Wanita hamil atau yang sedang dalam masa nifas diperbolehkan meninggalkan puasa ramadhan. Namun ia harus tetap menggantinya setelah masa tersebut usai. Mengqadha puasa bagi wanita hamil, nifas dan menyusui wajib hukumnya. Ini karena wanita hamil nifas dan menyusui dianggap masih mampu mengqadha puasanya di hari yang lain.
Ibu hamil yang meninggalkan puasa ada kalanya harus membayar fidyah dan mengganti puasa dihari lain. Ibu yang wajib membayar fidyah dan mengganti puasa adalah mereka yang mampu berpuasa. Sementara ibu hamil atau menyusui yang sama sekali tidak bisa menjalankan puasa karena kesehatan dirinya dan anaknya dengan saran dokter atau ahli makan ia hanya wajib mengganti puasanya di hari yang lain.
Jadi ibu hamil dan menyusui tidak bisa hanya mengganti puasa dengan fidyah. Ini karena fidyah hanya diperuntukan bagi orang-orang yang sama sekali tidak mampu menjalankan puasa seumur hidup.
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ ، وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
Sesungguhnya Allah meringankan bagi seorang musafir setengah sholat dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil. [Hadits dengan lafal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 31/392 no 19047, Ibnu Majah dalam sunannya 1/533 no 1667, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro 4/231]
Niat Membayar Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Niat membayar fidyah bagi ibu hamil dan menyusui:
Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata ‘an ifthori shaumi ramadlana lilkhoufi ‘ala waladi ‘ali fardla lillahi ta’ala.
Artinya:” Saya niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadan karena khawatir keselamatan anakku, fardlu karena Allah.”
As-Sirokhsi berkata:
“Karena wanita yang hamil atau wanita yang menyusui mendapatkan “haroj” (kepayahan/kesulitan) tatkala puasa, dan kesulitan merupakan udzur untuk berbuka sebagaimana orang sakit dan musafir, dan wajib bagi wanita hamil atau menyusui qodho’ tanpa bayar fidyah” [Al-Mabshuuth 3/99, Lihat juga penjelasan Syaikh al-‘Utsaimin dalam Majmuu’ Fataawa beliau 19/165 dan juga penjelasan Syaikh Bin Baaz dalam Majmu” fataawaa beliau 15/225, 227]
Jumlah Fidyah yang Harus Dibayarkan
Jumlah fidyah yang wajib dibayarkan sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan untuk satu orang. Menurut imam malik Asy-Syafi’i yang harus dibayar sebesar 1 mud gandum kira-kira 6 ons =675 gram=0,75 kg.
Menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha’ gandum. (Jika 1 sha’ setara 4 mud= sekitar 3 kg, maka 1/2 sha’ berarti sekitar 1,5 kg).
Aturan kedua ini biasa digunakan untuk orang yang membayar fidyah dengan beras. Cara membayar fidyah ibu hamil merupakan makanan pokok.
Bahkan Al-Kaasaani berkata tentang firman Allah :
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” [al-Baqarah/2:184]
Orang yang Wajib Membayar Fidyah
Selain ibu hamil dan menyusui ada golongan orang yang juga wajib membayar fidyah ketika meninggalkan puasa ramadhan. Orang yang wajib membayar fidyah selain ibu hamil adalah:
1. Orang Tua Renta
Orang tua renta yang tidak memungkinkan untuk melakukan puasa ramadhan. Maka boleh di fidyah kan.
2. Orang yang Sakit Parah
Orang yang sakit parah yang kecil kemungkinan untuk sembuh. Ketentuan ini menyimpulkan bahwa fidyah hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk berpuasa.
Ibnu Abbas. Beliau pernah berkata:
إذا خَافَتِ الحاملُ على نفسها والمرضِعُ على ولدها في رمضان : يُفطران ويُطعمان مكانَ كل يومٍ مسكيناً، ولا يقضيان صوماً
“Jika seorang wanita hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita menyusui mengkhawatirkan anaknya di bulan Ramadhan (jika mereka berdua berpuasa) maka mereka berdua berbuka dan membayar fidyah untuk setiap hari dengan memberi makan kepada seorang miskin, dan keduanya tidak mengqodho.” [Diriwayatkan oleh At-Thobari no 2758. Syaikh Al-Albani berkata, “Isnadnya shahih sesuai dengan persyaratan Imam Muslim lihat al-Irwaa 4/19].
Beliau pernah melihat wanita yang hamil atau menyusui maka beliau berkata,
أَنْتِ بِمَنْزِلَةِ الَّذِي لاَ يُطِيْقُ، عَلَيْكِ أَنْ تُطْعِمِي مَكَانَ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْكِ
“Kedudukanmu seperti orang yang tidak mampu untuk berpuasa, maka hendaknya engkau memberi makan seorang miskin untuk ganti setiap hari berbuka, dan tidak ada qodho bagimu.” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam musnadnya 11/227 no 4996 dan Ad-Daruqthni dalam sunannya 3/196 no 2382 dan Ad-Daruquthni berkata, “Ini adalah isnad yang shahih”] Beliau juga berkata,
الحاملُ والمرضعُ تفطر ولا تَقٌضِي
Wanita hamil dan wanita menyusui berbuka dan tidak mengqodho (Diriwayatkan oleh Ad-Dahruqthni dalam sunannya 2/196 no 2385, dan dishahihkan oleh beliau) Ibnu Umar juga berpendapat seperti pendapat Ibnu Abbas.
أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْهُ وَهِيَ حُبْلَى فَقَالَ أَفْطِرِي وَأَطْعِمِي عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا ، وَلاَ تَقْضِي
Ada seorang wanita hamil bertanya kepada Ibnu Umar, maka Ibnu Umar berkata, “Berbukalah dan berilah makan kepada seorang miskin untuk mengganti setiap harinya, dan janganlah mengqodho” [HR Ad-Daruquthni dalam sunannya 2/196 no 2388. Abdurrozzaq dalam mushonnafnya 4/217 no 7558, 7559, dan 7561 juga meriwayatkan atsar dari Ibnu Umar dengan makna yang sama dengan riwayat diatas]