Hukum Meminjam Uang Di Bank Untuk Modal Usaha Menurut Pandangan Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Dalam membangun usaha tentu kita membutuhkan modal. Salah satu cara simpel dan cepat untuk. Mendapatkan modal yakni dengan cara meminjam. Uang kepada bank.

Rasulullah SAW bersabda

“Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.’ Para sahabat bertanya, ‘Apakah itu, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah hutang!’ (HR. Ahmad [4/146], At Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir [1/59], disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [2420]).

Kita ketahui bahwa transaksi dengan bank tidak lepas dengan yang namanya bunga bank. Dengan demikian lalu ada sebuah pertanyaan bagaimana hukum meminjam uang di Bank untuk modal usaha?

Para ulama baik klasik (mazhab yang empat) maupun kontemporer sepakat bahwa hukum riba menurut Islam adalah haram. Hal ini pula tertuang dalam sejarah riba dalam islam yang pernah ada pada zaman dahulu.

Di Indonesia bank di bagi menjadi dua yaitu Bank konvensional dan Bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional.

Kegiatan usaha bank umum konvensional dalam hal meminjam dana adalah memberikan kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan.

Dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pinjam meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangan waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sehingga transaksi meminjam uang di bank konvensional tidak lepas dari bunga.

Hasil pembahasannya antara lain dalam Tanya Jawab Agama jilid 8, Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah halaman 152. Disebutkan dalam fatwa tersebut, pada putusan butir ketiga, bahwa bunga (interest) adalah riba, dikarenakan merupakan tambahan atas pokok modal yang dipinjamkan, didasarkan pada firman Allah:

وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ … [البقرة، 2: 279].

“… Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu …” [QS. al-Baqarah (2): 179].

Kemudian, tambahan itu bersifat mengikat dan diperjanjikan, sedangkan yang bersifat suka rela dan tidak diperjanjikan tidak termasuk riba. Disebutkan juga beberapa dalil tentang riba yang mendasari haramnya riba, diantaranya ialah firman Allah:

وَأَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا … [البقرة، 2: 275].

“… Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …” [QS. al Baqarah (2): 275].

Begitupun dalam hadis juga melarang riba:

.لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah SAW. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (H.R Muslim)

Kelompok kedua mengatakan bahwa bunga bank hukumnya adalah boleh dan bukan termasuk riba. Kelompok ini dipelopori oleh Syekh Ali Jum’ah, Sayyid Thanthawi dan Mahmud Syaltut. Pendapat ini juga sesuai dengan Majma’ al-Buhuts al- Islamiyyah :

إِنَّ اسْتِثْمَارَ الْأَمْوَالِ لَدَى الْبُنُوْكِ الَّتِيْ تُحَدِّدُ الرِّبْحَ أَوِ العَائِدَ مُقَدَّمًا حَلَالٌ شَرْعًا وَلَا بَأْسَ بِهِ

“Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang sudah menentukan keuntungan atau bunga di depan hukumnya adalah halal menurut syariat dan tidak apa-apa.” (Fatwa Majma’ al-Buhuts al- Islamiyyah. Terbit 23 Ramadhan 1423 H)

Sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992 juga  menyuarakan tentang hukum bunga bank sebagai berikut:

  1. Pendapat yang menyamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya adalah haram.
  2. Pendapat yang tidak menyamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh.
  3. Pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya syubhat.

Pegadaian Syariah

Pegadaian syariah tidak jauh berbeda dengan produk pegadaian konvensional yaitu sama-sama menyalurkan sejumlah pembiayaan dengan jaminan barang. Hanya saja pegadaian syariah menggunakan sistem dan transaksi yang sedikit berbeda.

Yaitu tidak mengambil keuntungan dalam bentuk bunga atau bagi hasil. Tapi berupa upah jasa pemeliharaan barang jaminan. Akad utama yang diterapkan pada produk pegadaian syariah adalah akad rahn.

Dilansir dari situs resmi sahabatpegadaian.com (26/10/2020), fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 25 /DSN-MUI/III/2002 tentang rahn. Dijelaskan bahwa pembiayaan dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan beberapa ketentuan, yaitu:

  • Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
  • Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali atas izin Rahin dengan tidak mengurangi nilai Marhun serta pemanfaatannya hanya sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
  • Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Adapun biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
  • Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pembiayaan, melainkan tergantung jenis barang yang dijaminkan.

Berdasarkan uraian diatas meminjam yang ke bank konvensional yang terdapat bunga di dalamnya merupakan hal di larang. Karena bunga bank termasuk salah satu jenis riba yang diharamkan.

Adapun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah diperbolehkan karena tidak ada unsur riba. Oleh karena itu, kami sarankan saudara mengajukan permohonan pembiayaan ke bank syariah terdekat untuk modal usaha.

fbWhatsappTwitterLinkedIn