

Apabila metode dengan inseminasi buatan yang terjadi di luar rahim antara sperma dan sel telur dan ri suami istri sah akan tetapi fertilisasi atau pembuahan dilaksanakan pada rahim wanita lainnya yang merupakan istri kedua dari pemilik sperma, maka para ulama memiliki perbedaan pendapat dan lebih tepatnya tetap diharamkan sebab ada peran pihak ketiga dalam pelaksanaannya.

  1. Bayi Tabung Pada Masa ‘Iddah Hukumnya Haram

Apabila metode yang dilakukan yakni bayi tabung dan inseminasi sesudah wafat sang suami, maka para ulama juga memiliki perbedaan pendapat dan tetap mengharamkan sebab sang suami sudah wafat sehingga akan pernikahan juga sudah berakhir. Jika masa inseminasi dilakukan pada ‘iddah, maka ini menjadi pelanggaran karena saat berada dalam masa ‘iddah masih membuktikan rahim tersebut kosong.

Artikel terkait:

  1. Diperbolehkan Dalam Ikatan Suami dan Istri

Apabila inseminasi buatan atau bayi tabung dilakukan saat masih berada dalam ikatan suami istri, maka metode tersebut diperbolehkan oleh kebanyakan ulama kontemporer sekarang ini. Namun, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni:

  • Dilaksanakan atas ridho suami dan istri.
  • Inseminasi akan dilaksanakan saat masih berada dalam status suami istri.
  • Dilaksanakan sebab keadaan yang darurat supaya bisa hamil.
  • Perkiraan dari dokter yang kemungkinan besar akan memberikan hasil dengan cara memakai metode tersebut.
  • Aurat wanita hanya diperkenankan dibuka saat keadaan darurat dan tidak lebih dari keadaan darurat.
  • Yang melakukan metode adalah dokter wanita atau muslimah apabila memungkinkan. Namun jika tidak, maka dilakukan oleh dokter wanita non muslim. Cara lain adalah dilakukan oleh dokter pria muslim yang sudah bisa dipercaya dan jika tidak ada pilihan lain maka dilakukan oleh dokter non muslim pria.
  1. Bayi Tabung Dengan Jenis Kelamin Sesuai Keinginan

Inseminasi buatan atau bayi tabung dilakukan untuk menghasilkan anak dengan jenis kelamin yang sesuai dengan keinginan memiliki dua rincian yakni:

  • Memiliki Tujuan Untuk Menyelamatkan Penyakit Turunan

Memilih jenis kelamin bayi tabung sesuai keinginan bisa dilakukan apabila tujuannya untuk menyelamatkan penyakit turunan yakni apabila anak yang terlahir berjenis kelamin laki – laki atau perempuan, maka ini akan membuat janin dalam kandungan meninggal atau mewarisi penyakit turunan dari orang tua. Oleh karena itu, penentuan jenis kelamin dalam keadaan darurat seperti ini diperbolehkan.

  • Tidak Diperbolehkan Jika Hanya Mengikuti Keinginan

Sementara itu, apabila pemilihan jenis kelamin anak ditentukan sesuai keinginan saat proses bayi tabung hanya berdasarkan keinginan pasangan tanpa hal yang darurat atau mendasar, maka hal ini tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan untuk mempunyai anak sebetulnya masih memungkinkan namun tetap tidak boleh keluar dari cara yang sudah dibenarkan yaitu dengan cara inseminasi alami. Ditambah lagi dengan inseminasi, ada beberapa pelanggaran yang sudah dilakukan sehingga hanya boleh keluar dari inseminasi alami apabila mengalami keadaan yang darurat saja.

Artikel terkait:

Alasan Diperbolehkan Bayi Tabung

Ada juga beberapa alasan yang membuat metode bayi tabung dan juga inseminasi di luar lahir wanita diperbolehkan yaitu:

  • Bayi tabung atau inseminasi buatan dilaksanakan karena sedang berobat.
  • Mempunyai anak menjadi kebutuhan darurat sebab dengan tidak adanya keturunan, maka hubungan antara suami istri bisa mengalami keretakan karena sering terjadi perselisihan.
  • Majma’ Al Fiqh Al Islami mengatakan jika kebutuhan istri yang tidak hamil dan juga keinginan sang suami akan keturunan dianggap sebagai tujuan yang syar’i sehingga bisa dilakukan dengan cara yang mubah yakni bayi tabung atau inseminasi buatan.

