Hukum Menasehati Pemimpin yang Dzalim

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Islam merupakan agama dari Allah yang mengatur seluruh aspek kehidupan sesuai dengan dasar hukum islam, baik pribadi maupun masyarakat, lahir maupun batin, dan bahkan untuk kepentingan di dunia dan akhirat. Maka sistim politik Islam, khususnya tentang kepemimpinan, merupakan amanat dari Allah untuk melaksanakan aturan, undang undang dan syari’at Islam.

Jadi kepemimpinan dalam Islam merupakan bentuk aktifitas politik, yang bertujuan untuk menegakkan aturan Allah di muka bumi sesuai dasar kepemimpinan dalam islam. Oleh karena itu, pemimpin yang dipilih semata mata hanya bertugas untuk menegakkan syari’at dan menerapkan hukum Allah, sehingga negara dan rakyat meraih kedamaian, penguasa dan rakyat memperoleh hak hak secara adil, serta kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kondisi yang tenteram dan makmur.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan tentang keutamaan menjadi pemimpin: Tujuan pokok kepemimpinan, ialah memperbaiki agama umat. Sebab, jika jauh dari Dinul Islam, (maka) bangsa akan hancur, nasib rakyat akan terlantar dan nikmat nikmat dunia yang mereka miliki akan sia sia.

Menasehati yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan pemimpin yang dzalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana cara memilih pemimpin dalam islam).

Menasehati pemimpin yang dzalim dengan berani mengatakan kebenaran termasuk menasehati bahkan semulia mulianya menasehati. Namun dengan catatan di sini, menasehati mereka adalah dengan cara baik, bukan dengan mengumbar aib mereka di hadapan khalayak ramai. Berikut selengkapnya mengenai doa untuk pemimpin dalam islam yakni Hukum Menasehati Pemimpin yang Dzalim.

Seutama utamanya Menasehati,Menasehati Melawan Pemimpin Dzalim

Dari Abu Sa’id Al Khudri,Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menasehati yang palingutama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan pemimpin yang dzalim.”(HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh AbuThohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Abu Daud Sulaiman bin AlAsy’ats As Sajistani membawakah hadits ini dalam kitab sunannya pada Bab “AlAmru wan Nahyu”, yaitu mengajak pada kebaikan dan melarang darikemungkaran. Abu ‘Isa At Tirmidzi membawakan hadits di atas dalam Bab“Mengingkari kemungkaran dengan tangan, lisan atau hati”.

Muhammad bin Yazid IbnuMajah Al Qozwini membawakan hadits di atas dalam Bab “Memerintahkan padakebaikan dan melarang dari kemungkaran.” Begitu pula Imam Nawawi dalam RiyadhusSholihin membawakan hadits ini dalam Bab “Memerintahkan pada kebaikan danmelarang dari kemungkaran”, beliau sebutkan hadits ini pada urutan no. 194 darikitab tersebut.

Hukum Menasehati Pemimpin yang Dzalim

  • Mengajak pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran termasuk menasehati.
  • Menasehati pemimpin yang dzalim termasuk perbuatan mulia.
  • Menasehati itu bertingkat tingkat, ada yang lebih utama dari yang lain.
  • Bolehnya berhadapan dengan pemimpin yang dzalim ketika ia berbuat dzalim dengan mengajaknya pada kebaikan dan melarangnya dari kemungkaran. Namun hendaknya ketika menasehati bersikap lemah lembut, bisa jadi ia mau menerima, bisa jadi ia menolak.

Mengatakan Kebenaran di Hadapan Pemimpin Dzalim

Menasehati pemimpin ituada dua macam. Ada yang mendukung perangai jelek pemimpin. Setiap yang pemimpinlakukan, dipuji dan dibela padahal yang dilakukan bisa jadi sejelek jelekperbuatan dzalim. Yang melakukan seperti ini adalah para penjilat dan pengejardunia.

Sedangkan menasehati yangbaik adalah melihat pada perkara yang Allah dan Rasul Nya ridhoi. Ketika pemimpinkeliru, maka dinasehati dengan cara yang baik. Menasehati di sini bukan denganmengumbar aib pemimpin di hadapan orang banyak seperti yang dilakukan olehsebagian kalangan lewat demonstrasi besar besaran.

Cara Menasehati Pemimpin yang Dzalim

  • Pertama : Ikhlas dalam memberi nasihat.

Nabi Muhammad bersabda kepada Abdullah bin Amr: “Wahai, Abdullah bin Amr. Jika engkau berperang dengan sabar dan ikhlas, maka Allah akan membangkitkanmu sebagai orang yang sabar dan ikhlas. Dan jika engkau berperang karena riya, maka Allah akan membangkitkanmu sebagai orang riya dan orang yang ingin dipuji” . [HR Abu Dawud].

Imam Ibnu Nahhasberkata,”Orang yang menasihati pemimpinatau penguasa, hendaknya mendahulukan sikap ikhlas untuk mencari ridha Allah.Barangsiapa yang mendekati pemimpin untuk mencari popularitas atau jabatan atausanjungan, maka ia telah berbuat kesalahan yang besar dan melakukan perbuatansia-sia.”

  • Kedua : Menjahui segala macam ambisi pribadi.

Seseorang yangmenasihati sebaiknya menanggalkan segala ambisi dan keinginan pribadi untukmendapatkan sesuatu dari pemimpin atau penguasa. Para ulama salaf telah banyakmemberikan contoh dan suri tauladan, seperti Sufyan Ats Atsauri. Beliau seringmenolak pemberian para penguasa, karena khawatir pemberian tersebutmenghalanginya untuk mengingkari kemungkaran.

  • Ketiga : Mendahulukan sikap kejujuran dan kebenaran.

