Dalam ketentuan syariat Islam, segala hal telah diatur mengenai baik dan buruknya. Yang baik berarti yang dihalalkan dan yang tidak baik berarti yang diharamkan hukumnya. Tentu saja sebagai umat muslim kita hanya diperbolehkan mengamalkan yang baik sebab itu adalah yang Allah SWT sukai dan begitulah hakikat penciptaan manusia dimuka bumi ini.
Begitu pun dalam segi makanan, Islam mengatur umatnya untuk memakan makanan baik saja dan makanan yang haram untuk dikonsumsi mempunyai sebab dan akibat mengapa Islam melarang umatnya untuk memakan. Makanan haram yang harus dihindari yakni adalah seperti daging babi. Hal ini merujuk kepada firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 3,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelhnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah : 3).
Makanan diatas termasuk dalam jenis-jenis najis dalam islam yang jelas dilarang karena akan menimbulkan mudharat kepada yang memakannya. Umat muslim telah diperintahkan untuk memakan makanan halal yakni makanan kecuali yang diharamkan. Perintah ini jelas sekali agar kita semua tidak mendapatkan dosa kelak. Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
Artinya : “Wahai sekalian manusia! Makanlah dari apa yang ada di bumi yang halal lagi baik.” (QS. Al-Baqarah : 168).
Dalam keseharian kita, biasa untuk mengonsumsi daging kerbau, sapi bahkan unta. Lantas bagaimana dengan daging kuda? Apakah hukum memakan daging kuda?
Kuda dalam bahasa Arab memiliki latin “al-Khayl” yang disebut-sebut menjadi salah satu harta dunia. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Imran ayat 14,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya : “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. al-Imran : 14).
Kuda pada dasarnya adalah hewan peliharaan, bukan hanya masyarakat kini saja bahkan Rasulullah SAW sudah memelihara kuda sejak pada zamannya. Kuda menjadi hewan tunggangan. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan mengenai kuda sebagai hewan kendaraan. Firman Allah mengatakan,
وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً ۚ وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya : “Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, untuk kamu tunggangi dan (menjadi) perhiasan.” (QS. An-Nahl : 8).
Kuda di zaman nabi SAW digunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut perhiasan atau digunakan sebagai kendaraan untuk berperang memerangi musuh-musuh Islam. Oleh karena itu, mazhab Imam Hanafi mengatakan makruh hukumnya memakan daging kuda.
Hal ini dikatakan makruh tanzih (kurang disukai) meskipun daging kuda tidak dihukumi najis. Baik dari air liurnya, dagingnya hingga tulang. Pendapat para ulama kalangan Imam Hanafi menyebutkan makruh tanzih adalah karena kuda merupakan hewan suci yang telah membantu dalam peperangan ketika di zaman Rasulullah SAW.
Ulama bermazhab Hanafi mengharamkan menyembelih kuda apalagi mengonsumsinya dagingnya. Satu alasan atau hujjah para ulama mazhab Hanafi yang mengharamkan mengonsumsi kuda ada pada pedoman surah di atas.
Adapun pendapat dari kalangan ulama mazhab Syafi’i, Hambali, Maliki hingga Ja’fari menyebutkan bahwa memakan daging kuda dibolehkan dan hukumnya halal hal ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa,
“Nabi (Muhammad) SAW melarang (memakan) daging kedelai dan beliau membolehkan memakan daging kuda saat perang khaibar (berlangsung).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadits diatas menjelaskan bahwa mengonsumsi daging kuda diperbolehkan. Proses pemotongan daging kuda tetap harus mengikuti syariat Islam dengan cara menyebut nama Allah ketika hendak menyembelihnya.
Ulama dari kalangan ini berpendapat bahwa kuda dibolehkan untuk dikonsumsi dan Allah SWT memberi isyarat yang merujuk pada dalil dalam Al-Qur’an. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT,
وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا ۗ لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ
Artinya : “Dan hewan ternak telah diciptakan-Nya untukmu. Padanya (hewan ternak) ada bulu yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagaiannya kamu makan.”(QS. An-Nahl : 5).
Dari ayat diatas, Allah memberi petunjuk kepada umatnya bahwa dasarnya boleh untuk mengonsumsi kuda karena memanfaatkan hewan ternak lainnya yang sekiranya memang bermanfaat. Dar al-Quthni meriwayatkan bahwa para sahabat nabi pernah memakan daging kuda serta meminum susunya, hal ini terjadi ketika mereka sedang melakukan perjalanan bersama Nabi.
Ahmad berkata, “Kita pernah menyembelih seekor kuda di zaman Nabi SAW dan kemudian memakannya berserta ahlu bait Nabi.”
Jadi beberapa pendapat ulama memang ada yang membolehkan untuk memakan kuda dan itulah salah satu fungsi agama dalam mengatur kehidupan umat manusia. Namun sekiranya bisa untuk memotong dan mengonsumsi daging biasa seperti daging sapi dan kerbau alangkah baiknya dahulukan yang sudah terbiasa.
Bagaimana pun di Indonesia sendiri memakan kuda jarang terjadi dan bukan hal lazim. Harga kuda pun tidak terbilang murah jika kita ingin membelinya, jadi sekiranya tidak dalam keadaan terdesak maka konsumsi dulu daging sapi dan kerbau.