Bulan penuh ampunan telah tiba, walaupun merupakan bulan penuh ampun tidak serta merta hal-hal yang dilarang oleh Agama dengan mudah dilakukan karena iming-iming kata ampunan tersebut. Semua hal yang dilarang tidak dapat ditawar dan hukumnya bagi kaum muslimin adalah wajib untuk dipatuhi.
Selain memang kewajiban, hal yang sudah dilarang oleh Allah pasti akan ada alasan yang membawa syafaat bagi diri kita sendiri atau orang lain. Apalagi di bulan puasa ini kita diwajibkan untuk menahan hawa nafsu.
Hawa nafsu disini selain menahan emosi, juga harus menahan dorongan seksual yang ada pada tiap manusia yang sudah baligh dan menikah.
Bagi muda-mudi atau pasangan perempuan dan laki-laki yang sedang kasmaran, berduaan memadu kasih memang menyenangkan. Namun, bagaimana kalau itu dilakukan saat sedang puasa Ramadan?
Islam sendiri sebenarnya tidak mengenal istilah pacaran. Justru perbuatan tersebut dilarang oleh Allah SWT karena belum dihalalkan nya pasangan tersebut membuat banyak kemudharatan yang nantinya dikhawatirkan akan terjadi.
Pacaran adalah hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang berada di luar hubungan pernikahan. Perilaku ini merupakan perbuatan zina, karena berpergian hanya berdua tanpa mahrom. Hal yang sudah pasti diharamkan dalam Islam.
Ada dalil mengenai hal tersebut, yaitu :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali berkhalwat (berduaan) dengan perempuan yang bukan mahram karena yang ketiga di antara mereka adalah setan,” (HR Ahmad).
Hadits ini menunjukkan seorang laki-laki yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir dilarang berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya. Bahkan, menurut Imam Abu Ishaq asy-Syirazi, salat berdua dengan yang bukan mahram pun dimakruhkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam kitab Al-Muhadzdzab berikut ini:
“Dimakruhkan seorang laki-laki shalat dengan seorang perempuan ajnabiyyah karena didasarkan pada sabda Nabi SAW, ‘Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan perempuan karena yang ketiga di antara mereka adalah setan.” (Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, I, h. 98).
Menurut Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab bahwa yang dimaksud dengan makruh oleh Imam Abu Ishaq asy-Syirazi dalam konteks ini adalah makruh tahrim yang statusnya sama dengan haram. “Yang dimaksud makruh (dalam pernyataan Abu Ishaq Asy-Syirazi di atas) adalah makruh tahrim. Hal ini apabila si laki-laki tersebut berduaan dengan seorang perempuan ajnabiyyah atau bukan mahramnya.” (Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz IV, h. 173).
Dari sini dapat dipahami berduaan saja dengan lawan jenis yang bukan mahramnya bahkan sampai salat berduaan dengannya saja pun diharamkan, apalagi sampai berpandangan dengan mesra dan bergandengan tangan.
Sebenarnya dalam islam istilah yang ada adalah ta’aruf, namun seiring perkembangan waktu dan zaman, istilah tersebut di arahkan ke arah yang tidak benar yaitu pacaran.
Ta’aruf sendiri mempunyai arti saling berkenalan, namun didampingi dan dikawal dengan mahramnya. Karena memang sesungguhnya diantara laki-laki dan perempuan tidak boleh berduaan dalam suatu tempat. Maka dari itu ta’aruf dilakukan didampingi dengan mahram dari masing-masing kedua pihak calon pengantin.
Ta’aruf digunakan untuk saling mengetahui profil dari masing-masing calon pengantin. Setelah dirasa menemukan kecocokan, akan dilanjutkan ke tahapan khitbah. Baru setelah khitbah akan dilangsungkan pernikahan.
Namun zaman sekarang ta’aruf sendiri disalah artikan menjadi proses pengenalan yang lebih bebas, membebaskan hawa nafsu, dan menjadikan proses yang awalnya sesuai dengan syariat jadi melenceng dari petunjuk agama.
Pacaran di bulan apapun haram hukumnya, apalagi dilakukan di bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat dan ampunan. Tentu saja dosanya jauh lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Namun jika berkaitan dengan puasa Ramadhan yang dilakukannya, statusnya adalah puasanya tidak sah. Dan hal tersebut sangat merugikan, mengingat betapa kita menahan makan dan minum sehari penuh dan puasa kita tidak sah hukumnya.
Larangan untuk berduaan dengan pasangan yang belum halal ini, terdapat dalam sebuah hadist:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali berkhalwat (berduaan) dengan perempuan yang bukan mahram karena yang ketiga di antara mereka adalah setan,” (HR Ahmad).
Selain itu, pacaran juga dianggap maksiat karena termasuk perbuatan zina yang tak dapat dihindari. Dari Abu Hurairah, Rasullullah bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan mendapat bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa dielakkan. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Karena telah mengetahui hal tersebut diharamkan dalam agama Islam alangkah lebih baik jika kita menjauhi hal tersebut agar selalu berada di dalam perlindungan-Nya.
Wallahu a’lam