Seorang yang ingin menasihati pemimpin atau penguasa, hendaknyabersikap jujur dan pemberani; sebagaimana sabda Nabi,”Jihad yang paling utamaadalah menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang dzalim.” [HR Abu Dawud]

  • Keempat : Berdo’a kepada Allah dengan do’a-do’a yang ma’tsur.

Dari Ibnu Abbas, beliauberkata,”Jika kamu mendatangi penguasayang kejam, maka berdo’alah: Allah Maha Besar, Allah Maha Tinggi, dari semuamakhlukNya, Allah Maha Tinggi dari semua yang saya takutkan dan khawatirkan.Saya berlindung kepada Allah yang tiada Sesembahan yang haq selainNya,

Dialah yang menahan langit yang tujuh sehingga tidak jatuh ke bumidengan izinNya, (dari) kejahatan hambaMu dan para pengikutnya, bala tentaranyadan para pendukungnya, baik dari jin atau manusia. Ya Allah, jadilah Engkaupendampingku dari kejahatan mereka, Maha Tinggi kekuasaan Allah dan Maha Agungserta Maha Berkah NamaNya, tiada Sesembahan yang berhaq disembah selain Engkau.”(Dibaca tiga kali). [HR Ibnu Abu Syaibah].

  • Berkata yang benar (kebaikan) di hadapan pemimpin yang adil, maka itu amatlah mudah karena pemimpin seperti ini lebih mudah menerima.
  • Berkata yang tidak benar di hadapan pemimpin yang adil, dalam rangka ingin menjilat pemimpin atau karena urusan dunia, maka ini teramat bahaya. Pemimpin tersebut bisa jadi tertipu dengan pujian tersebut.
  • Berkata yang benar di hadapan pemimpin yang dzalim, maka ini seafdhol afdholnya menasehati.
  • Berkata yang tidak benar di hadapan pemimpin yang dzalim, maka ini sejelek jelek kemungkaran.

Hadist Terkait Pemimpinyang Dzalim

Ali bin Abi Thalib pernahberkata,  “Masyarakat tidak bisa jadi baik jika hidup tanpa pemimpin, baikpemimpin tersebut adalah orang yang sholih ataupun orang yang dzalim.” Ada yangmenyanggah beliau terkait dengan kalimat ‘ataupun orang yang dzalim. ‘Alimenjelaskan, “Bahkan dengan sebab pemimpin yang dzalim jalan jalan terasa aman,rakyat bisa dengan tenang mengerjakan shalat dan berhaji ke Ka’bah.” (TafsirAl Kabir wa Mafatih Al Ghaib karya Muhammad Ar Razi 13: 204).

Fakhruddin Ar Razimengatakan, “Jika rakyat ingin terbebasdari pemimpin yang dzalim maka hendaklah mereka meninggalkan kedzaliman yangmereka lakukan.” (Tafsir At Tahrir wat Tanwir karya Ibnu Asyur, 8:74)

Etika Menasehati Pemimpin yang Dzalim

Islam memiliki etikatersendiri dalam menasihati pemimpin, bahkan mempunyai kaidah-kaidah dasar yangtidak boleh dilecehkan; sebab, pemimpin tidak sama dengan rakyat. Apabilamenasihati kaum muslimin, secara umum memerlukan kaidah dan etika, makamenasihati para pemimpin lebih perlu memperhatikan kaidah dan etikanya.

Dari Ibnu Hakammeriwayatkan, bahwa Nabi bersabda,”Barangsiapayang ingin menasihati pemimpin, maka jangan melakukannya secaraterang-terangan. Akan tetapi, nasihatilah dia di tempat yang sepi. Jikamenerima nasihat, itu sangat baik. Dan bila tidak menerimanya, maka kamu telahmenyampaikan kewajiban nasihat kepadanya.” [HR Imam Ahmad].

Sangat tidak bijaksana mengoreksi dan mengkritik kekeliruan para pemimpin melalui mimbar-mimbar terbuka, tempat-tempat umum ataupun media massa, baik elektronik maupun cetak. Yang demikian itu menimbulkan banyak fitnah.

Bahkan terkadang disertai dengan hujatan dan cacian kepada orang per orang. Seharusnya, menasihati para pemimpin dengan cara lemah lembut dan di tempat rahasia, sebagaimana yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid tatkala menasihati Utsman bin Affan, bukan dengan cara mencaci-maki mereka di tempat umum atau mimbar.

Imam Ibnu Hajar berkata,bahwa Usamah telah menasihati Utsman bin Affan dengan cara yang sangatbijaksana dan beretika tanpa menimbulkan fitnah dan keresahan. Imam Syafi’iberkata,”Barangsiapa yang menasihatitemannya dengan rahasia, maka ia telah menasihati dan menghiasinya. Danbarangsiapa yang menasihatinya dengan terang-terangan, maka ia telahmempermalukan dan merusaknya.”

Imam Fudhail bin Iyadh berkata,”Orang mukmin menasihati dengan cara rahasia; dan orang jahat menasihati dengan cara melecehkan dan memaki-maki.” Syaikh bin Baz berkata,”Menasihati para pemimpin dengan cara terang-terangan melalui mimbar-mimbar atau tempat-tempat umum, bukan (merupakan) cara atau manhaj Salaf.

Sebab, hal itu akan mengakibatkan keresahan dan menjatuhkan martabat para pemimpin. Akan tetapi, (cara) manhaj Salaf dalam menasihati pemimpin yaitu dengan mendatanginya, mengirim surat atau menyuruh salah seorang ulama yang dikenal untuk menyampaikan nasihat tersebut.”

Itulah ulasan mengenaihukum menasehati pemimpin yang dzalim, semoga menjadi wawasan bermanfaat,sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn