Jangan dianggap Remah, Berikut Hukum Menepati Nazar!

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Nazar berasal dari bahasa Arab yang berarti janji. Janji yang dilakukan dapat bersifat kebaikan dan keburukan.

Secara lebih jelasnya, nazar merupakan janji yang kita utarakan untuk menyanggupi sebuah perilaku ibadah yang mulanya tidak wajib menjadi wajib. Seperti yang kita tahu bahwa janji itu harus ditepati, apalagi berjanji dengan Allah Swt untuk melakukan sebuah ibadah.

Jika tidak pasti harus menerima sanksi atau konsekuensi. Nazar pada awalnya adalah sebuah puasa sunah, namun akan menjadi puasa wajib jika seseorang berjanji atau bersumpah untuk melakukan ibadah karena nazar.

Sebagian besar ulama juga mengatakan bahwa puasa nazar merupakan puasa wajib karena membayar janji. Namun, nazar tidak akan sah jika seseorang bernazar dengan dasar perilaku yang hukumnya mubah, makruh, maupun haram.

Hal mengenai nazar juga telah dituliskan pada hadis riwayat Bukhari, di mana Rasulullah Saw. berkata:

“Siapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barang siapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah maka janganlah bermaksiat kepada-Nya.” (H.R. Bukhari).

Islam sangat memperbolehkan umatnya untuk melakukan nazar. Bahkan Allah Swt. pun memuji orang-orang yang bernazar dan menunaikan nazarnya Allah Swt pernah berfirman bahwa:

“Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (Q.S. Al-Hajj: 29).

hukumnya bila tidak menjalankan sesuatu yang telah dinazarkan

Dia mengatakan, jika seseorang telah bernazar tetapi dia tidak sanggup memenuhi janjinya, maka yang bersangkutan harus menebus dosa tersebut. Penebusannya yaitu dengan memberi makan 10 orang miskin masing-masing senilai 10 pound Mesir (1 pound Mesir sekitar Rp 900).

Setelah dosa ini ditebus, maka tidak ada nazar. Anggota Fatwa Dar Al Ifta yang lain, Syekh Uwaidah Utsman juga menyampaikan hal senada.

Jika seorang Muslim yang telah bernazar lalu tidak mampu menjalankan nazar tersebut, maka ia harus menebusnya karena telah melanggar nazar tersebut.
Syekh Utsman mengatakan, Rasulullah SAW telah bersabda:

“Melanggar nazar adalah (sama saja dengan) melanggar sumpah.” Cara menebusnya adalah dengan memberi makan 10 orang miskin.

Allah SWT berfirman:

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS Al Maidah ayat 89)

Syekh Utsman juga mengingatkan, seorang Muslim yang telah bersumpah sesuatu kepada Allah SWT harus memenuhi sumpah itu. Sumpah maupun nazar ini wajib dipenuhi.

“Memenuhi nazar adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang berjanji untuk melakukan sesuatu demi Allah SWT selama dia mampu,” tutur Syekh Utsman.

Selain itu Allah SWT pun memuji orang-orang yang memenuhi nazarnya dalam ketaatan kepada-Nya. Allah berfirman:

“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS Al-Insan ayat 7)

Ketentuan bernazar

Syariat membolehkan setiap Muslim untuk bernazar. Hal ini menunjukkan, hukum nazar adalah mubah.

Para ulama sepakat, hukum melaksanakan nazar atau melaksanakan sesuatu sesuai dengan yang telah dinazarkan, adalah wajib. Ini dengan ketentuan, nazar tersebut untuk melakukan kebaikan kepada Allah SWT, bukan justru bermaksiat kepada-Nya.

Orang yang bernazar tetapi tidak melaksanakan nazarnya baik sengaja ataupun karena tidak mampu melaksanakannya maka harus membayar kafarat (denda). Jumlah denda itu sama dengan kafarat melanggar sumpah.

Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah yang berbunyi, “Denda nazar adalah denda sumpah.” (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tarmizi, an-Nasa’i, dan Ahmad).

Denda tersebut dapat dengan memilih salah satu dari alternatif berikut secara berurutan. Pertama, memberi makan 10 fakir miskin. Kedua, memberi pakaian pada 10 fakir miskin. Ketiga, memerdekakan hamba sahaya. Keempat, berpuasa tiga hari.

