Sedang Ramai, Begini Lho Ternyata Hukum Kebiri dalam Islam!

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pengertian kebiri adalah

Kebiri (disebut juga pengebirian atau kastrasi) adalah tindakan bedah dan atau menggunakan bahan kimia yang bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan atau fungsi ovarium pada betina. Pengebirian dapat dilakukan baik pada hewan ataupun manusia.

Bagaimana Islam memandang hukuman dengan cara Kebiri?

Islam sudah sangat jauh sekali membahas tentang hukuman bagi penzina, baik itu berzina dengan lawan jenisnya dengan secara suka dan suka dalam Islam sering sekali kita mendengar yaitu (ridho bi ridho), terlebih lagi hukuman bagi orang yang mezinai orang lain dengan cara paksaan, sering kali kita dengar dengan istilah pemerkosaan.

Orang yang melakukan pemerkosaan berarti melakukan tindak pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual. Ulama mengategorikan pemerkosaan sebagai tindakan zina.

Hukumannya adalah had yang sudah ditetapkan dalam kasus perbuatan zina. Jika sudah menikah maka hukuman rajam bisa dilaksanakan pelaku belum menikah, hukumannya cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun.

Jika pelakunya dalam kasus pemerkosaan ada pengecualian bagi korban. Korban pemerkosaan tidak dikenakan hukuman zina. Jika tindakan zina, maka dua pelakunya sama-sama mendapatkan hukuman had.

Namun dalam pemerkosaan, sang korban terbebas dari hukuman. Dalilnya adalah Alquran surah al-An’am ayat 145.

“Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hukum kebiri dalam Islam dijelaskan Isnawati Rais

Dalam tulisan berjudul The Review Of Castration Punishment For Pedophile In Islamic Law Perspective. Tulisan ini terbit di International Journal of Advanced Science and Technology.

“Sanksi pelaku paedofil yang disebut kebiri bagi predator seks bertentangan dengan hukum Islam karena mengurangi sifat alami seorang pria. Hukuman bagi kejahatan pedofilia menurut hukum Islam dari Al Quran dan hadist adalah dirajam hingga meninggal,” tulis dosen UIN Jakarta tersebut.

Dalam tulisan soal hukum kebiri dalam Islam ini dijelaskan beberapa hadis yang tidak mendukung sanksi kastrasi. Salah satunya yang dinarasikan Sa’d bin abi Waqqas

يَقُولُ رَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لاَخْتَصَيْنَا

Artinya: “Rasulullah SAW melarang Uthman bin Maz’un untuk tidak menikah, jika Rasulullah SAW mengizinkan maka kami telah melakukan kebiri.” (HR Bukhari).

Dalam arsip berita detikcom mantan Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jatim Nadjib Hamid menyatakan, hukum kebiri kimia tidak setimpal dengan perbuatannya. Pelaku seharusnya dikenai sanksi kebiri fisik akibat perbuatannya.

“Dalam hukum Islam membunuh ya dibunuh, berzina ya dirajam. Kalau ternyata terbukti, artinya belum setimpal kebiri kimiawi itu, kebiri fisik baru setimpal,” kata Nadjib pada Jumat (30/9/2019).

Hukum kebiri dalam Islam tampaknya menjadi pertimbangan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Ulama Aceh telah menerbitkan fatwa yang tidak membolehkan hukum kebiri bagi manusia.

“MPU Aceh sudah ada fatwa nomor 2 tahun 2018 yang menyatakan hukum kebiri tidak boleh. Kebiri kimia itu bukan mematikan nafsu, hanya melemahkan zakar atau alat kelamin,” kata Wakil MPU Aceh Teungku Faisal Ali.

Faisal mengatakan, fatwa diterbitkan setelah konsultasi dengan para ahli. Hukum kebiri tidak dapat dijadikan solusi, bahkan berisiko mengakibatkan pelaku lebih berbahaya.

Salah satunya, pelaku akan menerapkan berbagai upaya demi menyalurkan keinginan biologisnya. Menurut Faisal masih banyak solusi yang bisa dilakukan untuk menghukum predator seksual, misal penjara seumur hidup.

Khofifah juga menjelaskan, hukum kebiri kimia adalah sanksi tambahan bagi pelaku paedofil. Sifat sanksi hanya sementara dan pelaku tetap menjalani hukuman pokok minimal 10 tahun. Kebiri kimia yang tidak bersifat permanen diberikan setelah menjalani hukuman pokok.

Kesimpulan dan pembahasan

Upaya pemerintah untuk menerapkan hukum kebiri bagi laki-laki pedofilia adalah suatu kesesatan dan dosa besar yang sama sekali tidak boleh didukung oleh umat Islam. Siapapun yang terlibat di dalam upaya penerapan hukum kebiri itu, baik itu ahli hukum yang menyusun draft Perpu, Presiden yang menandatangi Perpu, para menteri pengusulnya, hakim dan jaksa yang mengadili pelaku pedofilia, termasuk para dokter atau staf medis yang melaksanakan kebiri di rumah sakit atas perintah pengadilan, semuanya turut memikul dosa besar di hadapan Allah.

Mereka harus mempertanggung jawabkan perbuatannya itu hadapan Allah SWT pada Hari Kiamat andaikata Allah bertanya mengapa mereka menjalankan hukuman yang tidak diizinkan Allah dan malah membuat-buat hukuman yang tidak disyariatkan-Nya? Tidakkah mereka ingat firman Allah SWT :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al Isra` [17] : 36).

Upaya penerapan hukum kebiri tersebut di samping menunjukkan kebodohan terhadap Syariah Islam, juga menunjukkan kegagalan yang total dalam penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak. Sesungguhnya penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak, bahkan penanggulangan semua penyakit sosial yang ada dalam sistem sekuler-kapitalis saat ini, wajib dikembalikan kepada Syariah Islam yang diterapkan secara kaaffah (menyeluruh) dalam negara Khilafah.

Dengan tiga pilar pelaksanaan Syariah Islam, yaitu ketakwaan individu, kontrol sosial, dan penegakan hukum oleh negara, insya Allah semua penyakit dan kejahatan sosial akan dapat dikurangi atau bahkan dilenyapkan dari muka bumi dengan seizin Allah. Firman Allah SWT :

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar Ruum [30] : 41).

fbWhatsappTwitterLinkedIn