Penyakit ginjal, diantaranya gagal ginjal dianggap penyakit yang paling banyak menyebar dijaman sekarang yang bisa dicegah dengan mengikutigaya hidup sehat rasulullah. Gagal ginjal yaitu suatu keadaan dimana ginjal tidak mampu melakukan tugas-tugas pentingnya secara alami, faktor utama gagal ginjal ini adalah tekanan darah tinggi dan penyakit diabetes.
Pasien gagal ginjal membutuhkan –setelah mengalami ginjal gagal melakukan tugasnya- pada sarana yang lain untuk membersihkan tubuh dari kotoran-kotoran, racun atau cairan ditubuhnya agar dapat melakukantips sehat ala rasulullah. Hal yang pertama kali disarankan untuk pasien gagal ginjal adalah melakukan cangkok ginjal, demikian itu karena pasien yang telah melakukan cangkok ginjal dapat menjalani hidupnya secara alami sehingga tidak membutuhkan cuci darah karena sakit, dengan pengecualian harus meminum pil-pil obat untuk meringankan kekebalan padanya sehingga tubuh tidak menolak ginjal tersebut sebagaimana manusia dalam keadaan normal lainnya.
Apabila hal di atas tidak berlangsung sempurna maka ia harus melakukan pemurnian ginjal, yaitu suatu proses menghilangkan air, racun dan garam yang berlebih ditubuh, juga bahan-bahan asing yang lainnya seperti obat. Pemurniaan ginjal ada dua cara, cara pertama: cuci darah karena sakit yang dikenal juga dengan cuci darah karena sakit atau cuci ginjal.
Pemurniaan dengan cara ini mengharuskan menarik darah pasien melalui jarum yang diletakkan pada salah satu pembuluh darah kemudian darah itu dialirkan ke penyaring pembersih yang juga dilalui padanya larutan pemurni; maka penyaring itu untuk membersihkan darah dari racun, garam yang berlebih, kemudian dikembalikan lagi ke tubuh.
Adapun pengaruh cuci darah karena sakit terhadap sahnya puasa dapat dilihat dari dua sisi:
berdasarkan sumber syariat islam, Sisi ini menyerupai bekam dimana tubuh mengeluarkan darah yang amat banyak yang mengakibatkan lemah. Rasa lemah, lelah dan pegal-pegal otot yang disebabkan berkurangnya jumlah darah pada cuci darah karena sakit ini lebih besar bekam.
Maka ulama yang mengatakan sesuai dengan dasar hukum islam bahwa berbekam membatalkan puasa akan berpendapat bahwa cuci darah karena sakit lebih dapat membatalkan puasa, kecuali apabila ia membedakan di antara keduanya bahwa darah pada cuci darah karena sakit dikembalikan ke tubuh pasien setelah dicuci, dan ini tidak dilakukan pada bekam.
Sisi inilah yang menyebabkan terjadinya perselisihan para ulama misalnya kedudukan hadist dalam hukum islam seperti saat membahas hukum transfusi darah orang yang berpuasa. Penyebab utamanya adalah jumlah bahan gula di cairan pembersih darah lebih kurang sampai 12mg/l. Bahan ini akan mengalir di darah setelah pencuciannya kemudian masuk ke tubuh pasien, dimana jumlah tersebut dianggap sebagai nutrisi maka ia dihukumi seperti makan dan minum. Oleh karena itu kita simpulkan bahwa cuci darah karena sakit menyebabkan batal puasa.
Jika pencucian darah berlangsung 3x/minggu maka pasien tidak berpuasa di hari-hari tersebut. Namun jika di hari lainnya ia mampu berpuasa, ia tetap harus berpuasa. Dan hari-hari Ramadhan yang ia tidak puasa di dalamnya (kurang lebih 12 hari) tetap harus ia qadha di luar Ramadhan, yang di hari itu ia tidak melakukan cuci darah karena sakit.
Menurut Direktur Pusat Kajian Hadis (PKH) Dr Ahmad Lutfi Fathullah MA mengatakan, orang yang berpenyakit ginjal dan harus cuci darah karena sakit maka diperbolehkan baginya tidak berpuasa pada hari itu.
Tapi, kata Lutfi menjelaskan, jika dia tetap berpuasa ketika proses pencucian darah dilakukan, terdapat Beberapa Pendapat Ulama dan Alasannya:
Menurut Lutfi, tubuh manusia butuh asupan gizi atau protein tertentu setelah atau sebelum cuci darah karena sakit. Meski berbekal alasan masih kuat, dengan kondisi seperti ini tubuh membutuhkan makan dan minum agar lebih sehat.
Dalam kondisi tertentu, Islam mewajibkan satu pilihan yang merupakan pilihan alternatif, bukan dasar. Hal ini menjadi bukti ajaran Islam bukan untuk mempersulit manusia, melainkan justru memberi kemudahan.
Di zaman Rasulullah SAW, Baginda pernah memarahi para sahabat yang tetap berpuasa Ramadhan padahal mereka sedang dalam perjalanan dengan cuaca yang panas.
Rasulullah SAW memperingatkan para sahabat dengan sabdanya, ”Bukan sebuah kebaikan jika berpuasa dalam perjalanan.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Pada hadis lain, Anas bin Malik bercerita ”Ketika mereka bepergian ada sahabat Rasulullah SAW yang puasa dan ada juga yang tidak dan mereka tidak ada yang menjelekkan satu sama lain.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Kesimpulannya, dengan kondisi ingin cuci darah karena sakit maka sebaiknya tidak berpuasa.
Proses Hemodialysis/Pencucian Darah Dilakukan Dengan Dua Cara:
Secara hukum syar’i pengobatan ini diperbolehkan. Namun, muncul sebuah masalah baru. Bilamana pengobatan dengan cuci darah karena sakit ini dilakukan oleh seorang muslim di bulan ramadhan?. Apakah pengobatan cuci darah karena sakit ini akan membatalkan puasa?. dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat.
Pendapat yang dikuatkan oleh ulama fikih kontemporer adalah pendapat yang kedua yaitu cuci darah karena sakit membatalkan puasa. Pendapat ini pula yang dipilih oleh dewan Lajnah Daimah. (Fatwa Lajnah Daimah, 10/190)
Alasannya, bahwa cuci darah karena sakit mengharuskan adanya tambahan darah segar, bahkan ditambahkan pula bahan bahan kimia yang dapat menggantikan makanan dan minuman.
Akan tetapi, jika dalam cuci darah karena sakit tidak ditambahkan hal lain kecuali cuci darah karena sakit itu sendiri, maka tidak membatalkan puasa. (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah Syaikh Ibnu Baz 15/275).
Menurut Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk Fatwa dan Penelitian Ilmiah) ditanya, “Apakah cuci darah karena sakit bisa membatalkan puasa?”
Syekh Ibnu Utsaimin ditanya tentang hukum cuci darah karena sakit ketika puasa. Beliau menjawab, “… Saya khawatir, proses pencucian ini dicampur dengan beberapa nutrisi mineral, sehingga menggantikan makan dan minum. Jika keadaannya demikian, statusnya membatalkan puasa. Oleh karena itu, jika ada orang yang mendapatkan ujian dengan penyakit ini sepanjang hidupnya maka dia tergolong orang yang sakit, yang tidak ada harapan untuk sembuh, sehingga dia boleh membayar fidyah.
Akan tetapi, jika campuran yang disisipkan di darah pasien ketika proses dialisis (cuci darah karena sakit) bukan nutrisi bagi tubuh, namun hanya sebatas membersihkan dan mencuci darah karena sakit, maka hal ini tidak membatalkan puasanya, sehingga seseorang boleh mengambil tindakan medis ini meskipun sedang berpuasa. Persoalan semacam ini perlu ditanyakan ke dokter.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 20:113)
Kesimpulan dari Syekh Muhammad Al-Munajid, “Pasien yang harus melakukan cuci darah karena sakit, puasanya batal di hari dilakukannya tindakan dialisis. Jika masih memungkinkan untuk qadha maka dia wajib qadha. Namun, jika tidak memungkinkan untuk mengqadha maka statusnya sebagaimana orang tua yang tidak mampu puasa. Dia boleh tidak puasa ketika proses cuci darah karena sakit dan diganti dengan fidyah.”
Semoga bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…