Hukum Mencari Nafkah dengan Berdakwah Dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Dalam menjalani kehidupan, kita diwajibkan untuk selalu beribadah kepada Allah SWT. Tapi di samping itu, kita juga diwajibkan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup. Allah sendiri telah memerintahkan kita untuk mencari nafkah dalam Al quran.

Allah berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي اْلأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Maka apabila shalat telah selesai dikerjakan, bertebaranlah kamu sekalian di muka bumi dan carilah rezeki karunia Allah”. [Al Jumu’ah : 10]

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اْلأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekiNya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. [Al Mulk : 15]

Baca juga:

Dari Umar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka niscaya Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no. 2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).

Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah” (HR. Ahmad 4: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Baca juga:

Namun bagaimana hukumnya jika seseorang mencari nafkah dari hasil berdakwah? Sedangkan kita memang dituntut untuk selalu berdakwah menyebarkan ajaran Islam sebagai amal jariah.

Mengenai perkara ini, maka hukum mencari nafkah atau harta dalam Islam dengan jalan dakwah adalah boleh. Hal ini juga pernah dijelaskan oleh Rasulullah SAW.

Bukhori dari Ibnu Abbas jikalau sebagian sahabat Nabi saw melalui asal pati mata air dimana terkandung orang yang tersengat binatang berbisa, lantas salah seorang yang bertempat tinggal di asal pati mata air tersebut datang serta berkata; “Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? pasal di tempat tinggal dekat asal pati mata air adanya seseorang yang tersengat binatang berbisa”.

Lantas salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut serta membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. nyatanya orang yang tersengat tadi sembuh, tersebutkan sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tak suka dengan Perihal itu, mereka berkata; “Kamu mengambil upah atas kitabullah?” sehabis mereka tiba di Madinah, mereka berkata; “Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah”.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil ialah upah pasal (mengajarkan) kitabullah” Hal itu juga ditegaskan bahwa Rasulullah SAW pernah memerintahkan seorang lelaki buat mengajarkan istrinya al Qur’an sebagai mahar baginya. (HR. Bukhari)

Baca juga:

Dari dalil di atas, jelas menunjukkan bahwa seorang yang mencari nafkah dengan jalan dakwah adalah boleh. Beberapa ulama juga menyetujui hal ini karena beberapa hal:

  1. Berdakwah membutuhkan biaya transportasi
  2. Seorang yang terlalu sibuk menyebarkan ilmu agama dikhawatirkan tidak mempunyai waktu untuk mencari nafkah, maka ia boleh menerima upah dakwah
  3. Jika seseorang yang berdakwah tidak dibayar, maka ditakutkan di masa depan tidak ada lagi yang mau berdakwah
  4. Jika seseorang diberi upah untuk berdakwah maka boleh diterima karena kita dilarang menolak rejeki, asalkan bukan ia yang meminta
  5. Jika seorang artis saja dibayar mahal, maka hendaknya yang mengajarkan ilmu agama haruslah lebih dihargai

Itulah beberapa alasan mengapa seorang yang berdakwah boleh menerima upahnya sebagai pengganti mencari nafkah.

Namun sayangnya, saat ini justru semakin banyak orang yang berdakwah dengan menetapkan tarif tertentu. Bahkan beberapa diantaranya justru menerapkan tarif yang sangat tinggi hingga membuat beberapa orang jadi sulit untuk membayarnya padahal mereka ingin mendapatkan ilmu agama.

Perilaku yang memperjualbelikan ajaran Islam seperti inilah yang tidak diperbolehkan karena Allah telah melarang untuk menjual ayat-ayatnya dengan harga dunia atau dijadikan sebagai bahan komersil.

Baca juga :

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan- keterangan (yang jelas) dan petunjuk , setelah kami menerangkannya kepada manusia Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan di laknati (pula) oleh semua (makhluk )yang dapat melaknati”  (Al Baqoroh: 159)

Rasulullah bersabda, “Bacalah Al qur’an, dan jangan terlalu berlebihan,jangan terlalu lalai, jangn makan upah mengajar Al qur’an, dan memeperbanyak harata melalaui mengajar Al qur’an “ (HR. Ahmad, dishahihkan oleh ibnu Hajar).

Allah berfirman,

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى*وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى*ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الأوْفَى

“Dan bahwasanya manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwa usahanya itu (di akhirat) kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. al-Najm ayat 39)

Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa seluruh usaha dalam mencari nafkah dinilai dengan niatnya. Jika seseorang berniat untuk mengejar dunia tanpa memikirkan akhirat maka sungguh hanya dunialah yang ia dapatkan.

Itulah beberapa penjelasan mengenai hukum mencari nafkah dengan cara berdakwah. Sesungguhnya boleh saja mengambil upah dari berdakwah asal jangan menetapkan tarif yang tinggi hingga menjadikan dakwah sebagai hal komersil.

Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

fbWhatsappTwitterLinkedIn