Kehidupan seseorang setelah menikah tentu akan berubah. Kehidupan yang sebelumnya bertumpu pada orang tua, setelah menikah harus menanggung kehidupan sendiri. Bahkan, bagi seorang pria, ia harus menanggung orang lain, yakni istri dan anaknya. Itulah mengapa ada sebagian orang yang mengucapkan “selamat menempuh hidup baru” pada pasangan yang baru menikah.
Bagi seorang pria, menafkahi keluarganya adalah suatu kewajiban. Hal tersebut diwajibkan karena seorang pria adalah pemimpin dari keluarganya. Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan yang baik bagi keluargnya, mampu melindungi dan mencukupi segala kebutuhan (menafkahi) keluarganya.
Baca:
- Hukum Pinjam Uang di Bank Syariah
- Hukum Trading dalam Islam
- Hukum Menyambung Rambut
- Hukum Wanita Bekerja Dalam Islam
- Hukum Semir Rambut Warna Hitam
Allah SWT berfirman:
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin dan pelindung bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa: 34)
Dari Mu’awiyah Al Qusyairi Ra, dia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau menjawab, ”Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali di dalam rumah”. (HR. Abu Dawud)
Dalil-dalil di atas sudah sangat jelas bahwa bagi seorang pria menafkahi keluarganya adalah wajib hukumnya. Lalu bagaimana jika menafkahi orang tua? Apakah hukumnya wajib, atau sunah atau yang lainnya?
Baca:
- Kewajiban Anak Perempuan Terhadap Orang Tua setelah Menikah
- Kewajiban Anak Laki-Laki Terhadap Ibunya Setelah Menikah
- Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak yang Sudah Menikah
- Keutamaan Berbakti Kepada Orang tua
- Cara Mendidik Anak Menurut Islam
Menafkahi Orang Tua Setelah Menikah
Memberi nafkah untuk orang tua tentu saja memiliki nilai kebaikan. Akan tetapi, dalam memberikan nafkah kepada mereka, kita juga perlu melihat kondisi keluarga. Apakah kebutuhan keluarga telah terpenuhi atau belum. Jika dirasa kebutuhan keluarga telah terpenuhi, maka kita dapat memberikan sebagian penghasilan kepada mereka.
Dari Jabir bin Abdillah R.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Mulailah bershadaqah dengannya untuk dirimu sendiri. Jika masih ada sisanya, maka untuk keluargamu. Jika masih ada sisanya, maka untuk kerabatmu. Dan jika masih ada sisanya, maka untuk orang-orang di sekitarmu.” (H.R. Muslim).
Bagi seorang pria (suami) memberi nafkah kepada orang tua hanya merupakan amal saleh dalam rangka berbakti kepada mereka. Adapun bagi seorang wanita (istri) tidak memiliki kewajiban dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan juga orang tuanya.
Jika melihat perkembangan saat ini, seorang wanita bekerja layaknya seorang pria bukan lagi hal yang aneh. Hal tersebut dapat dengan mudah kita temui, terlebih di kota-kota besar. Setelah seorang wanita (istri) bekerja, tentu ia akan memiliki penghasilannya sendiri. Dengan begitu, penghasilannya tersebut merupakan hak istri sepenuhnya. Meski istri bekerja atas izin suami, tak ada kewajiban bagi istri meminta izin kepada suami untuk membelanjakan harta yang ia miliki atau bahkan memberikan kepada orang tuanya.
Adapun menafkahi orang tua menjadi wajib hukumnya bagi seorang anak (laki-laki atau wanita) dikarenakan beberapa sebab, yaitu:
1. Kedua Orang Tuanya Miskin
Memberikan nafkah kepada orang tua sejatinya adalah bukan merupakan suatu kewajiban, melainkan hanya bernilai kebaikan atau tanda bakti terhadap mereka. Namun, jika orang tuanya miskin dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka seorang anak wajib memberikan nafkah untuknya.
