Hukum Islam

Hukum Bersalaman dengan Non Muslim, Bolehkah?

√ Islamic Base Pass quality & checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum permasalahan ini.

إذا مد الكافر يده للمصافحة فمدها وصافحه؛ لأن النبي – صلى الله عليه وسلم – إنما نهى عن ابتدائه أن نبدأهم بالسلام أما إذا بدؤا هم أو صافحونا ابتداءً نصافحهم لكن لا نمد أيدينا للمصافحة نحن، فصار الكافر إن سلم فرَّد عليه، وإن مد يده فمد يدك إليه، وإن لم يسلم فلا تسلم عليه، وإن لم يصافح فلا تصافح، وخذ هذه الآية الكريمة: ﴿وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا﴾[النساء: 86]

“Apabila orang kafir menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan maka julurkan tanganmu dan jabatilah ia. Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam hanya melarang untuk memulainya. Yaitu kita memulai mengucapkan salam kepada mereka. Jika orang kafir tidak mengucapkan salam jangan mengucapkan salam kepadanya !.

Jika mereka tidak salam jangan ucapkan salam kepada mereka. Dan jika mereka tidak mengajak Jabat tangan jangan berjabat tangan.

Dan ambilah ayat yang mulia ini :

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”
(QS An-Nisa’ : 86).

Berikut beberapa penjelasan hadits sesuai para ulama:

1. Ulama mazhab Hanafi

Ulama mazhab Hanafi menyatakan, hukum berjabat tangan dengan non muslim adalah makruh. Hanya saja jika ada kebutuhan maka hukumnya boleh.

Syekh Ibnu Abidin menuturkan:

(كَمَا كُرِهَ لِلْمُسْلِمِ مُصَافَحَةُ الذِّمِّي) أَيْ بِلَا حَاجَةٍ. لِمَا فِي الْقُنْيَةِ: لَا بَأْسَ بِمُصَافَحَةِ الْمُسْلِمِ جَارَهُ النَّصْرَانِيَّ إذَا رَجَعَ بَعْدَ الْغَيْبَةِ وَيَتَأَذَّى بِتَرْكِ الْمُصَافَحَةِ

Sebagaimana dimakruhkan bagi seorang Muslim berjabat tangan dengan non-Muslim dzimmi. Yaitu, tanpa ada hajat. Sebab disebutkan dalam kitab al-Qunyah, tidak apa-apa seorang Muslim berjabat tangan dengan tetangganya yang Nasrani, jika ia kembali dari bepergian, dan merasa tersakiti jika tidak berjabat tangan (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 6, h. 412).

Senada dengan Ibnu Abidin, Syekh Nizamuddin al-Barnahaburi dan sekelompok ulama India menjelaskan:

تُكْرَهُ الْمُصَافَحَةُ مع الذِّمِّيِّ، وَلَا بَأْسَ بِمُصَافَحَةِ الْمُسْلِمِ جَارَهُ النَّصْرَانِيَّ إذَا رَجَعَ بَعْدَ الْغَيْبَةِ وَيَتَأَذَّى بِتَرْكِ الْمُصَافَحَةِ

“Dimakruhkan berjabat tangan dengan non-Muslim dzimmi. Dan tidak apa-apa seorang Muslim berjabat tangan dengan tetangganya yang Nasrani, jika ia kembali dari bepergian, dan merasa tersakiti jika tidak berjabat tangan” (Nizamuddin al-Barnahaburi dkk, Al-Fatawa Al-Hindiyyah, juz 5, h. 348).

2. Ibrahim An-Nakha’i Hasan al-Bashri dan ulama mazhab hambali

Mereka menegaskan berjabat tangan dengan non muslim hukumnya makruh. Baik hajat ataupun tidak.

Syekh Ibnu Muflih menyebutkan:

وَتُكْرَهُ مُصَافَحَةُ الْكَافِرِ

“Dan dimakruhkan berjabat tangan dengan non-Muslim” (Ibnu Muflih, Al-Adab Al-Syariyyah, juz 2, h. 365).

Senada dengan Ibnu Muflih, Syekh Mansur al-Bahuti menuliskan:

وَتُكْرَهُ مُصَافَحَتُهُ

“Dan dimakruhkan berjabat tangan dengan non-Muslim” (Mansur al-Bahuti, Kasysyaful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 8, h. 329).

Akan tetapi di bagian lain dari kitab tersebut syekh al-bahuti menyatakan kebolehan muslim mengunjungi non-muslim dzimmi jika diharapkan keislamannya.