Dalil Syar’i Dasar Hukum Mengharamkan Bayi Tabung

Ada beberapa dalil syar’i yang menjadi landasan hukum utama sehingga menyatakan haram pada proses bayi tabung dan juga inseminasi buatan dengan cara donor.

  1. Surat Al-Isra ayat 70

“Dan sesungguhnya telah Kami meliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

  1. Surat At-Tin ayat 4

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.

Dari kedua ayat tersebut, memperlihatkan jika manusia sudah diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang memiliki keistimewaan melebihi dari makhluk Allah yang lainnya. Allah sendiri sudah memuliakan manusia, sehingga sudah sepantasnya manusia untuk juga menghormati martabatnya sendiri sekaligus menghirmati martabat sesama manusia. Bayi tabung atau inseminasi buatan yang dilakukan dengan cara donor mengartikan merendahkan harkat manusia yang disejajarkan dengan hewan yang di inseminasi.

Artikel terkait:

Hadits Nabi Mengenai Bayi Tabung

“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)’’. [riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadits ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban]

Ijtihad Ulama Mengenai Bayi Tabung

Berikut ini adalah pernyataan para tokoh ulama terkait melakukan proses bayi tabung, diantaranya:

a. Majelis Ulama Indonesia [MUI]

Dalam fatwa dinyatakan jika bayi tabung dengan sperma dan sel telur pasangan suami istri sah menurut hukum mubah diperbolehkan. Hal ini bisa terjadi karena masuk ke dalam ikhtiar yang didasari kaidah agama. Akan tetapi, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami istri yang menggunakan rahim perempuan lain sebagai sarana dan ini adalah haram hukumnya.

Para ulama menegaskan jika dikemudian hari, hal tersebut mungkin akan menimbulkan masalah sulit dan berkaitan dengan warisan. Dalam fatwanya, para ulama MUI juga membuat keputusan jika bayi tabung yang berasal dari sperma yang sudah dibekukan dari sumai yang sudah meninggal juga haram hukumnya sebab akan menimbulkan masalah berhubungan dengan penentuan nasab atau warisan.

Sedangkan proses bayi tabung yang berasal dari sperma dan sel telur yang tidak berasal dari pasangan suami istri sah, maka fatwa MUI sudah secara tegas menyatakan jika hal ini adalah haram hukumnya dengan asalam status yang sama dengan hubungan kelamin lawan jenis di luar pernikahan sah atau zina.

b. Nahdlatul Ulama [NU]

Nu sudah membuat ketetapan fatwa berkaitan dengan masalah bayi tabung pada forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta tahun 1981 dengan 3 buah keputusan yakni:

  1. Keputusan Pertama

Apabila bayi tabung masuk ke dalam rahim wanita bukan berasal dari mani suami dan istri sah, maka bayi tabung tersebut adalah haram. Ini didasari dengan hadist Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, ““Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.

  1. Keputusan Kedua

Jika sperma bayi tabung milik suami istri sah namun cara mengeluarkannya tidaklah muhtaram, maka haram juga hukumnya. Mani muhtaram merupakan mani yang dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang syara’. Apabila mani yang dikeluarkan suami dibantu dengan tangan istri, maka juga masih diperbolehkan sebab istri menjadi tempat untuk melakukan hal tersebut.

  1. Keputusan Ketiga

Jika mani pada bayi tabung merupakan mani suami istri yang dikelaurkan dengan ara muhtaram dan juga masuk dalam rahim istri, maka hukum bayi tabung tersebut adalah mubah atau diperbolehkan.

Artikel terkait:

Oleh karena masalah bayi tabung atau Athfaalul Anaabib tidak mempunyai hukum secara spesifik dalam Al Quran dan As Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik, maka untuk menyelesaikan permasalahan ini harus dikaji menurut hukum Islam yakni dengan memakai ijtihad yang sudah lazim digunakan para ahli ijtihad supaya bisa ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan juga jiwa Al Quran serta As Sunnah yang dijadikan sumber pokok hukum Islam.

fbWhatsappTwitterLinkedIn