Berkat media sosial, kini setiap orang yang terhubung dengan internet dapat menyiarkan informasi apa saja dalam bentuk teks. Kita juga dapat menyiarkan informasi dalam bentuk foto maupun video.
Media massa sejak dulu punya aturan mengenai etika penyebaran informasi. Tapi kini, sejak media sosial marak tidak semua orang memahami kode-kode etik jurnalistik.
Akibatnya, sering terlihat di media sosial foto-foto misalnya, jenazah korban kecelakaan lalu lintas dalam kondisi mengerikan. Ada Hadist yang menjelaskan tentang hukum Memvideokan jenazah, yaitu berisikan:
إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الأرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ
“Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” (QS. Al Maidah: 106).
Bagaimana sesungguhnya kaidah menyebarkan foto-foto demikian menurut islam?
Tak diragukan islam sangat menganjurkan tiap orang untuk berempati kepada sesama manusia termasuk menjenguk saat datang musibah sakit ataupun kematian. Anjuran ini tersebar dalam banyak tekst Hadist.
Orang yang dijenguk pun bisa siapa saja?. Bisa mulai dari keluarga, tetangga, ulama, hingga orang-orang yang membenci kita.
Menjenguk orang sakit adalah bagian dari ibadah yang utama. Saking pentingnya ibadah ini.
Dalam sebuah Hadist riwayat imam ath-thabrani dijelaskan bahwa diantara kewajiban terhadap tetangga adalah menjenguk kala sakit dan mengiringi jenazah saat meninggal dunia.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpaan seorang mukmin dalam kasih sayang terhadap saudaranya ibarat satu tubuh. Apabila salah satu bagian mengerang kesakitan, maka yang lain pun turut merasakan demam dan tidak bisa tidur” (HR. Muslim).
Penjenguk orang yang tertimpah musibah memiliki nilai lebih karena memang ia bukan sekedar penonton. Ada aspek solidaritas dalam aktivitas tersebut.
Kehadirannya di butuhkan sebab orang-orang yang sakit memerlukan ketenangan jiwa, motivasi, semangat dan juga doa.
Peran para penjenguk adalah memberikan itu semua. Lebih berfaedah lagi bila ada uluran tangan dalam bentuk lain, seperti biaya pengobatan atau sejenisnya.
Lantas apakah tingkah sebagai penjenguk yang mengambil gambar orang-orang yang sakit dan mempublikasikan ke media sosial seperti jamak dilakukan belakang ini memenuhi etika tersebut?.
Foto-foto yang di umbar umumnya melukiskan kondisi pasien yang sedang tergolek lemah diatas ranjang. Kada telanjang dada dan lengkap dengan cairan infus yang tertancap selang di rongga hidung maupun mulut.
Jika di perhatikan dengan seksama makanan kita dapati perilaku tersebut telah mengusik privasi dan melanggae Kehormatan orang lain yang dilarang dalam syariat. Di antara dalil-dalil yang menunjukkan pelarangannya adalah:
1. Perihal penghormatan seorang muslim
Allah sangat memuliakannya dalam Al Qur’an:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
“Dan sungguh telah Kami muliakan anak keturunan Adam.” (QS. Al-Isra: 70).
Oleh karenanya, segala hal yang bisa mengakibatkan rusaknya kehormatan seorang muslim di larang oleh syariaat agama.
2. Keumuman perintah untuk menutup aib kaum muslim
Rasulullah pernah menasehati hazzal radhiallah anhu sesaat setelah ia menyuruh maiz untuk mengakui perbuatannya berzina kepada Rasulullah sehingga maiz pun di hukum rajam.
يا هَزَّال، لو سَتَــرْته بردائك، لكان خيرًا لك
“Wahai Hazzal, seandainya tadi kau tutupi aibnya dengan bajumu (tidak kau suruh ia menghadapku), maka itu lebih baik bagimu.” (HR. Malik).
Demikian juga anjuran yang lain:
من ستر مسلما ستره الله في الدنيا والاخرة
“Barang siapa yang menutup (aib/cacat) seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim).
3. Larangan untuk menyebarluaskan segala hal yang menyangkut pribadi
Dalam istilah bahasa arab disebut tajassus alias memata matai. Mencari-mencari kesalahan orang lain.
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَجَسَّسُوا
“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (QS. Al Hujurat: 12).
Dalam hadits yang statusnya marfu’ sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan:
وَلا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ
“Janganlah kalian mencari-cari aurat (aib) kaum muslimin” (HR. Abu Dawud).
Seberapa penting mengekspos gambar-gambar seperti ini? Islam sangat menghormati privasi orang. Islam memulaikan manusia menjamin terlindunginya hak yang menyangkut kehormatan orang lain.
Sebuah hadits mengingatkan:
مَنْ سَتَرَ مُسْلمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنيا وَالآخِرَة
“Barangsiapa menutup (aib/cacat) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).
Niat baik memang penting. Namun cara dan adab dalam mengejawantahkan niat tersebut juga tidak kalah penting. Karena menyangkut privasi seseorang.
Alasan lain menyebarkan foto korban
Sudah menjadi pemandangan biasa ketika banyak pengguna media sosial memposting foto atau dokumentasi rekan saudara dan keluarga mereka yang meninggal dunia ke jejaring media sosial. Media sosial yang notabene adalah untuk publik dan seraya menuliskan untaian kalimat turut berbela sungkawa ataupun doa yang dipanjatkan kepada almarhum yang ada pada foto tersebut.
Beberapa dari pengguna media sosial bahkan memposting foto yang meninggal dunia dengan menampakkan yang kurang pantas di lihat oleh ruang publik seperti wajah yang meninggal sudah rusak akibat kecelakaan. Jenaza dengan sebahagian dari bagian tubuh sudah tidak lengkap serta kondisi lainnya.
Namun yang menjadi perhatian adalah apakah semua pengguna media sosial khususnya yang berteman dengan oknum uang mengupload foto atau video tersebut merasa nyaman dengan ppostingan tersebut?. Kita bisa memberikan jawaban masing masing tentang hal ini.