Hukum Mencicipi Makanan Saat Puasa dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Al-Baqarah : 183).

Dalil Al-Quran diatas menunjukkan bahwa setiap umat islam diwajibkan atas dirinya berpuasa. Kita ketahui bersama pula bahwa puasa adalah bagian dari rukun islam yang merupakan pondasi dari agama islam. Akan tetapi, dalam pelaksanaan puasa ada kalanya kita berhadapan dengan hal-hal yang membuat batal atau bisa jadi mendekati batal.

Salah satunya adalah mencicipi makanan saat puasa. Mencicipi makanan saat puasa ini bisa dilakukaan saat wanita atau para ibu memasak dan khawatir masakannya tidak pas atau tidak sesuai. Jika mencicipi makanan ini berdampak kepada amanah atau kepercayaan dari orang lain, tentu saja ini akan menjadi masalah yang lebih besar lagi.

baca juga:

Dalam hukum islam, tentu Allah tidak hendak mempersulit dan membuat manusia menjadi susah dalam hidupnya.  Justru menginginkan manusia untuk Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam, dengan Cara Sukses Menurut Islam. Termasuk dalam berpuasa dan kaitannya dengan melaksanakan aktivitas dalam keseharian. Mencicipi makanan tentunya harus diperhatikan agar tidak menjadi masalah dalam puasa kita.

Persoalan dalam hal ini tentu saja akan ada perbedaan pendapat ulama. Hal ini dikarena puasa harus sesuai dengan syarat sah puasa ramadhanrukun puasa ramadhan, serta Puasa ramadhan dan cara pelaksanaannya. Walaupun ada perbedaan pendapat namun hal ini bisa kita pahami bersama dengan dalil yang ada.

Berikut penjelasan yang berkaitan dengan puasa, dan beberapa dalil yang memperbolehkan mencicipi makanan untuk suatu yang dibutuhkan.

baca juga:

Dalil Tentang Puasa Secara Umum

Sebelum membahas tentang boleh atau tidaknya mencicipi makanan, maka berikut perlu kita pahami terlebih dahulu apakah mencicipi makanan termasuk ke dalam hal yang bertentangan dengan puasa. Pada hakikatnya puasa adalah menahan hawa nafsu dan dahaga kita.

  1. Puasa adalah Sendi Islam

Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram” (Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Dalam hadist di atas ditunjukkan bahwa puasa adalah sendi-sendi islam. Untuk itu, puasa menjadi bagian utama dalam islam yang harus diperjuangkan secara benar dan ditegakkan sesuai syariah islam. Puasa dalam islam sebagai pelatihan untuk mengelola hawa nafsu, bukan sekedar menahan atau menekan, melainkan mengelolanya dengan baik.

Jika dalam islam kita ketahui bahwa islam adalah sendi, maka sendi itu yang kelak menggerakkan diri kita dan menjadi penopang dalam diri kita. Maka jagalah dan pertahankan puasa kita agar menjadi puasa yang lebih baik. Untuk itu, puasa adalah bagian dari rukun iman, rukun islam, Iman dalam Islam, Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan, dan Hubungan Akhlak dengan Iman

  1. Puasa Bukan Sekedar Menagan Lapar dan Dahaga

“Betapa banyak orang puasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga” (HR Ahmad)

Hadist di atas menunjukkan bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga. Puasa menjadi proses ibadah dan menyerahkan kita untuk lebih taat atau taqwa kepada Allah. Hal ini disampaikan juga dalam hadist berikut ini.

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi” (HR. Muslim)

Untuk itu, berpuasalah karena ingin mendapatkan ridho Allah dan ingin mencapai derajat taqwa. Puasa yang hanya sekedar menahan lapar dahaga atau haus tentu saja mampu dikelola dan dilakukan oleh semua orang. Akan tetapi, puasa yang benar-benar menjadi hamba taat dan taqwa itu adalah tantangan tersendiri.

baca juga:

Dalil yang Memperbolehkan Mencicipi Makanan

Karena puasa adalah sebagai pelatihan kita mengelola hawa nafsu, diri, dan ibadah kita maka ini menjadi dasar dalam menjawab persoalan mencicipi makanan. Selagi mencicipi makanan memang dibtuhkan untuk suatu yang maslahat dan bukan dalam rangka melampiaskan hawa nafsu maka ini bukan sesuatu yang bertentangan.

Berikut adalah dalil yang yang memperbolehkan tentang mencicipi masakan saat puasa. Tentunya mencicipi tidak sama dengan memakan. Mencicipi rasa tidak sama dengan memakan makanan tersebut secara banyak dan utuh. Untuk itu perlu diperhatikan agar umat islam tidak salah paham dan salah kaprah dalam berpuasa nantinya.

Tidak mengapa mencicipi cuka atau makanan lainnya selama tidak masuk ke kerongkongan.” (HR Bukhari)

Hadist bukhari ini mengatakan bahwa mencicipi makanan untuk mengetahui rasanya terlalu asin, manis, atau asam diperbolehkan asal tidak masuk ke kerongkongan alias hanya sekedar mampir di lidah. Hal ini tentu saja dibutuhkan oleh orang-orang yang bekerja sebagai koki, ibu rumah tangga yang memasak, orang-orang yang menerima pesanan masakan, dan lain sebagainya.

baca juga:

Hal ini akhirnya menunjukkan bahwa islam tidak memperberat ibadah. Hal tertentu boleh dilakukan. Hal ini sebagaimana berkumur atau bersiwak. Selagi air dan siwak tidak sampai ditelan dan dijadikan sebagai pemuas dahaga, tentu hal ini tidak dilarang. Justru membuat segar dan menjaga kebersihan.

Termasuk ketika tidak disenagaja dan langsung dihentikan. Sebagaimana dalil berikut, “Siapa saja yang lupa ketika puasa kemudian makan atau minum maka hendaknya dia sempurnakan puasanya, karena Allah telah memberinya makan atau minum.” (HR Bukhari dan Muslim)

Untuk itu, mencicipi makanan saat puasa bagi beberapa ulama diperbolehkan. Tapi beberapa ulama lain tetap melarang karena kehati-hatian dan kekhawatiran akan batalnya puasa. Untuk itu, adanya hadist dari bukhari ini bisa dipahami bahwa mencicipi tidak sama dengan memakan dan mencoba makanannya. Hanya sekedar menentukan manis, asin, pahit, atau asam suatu rasa secara sedikit atau sekilas.

baca juga:

Selain dari puasa ramadhan yang wajib kita pun bisa melaksanakan berbagai jenis puasa seperti puasa senin kamis , puasa dengan keutamaan puasa senin kamis, pelaksanaan puasa arafah dan keutamaan puasa arafah, ibadah dengan keutamaan pusa rajab, dan keutamaan puasa daud. Semoga umat islam senantiasa menjalankan ibadah puasa secara kaffah dan sesuai dengan ketentuan yang telah Allah berikan. Selamat menjalankan ibadah puasa secara sempurna dan mencapai kemenangan.

Artikel Islam Lainnya

fbWhatsappTwitterLinkedIn