Mengganti nazar dengan perbuatan nazar yang lain diperbolehkan, tetapi orang yang bersangkutan tetap harus membayar kafarat sebagai sanksi atas nazar yang tidak dilaksanakan.

Nazar itu diucapkan

Sejatinya nazar memiliki beberapa prinsip yang harus dipatuhi. Pertama, keinginan nazar harus diucapkan/dilafalkan bukan hanya tersirat dalam hati.

Kemudian, tujuan nazar harus semata karena Allah. Nazar pun tidak dibenarkan untuk suatu perbuatan yang dilarang atau yang makruh.

Jika seseorang yang bernazar meninggal dunia sebelum melaksanakan nazarnya, nazar tersebut harus dilaksanakan oleh keluarganya. Ditinjau dari segi isi, nazar terbagi dalam dua bagian.

Yakni nazar untuk mengerjakan suatu perbuatan seperti mengerjakan perbuatan ibadah yang disyariatkan dan perbuatan mubah serta nazar untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang atau yang makruh hukumnya, seperti bernazar untuk meninggalkan kebiasaan merokok.

Melanggar Nazar yang Diperbolehkan dalam Islam

Ada nazar yang diperbolehkan untuk dilanggar, yaitu nazar dalam kategori sebagai berikut:

1. Nazar Orang Kafir

Sebab tidak termasuk nazar yang sah karena dilakukan oleh seorang yang menyembah selain Allah sehingga nazar yang diucapkannya ditepat ataupun tidak ditepati tidak akan berpengaruh pada amal perbuatannya sebab segala yang dilakuannya tidak dalam ridho Allah sebagaimana dijelaskan bahwa orang orang kafir amal baiknya tidak diterima Allah.

2. Nazar Anak Anak dan Orang gila

Sebab merupakan sesuatu yang tidak memiliki nilai kesungguhan dan tidak memahami arti atau hukum dari nazar itu sendiri. Orang gila juga mengucapkan segala sesuatu yang tidak sesui akal pikirannya.

3. Nazar Karena Paksaan

Kalimat nazar yang diucapkan karena paksaan dari orang lain dan pada saat itu dalam keadaan tertekan serta tidak ada pilihan lain, atau jika tidak menuruti paksaan tersebut akan terjadi bahaya pada dirinya, boleh untuk dilanggar sebab tidak sungguh sungguh berasal dari niat dirinya sendiri.

4. Hanya Sebatas Niat

Misalnya nazar yang masih direncanakan atau terfikirkan dalam batin tetapi belum diucapkan secara lisan.

5. Nazar yang Mustahil

Misalnya lelaki tua yang sakit sakitan dan cacat tidak mampu berjalan ingin berhaji lalu membuat nazar jika dirinya diberi rezeki dan mampu berhaji akan melakukan haji dengan jalan kaki dari rumahnya di Indonesia ke Arab saudi. Tentu hal yang mustahil bukan? Apalagi dengan kondisinya yang cacat.

Nazar tersebut boleh dilanggar yaitu dengan rezeki yang telah dikabulkan untuk diberikan padanya oleh Allah lelaki tua tersebut menggunakannya untuk berangkat haji denagn cara yang semestinya (naik pesawat). Dalam hal ini lelaki tua tersebut tetap diwajibkan membayar denda sebab nazarnya berhubungan dengan kebaikan yang wajib dilaksanakan (ibadah haji).

6. Nazar yang Buruk

“Barang siapa bernazar untuk menaati Allah maka hendaklah dia mentaati Nya. dan barang siapa bernazar untuk mendurhakai Nya maka janganlah dia mendurhakai Nya”. (HR Al Bukhari).

Hadist di atas berhubungan dengan cerita nazar lelaki tua yang diceritakan di atas, nazar yang baik tetap wajib dilakukan, tetapi jika nazarnya tentang janji melanggar agama atau berbuat maksiat maka nazar tersebut wajib ditinggalkan serta banyak banyak memohon ampun kepada Allah karena telah berniat sesuatu yang tidak di ridhoi Nya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn