Jika selama ini seorang pria diperbolehkan untuk menikah dengan lebih dari satu wanita, namun dengan syarat laki-laki menikah dalam islam tertentu. Lantas apakah hal ini berlaku juga pada wanita yang ingin menikahi pria lain? Hukum Islam Wanita Bersuami Menikah Lagi dan Dalilnya sangat jelas dimana wanita tidak diperbolehkan memiliki lebih dari satu suami, atau dikenal poliandri. Berikut penjelasan mengenai dalil dan surahnya.
Hukum Islam Wanita Bersuami Menikah Lagi dan Dalilnya
Adapun hukum yang membahas mengenai seorang wanita islam yang telah bersuami ingin menikah lagi, maka jawabannya adalah haram atau dilarang oleh hukum Islam ataupun negara. Seperti firman Allah SWT dalam surah An-Nisa:
۞ وَٱلْمُحْصَنَٰتُ مِنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۖ كِتَٰبَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَآءَ ذَٰلِكُمْ أَن تَبْتَغُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَٰفِحِينَ ۚ فَمَا ٱسْتَمْتَعْتُم بِهِۦ مِنْهُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَٰضَيْتُم بِهِۦ مِنۢ بَعْدِ ٱلْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan, dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka, istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban. Dan, tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 24).
Selain itu ada juga beberapa dalil yang menjelaskan. Bahwa istri dilarang menikah kecuali mereka memang sudah berhasil melewati At-Talaq atau perceraian. Jika seorang istri nekat melakukan pernikahan lain dimana ia masih terikat pernikahan dengan suami sebelumnya, maka pernikahan dianggap tidak sah atau batal. Misalnya saja Syekh Wahbah menjelaskan:
ومن الأنكحة الباطلة: نكاح المرأة المتزوجة أو المعتدة، أو شبهه، فإذا علم الزوجان التحريم، فهما زانيان، وعليهما الحد، ولا يلحق النسب به.
Artinya: “Di antara nikah yang batil adalah nikahnya perempuan yang sudah bersuami, atau perempuan yang sedang dalam masa ‘iddah, atau sejenisnya, apabila keduanya sama-sama mengetahui bahwa pernikahan tersebut haram, maka keduanya telah melakukan zina dan dikenakan had, serta anak hasil keduanya tidak dinasabkan pada suaminya.” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, jilid IX, hal. 111).
Proses Nikah Saat Iddah
Bukankah seorang wanita boleh menikah saat mereka sudah berhasil cerai? Tentu saja diperbolehkan dengan syarat bahwa istri atau wanita sudah melewati masa iddah. Larangan saat masa iddah wanita dilarang dan tidak diperbolehkan melalui pernikahan selama masa iddah.
Walaupun kewajiban istri dalam masa iddah untuk menikah lagi dilarang ternyata cukup banyak yang melakukan hal ini karena dianggap telah berhasil bercerai dengan pasangan sebelumnya. Perlu diingat, hukum pernikahan dalam islam terdapat 3 bulan jeda agar bisa menikah kembali. Alasannya jika dilihat secara logika sangat banyak.
Faktor kesehatan, persiapan diri, menghindari fitnah terjadi kehamilan dan kebingungan dari ayah yang ada di kandungan serta memulihkan diri dari pernikahan sebelumnya. Sedangkan alasan utama dari agama tentu Allah SWT akan mengatur sebaik-baiknya aturan bagi manusia di muka bumi.
Sedangkan dalam Al-quran dijelaskan dalam surah Al Baqarah. Ketentuan mengenai masa ‘iddah ada pada ayat 228:
وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًا ۗوَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ
“Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid). Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Suami-suami mereka lebih berhak untuk kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Q.S. Al-Baqarah: 228)