Berwudhu merupakan salah satu cara mensucikan diri dengan beberapa praktik dan niat yang memang sudah dikhususkan. Biasanya umat muslim berwudhu ketika hendak shalat wajib dengan menggunakan air.
Selain menggunakan air, berwudhu juga bisa digunakan dengan cara tayamum yakni wudhu yang dilakukan mengunakan media pasir atau debu. Media ini digunakan ketika memang tidak ada air dan kondisinya benar-benar krisis air, seperti ketika di gurun pasir.
Kegiatan berwudhu bertujuan untuk menghilangkan hadas baik kecil maupun besar. Berwudhu memiliki syarat diantaranya adalah niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan, mengusap kepala, membasuh kedua kaki sampai mata kaki dan tertib.
Pentingnya wudhu juga dilakukan bukan hanya ketika hendak ibadah shalat saja, yakni ketika merasa terkena najis. Banyak sekali jenis-jenis najis dalam islam yang harus kita ketahui untuk menjaga kita agar tetap suci.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian apabila ia berhadas, hingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari).
Perintah Allah untuk mensucikan diri terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah,
إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah : 6).
Selain tata cara wudhu yang dijelaskan dalam ayat diatas, ada juga diantaranya beberapa hal yang membatalkan wudhu, sebagai berikut :
- Keluarnya sesuatu melalui qubul dan dubur.
- Melahirkan tanpa keluarnya darah.
- Berdarah atau bernanah.
- Muntah.
- Hilangnya kesadaran.
- Menyentuh kemaluan.
- Tertawa terbahak-bahak.
- Makan daging unta.
- Memandikan mayat.
- Ragu dengan adanya wudhu.
- Perkara yang mewajibkan mandi.
Tidak ada yang menyebutkan dalil bahwa makan setelah wudhu bisa membatalkan wudhu. Kecuali pada konteks diatas yakni memakan daging unta. Hal ini sesuai dalam hadits Jabir bin Samurah RA, mengatakan bahwa,
“Bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah SAW : ‘Haruskah saya berwudhu karena makan daging kambing?’ Beliau menjawab : ‘Jika mau, silahkan engkau berwudhu dan jika tidak mau, engkau boleh tidak berwudhu’. Laki-laki itu bertanya lagi, ‘Haruskan saya berwudhu karena makan daging unta’ Beliau menjawab : ‘Betul, berrwudhulah engkau karena makan daging unta.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini dikarenakan daging unta itu berbau menyengat dan apabila memakannya akan menyisakan daging disekitar gigi, hal ini harus dibersihkan. Tidak ada yang menjelaskan bahwa makan setelah wudhu bisa membatalkan wudhu jadi hukum makan setelah wudhu adalah diperbolehkan kecuali memakan daging unta.
Kendati demikian ada pula hal yang harus diperhatikan ketika makan setelah wudhu, yakni tidak melakukan hal-hal yang bisa memicu batalnya wudhu seperti ketiduran atau menyentuh kemaluan dengan tidak sengaja.
Dari Ibnu Abbas RA, Ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW memakan sepotong daging kambing. Kemudian beliau shalat, tanpa berkumur-kumur dan tanpa menyentuh air sama sekali.” (HR. Ahmad).
Dari hadits diatas menerangkan bahwa Rasul makan setelah wudhu dan tidak membatalkan wudhu, hal yang dilakukan Rasul setelahnya adalah kumur-kumur dengan air bersih hingga tidak menyisakan sedikit pun makanan dimulutnya.
Para ulama pun menyetujui bahwa boleh melakukan shalat sekalipun jika kita makan setelah berwudhu. Namun, diingat lagi mengingat tindakan Rasulullah SAW diatas bahwa dianjurkan berkumur setelah makan untuk menghilangkan bau mulut dan sisa-sisa makanan di gigi.
Syekh Ibnu Baz mengatakan bahwa, “Berkumur dianjuran (untuk menghilangkan) bekas makanan. Dan sisa (makanan) yang ada di gigi kita tidak mengapa dalam hukum shalat. Akan tetapi kalau yang dimakana adalah daging unta, maka harus berwudhu sebelum shalat, karena daging unta termasuk pembatal wudhu.”
Namun, ada pula makanan selain dari pada daging unta yang dapat menyebabkan batalnya wudhu. Beberapa ulama juga berpendapat bahwa makanan yang dimasak dapat menjadi salah satu perkara yang membatalkan wudhu seseorang. Hal ini mengacu pada hadits,
“Harus wudhu, karena makanan yang tersentuh api.” (HR. Muslim).
Ada juga ulama yang berpendapat boleh untuk melaksanakan shalat setelah makan makanan yang dimasak tanpa berwudhu kembali. Hal ini mengacu pada hadits Rasulullah SAW bersabda,
“Dari Amr bin Umayyah, “Saya melihat Rasulullah memotong daging kambing dengan pisau untuk dimakan. Kemudian datang waktu shalat. Lalu beliau letakkan pisau itu, kemudian shalat tanpa berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudian hadits lainnya yang mengatakan,
“Saya pernah menghidangkan untuk Rasulullah sepotong roti dan daging lalu beliau memakannya. Kemudian beliau minta dibawakan air, lalu beliau wudhu dan shalat dzuhur. Kemudian beliau meminta dibawakan sisa makanan tadi, lalu beliau memakannya, kemudian beliau shalat (sunnah) tanpa wudhu.” (HR. Abu Daud).
Jadi kesimpulan dari hukum memakan setelah wudhu adalah boleh kecuali memakan daging unta karena hal tersbeut dilarang dalam islam. Jika memakan seperti buah dan semacamnya itu tidak masalah. Ketahui pula hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu yang diatur oleh islam.