Allah SWT berfirman:
“Dan Tuhanmu telah telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al Isra’: 23)
Sebagian ulama juga sepakat terhadap hal ini:
Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan, “Para ulama telah berijma’ bahwasanya orang tua yang fakir dan tidak punya penghasilan serta tak punya harta, wajib bagi anaknya memberikan nafkah untuk mereka dari hartanya.” (Al Mughni 11/373).
baca:
- Keutamaan Mendidik Anak Perempuan
- Keutamaan Doa Seorang Ibu
- Anak Durhaka Dalam Islam
- Peran Ayah Dalam Keluarga
- Keluarga Dalam Islam
2. Kondisi Orang Tua yang Sudah Tidak dapat Bekerja (Lanjut Usia)
Apabila orang tua sudah tidak lagi dapat bekerja karena usianya yang semakin tua, maka kita sebagai anak wajib mamberikan nafkah kepadanya. Karena tentu saja jika orang tua tidak lagi berpenghasilan, maka dari mana mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya? Orang yang paling pantas untuk mengurus segala kebutuhan mereka tidak lain adalah anaknya sendiri.
Imam al-Dardir mengatakan, “(Wajib memberikan nafkah) jika orang tua itu tidak mampu lagi berusaha atau bekerja, dan jika tidak begitu (jika orang tua tidak dalam keadaan miskin dan tidak mampu bekerja) maka tidak ada kewajiban bagi anaknya untuk menafkahi. Dan kedua orang tuanya itu dipaksa untuk bekerja, dan ini pendapat yang muktamad (dipegang).” (Hasyiyah Al-Dusuqi ‘ala Syarh Al-Kabir 2/522).
3. Kondisi Anak yang Berkecukupan
Sudah sangat wajar bagi seorang anak berbakti kepada orang tuanya. Bahkan hal tersebut merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanankan seorang anak terhadap orang tuanya. Terlebih jika anak tersebut memiliki harta yang berkecukupan. Maka anak tersebut wajib menafkahi orang tuanya. Karena hal tersebut adalah merupakan tanda bakti kepada orang tuanya.
Allah SWT berfirman:
“Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Dan katakanlah, “Wahai Rabb-ku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil.” (QS. Al Isra: 24)
baca:
- Anak Perempuan dalam Islam
- Keluarga Harmonis Menurut Islam
- Membangun Rumah Tangga Dalam Islam
- Cara Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga Menurut Islam
- Tips Keluarga Bahagia dalam Islam
4. Memiliki Harta yang Berlebih Setelah Mencukupi Keluarganya
Hampir sama dengan poin ke tiga. Akan tetapi, pada poin ini lebih ditekankan bagi anak yang memiliki harta melimpah, tidak hanya sekedar “cukup” untuk menafkahi keluarganya saja. Para ulama Al-Hanafiyyah, Asy-Syafi’iyyah dan Al-Hanabilah telah bersepakat bahwa wajib hukumya bagi seorang anak untuk menafkahi orang tuanya sedang dia masih memiliki kelebihan setelah mencukupi keluarganya.
Imam Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqh Al-Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Bahwa sang anak yang wajib menafkahi orang tuanya ini mempunyai nafkah yang lebih setelah ia menafkahi dirinya dan istrinya.”
Tanggungjawab seorang pria (suami) memang terbilang berat untuk keluarganya. Namun, janganlah pernah takut untuk menjalaninya. Karena Allah SWT pasti akan mencukupi segala kebutuhan kalian, jika kalian senantiasa selalu berusaha dan memohon kepada-Nya. Apabila suami memiliki pengahasilan lebih yang dapat memenuhi dan menafkahi istri, anak dan orang tuanya, maka menafkahi ketiganya adalah merupakan sebuah kewajiban. Dan apabila suami hanya berpenghasilan pas-pasan, maka yang harus didahului adalah menafkahi istri dan anaknya.
baca:
- Cara Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga Selama Ramadhan
- Keutamaan Mendidik Anak Perempuan
- Pernikahan Beda Agama
- Konflik dalam Keluarga
- Ibu Rumah Tangga dalam Islam
Jadi, dapat disimpulkan bahwa menafkahi orang tua setelah menikah hukumnya adalah tidak wajib. Karena kewajiban utama seorang pria (suami) adalah untuk menafkahi keluarganya (istri dan anaknya). Akan tetapi, jika memiliki orang tua dengan kondisi seperti yang dipaparkan di atas, maka wajib hukumnya seorang anak untuk menafkahi orang tua.
demikian penjelasan terkait Hukum Menafkahi Orang Tua Setelah Menikah.