(تَجُوزُ الْعِيَادَةُ) أَيْ: عِيَادَةُ الذِّمِّيِّ (إنْ رُجِيَ إسْلَامُهُ)

“Diperbolehkan mengunjungi, yaitu mengunjungi non-Muslim dzimmi, jika diharapkan keislamannya” (Mansur al-Bahuti, Kasysyaful Qina’ an Matnil Iqna’, juz 8, h. 335).

3. Ulama mazhab Maliki

Ulama mazhab Maliki menyatakan seorang muslim tidak boleh berjabat tangan dengan non-muslim. Kecuali dalam keadaan darurat.

Artinya jika ada darurat yang memaksa seorang muslim berjabat tangan dengan non-muslim maka hukumnya boleh.

Syekh Ali Al-Adawi menuturkan:

(وَلَا الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ) أَيْ لِأَنَّ الشَّارِعَ طَلَبَ هَجْرَهُمَا وَمُجَانَبَتَهُمَا، وَفِي الْمُصَافَحَةِ وَصْلٌ مُنَافٍ لِمَا هُوَ الْمَطْلُوبُ.

“Dan tidak diperbolehkan seorang Muslim berjabat tangan dengan orang non-Muslim. Yaitu, karena Syari’ meminta menjauhi keduanya, sedangkan berjabat tangan berarti menyambung sesuatu yang dapat menafikan apa yang diminta syari’” (Ali Al-Adawi, Hasyiyah Al-Adwi, juz 8, h. 200).

Syekh Abu Bakar al-Kasynawi dalam kitab Ashalul Madarik Syarah Irsyadus Salik menegaskan:

وَلَا تَجُوزُ مُصَافَحَةُ الرَّجُلِ الْمَرْأَةَ، وَلَا الْمُسْلِمِ الْكَافِرَ إلَّا لِضَرُورَةٍ.

“Seorang laki-laki tidak diperbolehkan berjabat tangan dengan perempuan, sebagaimana seorang Muslim tidak diperbolehkan berjabat tangan dengan non-Muslim kecuali karena darurat” (Abu Bakar al-Kasynawi, Ashalul Madarik Syarah Irsyadus Salik, juz 2, h. 388).

4. Ulama mazhab syafi’i

Ulama mazhab syafi’i mengatakan berjabat tangan dengan non-muslim hukumnya boleh.

Imam Ramli menyebutkan:

(سُئِلَ) عَنْ مُصَافَحَةِ الْكَافِرِ هَلْ تَجُوزُ أَوْ لَا ؟ (فَأَجَابَ) بِأَنَّ مُصَافَحَةَ الْكَافِرِ جَائِزَةٌ، وَلَا تُسَنُّ.

“Ditanya tentang hukum berjabat tangan dengan non-Muslim; bolehkah atau tidak? Beliau menjawab bahwa berjabat tangan dengan non-Muslim hukumnya boleh, dan tidak disunnahkan” (Ahmad bin Hamzah al-Ramli, Fatawa al-Ramli, juz 5, h. 181).

Ibnu Abi Syaibah juga menyebutkan:

حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ العَسْقَلَانِي قَالَ: أَخْبَرَنِيْ مَنْ رَأَى ابْنَ مُحَيْرِيْز يُصَافِحُ نَصْرَانِيًّا فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ

“Waki’ bercerita kepada kami, dari Syu’bah, dari Abi Abdillah al-Asqalani, ia berkata: ‘Bercerita kepadaku orang yang melihat Ibnu Muhairiz berjabat tangan dengan seorang Nasrani di masjid Damaskus” (Abdullah bin Abi Syaibah, Al-Kitab al-Mushannaf fil Ahadits wal A’tsar, juz 5, h. 248).

Pendapat ini serupa dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Pusat Fatwa Elektronik Al-Azhar Mesir nomor 1020, berbunyi:

مُصَافَحَةُ غَيْرِ الْمُسْلِمِ جَائِزَةٌ، وَمِنَ الْبِرِّ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِهِ الشَّرْعُ

“Berjabat tangan dengan non-Muslim itu boleh, dan merupakan perbuatan baik yang diperintahkan oleh agama Islam kepada kita.”

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya berjabat tangan dengan non-muslim. Ulama mazhab Hanafi menghukuminya makruh secara mutlak.

Ulama mazhab Maliki Mengharamkannya. Kecuali jika ada darurat. Sedangkan mazhab syafi’i menganggapnya boleh. Keberagaman pendapat para ulama memberikan kemudahan bagi kita untuk memilih pendapat yang paling sesuai dengan kondisi kita. Dan semoga kita bisa semakin dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan yang ada.

Recent Posts

Sejarah Masuknya Islam Ke Aceh

Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Myanmar

Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Andalusia

Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Afrika

sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam Ke Nusantara

Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…

6 months ago

Sejarah Masuknya Islam ke Pulau Jawa

Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…

6 months ago