Membaca Al Qur’an di masjid dengan suara yang keras ketika itu bisa menganggu orang lain yang sedang shalat, orang yang sedang mengajar pengajian, atau menganggu pembaca Al Qur’an yang lain.
Karena termasuk dalam larangan yang disebutkan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Terdapat hadits riwayat Imam Malik dalam Al Muwatha dari Al Bayqadhi (yaitu Farwah bin ‘Amr), bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangi orang-orang ketika itu mereka sedang shalat (sunnah) dan sebagian mereka meninggikan suara bacaan Qur’annya. Lalu Nabi bersabda:
إن المصلي يناجي ربه فلينظر بما يناجيه به ولا يجهر بعضكم على بعض بالقرآن
“Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat kepada Rabb-nya. Maka perhatikanlah apa yang ia munajatkan kepada Rabb-nya, dan janganlah mengeraskan suara bacaan Qur’an-nya satu sama lain“.
Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Abu Daud dari hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu.
Tidak boleh bagi seorang muslim untuk mengeraskan bacaannya baik di Masjid atau selainnya, jika hal itu bisa mengganggu orang yang ada disekitarnya yang sedang sholat atau sedang membaca Al Qur’an. Bahkan yang sunnah adalah dia membaca Al-Qur’an dengan suara yang tidak mengganggu orang lain.
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suatu saat pernah keluar menemui sebagian orang yang ada dimasjid dalam keadaan mereka sedang membaca Al-Qur’an dengan suara keras satu sama lain.
Maka beliau bersabda:
“Wahai sekalian manusia, kalian semuanya sedang bermunajat kepada Allah maka jangan kalian mengangkat suara sebagian kalian atas yang lain”. Atau beliau berkata: “Jangan kalian mengeraskan suara sebagian kalian atas yang lain”. Baca juga tentang Hukum Haid Ketika Menjalankan Umrah
Jadi, bagaimana sebaiknya?
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang membaca Alquran dengan suara keras adalah seperti orang yang bersedekah terang-terangan, dan orang yang membaca Alquran dengan suara perlahan adalah seperti orang yang bersedekah dengan sembunyi-bunyi.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’i, dan Hakim).
Mengenai hal itu, Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a. dalam bukunya yang berjudul “Himpunan Fadhilah Amal” menulis, “bersedekah dengan terang-terangan itu lebih baik seandainya hal itu dapat menimbulkan semangat bersedekah kepada orang lain atau untuk suatu kebaikan.
Namun pada kesempatan yang lain, bersedekah dengan sembunyi-sembunyi itu lebih baik jika dikhawatirkan akan menimbulkan riya atau dianggap merendahkan orang lain.”
Demikian juga dengan membaca Alquran. Jika dibaca dengan suara keras agar bacaan itu menyebabkan orang lain tertarik membaca Alquran dan menyebabkan pahala bagi orang yang mendengarnya maka itu lebih baik daripada bacaan yang dipelankan.
Namun, ketika suara keras itu dikhawatirkan riya atau mengganggu orang lain, maka membaca dengan pelan itu menjadi lebih baik. Oleh karena itu, keduanya sama-sama baik selama hal itu sesuai dengan situasi dan kondisi saat membacanya. Baca juga tentang Hukum Nikah Jarak Jauh Menurut Islam
Intinya semua kembali terhadap niatnya, baik itu membaca dengan suara keras atau dengan suara pelan.
Dari Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yanng hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah (HR. Bukhari, Muslim,).
Semoga bermanfaat.