Hukum Menghadiri Pernikahan di Gereja Dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Kewajiban menikah tidak hanya dimiliki umat muslim namun juga semua orang di dunia. Resepsi pernikahan dalam bahasa Arab dikenal dengan nama walîmah ‘urs, sementara resepsi pernikahan ditambahkan dengan kata di belakang kata walimah seperti walimah khitan. Lalu, bagaimana hukum menghadiri pernikahan di Gereja?. Dalam masalah ini, para ulama memiliki pendapat yang saling bersilangan mengenai hukum memasuki gereja.

Sebagian ulama mengatakan jika makruh hukumnya masuk ke dalam gereja, sebab Gereja adalah tempatnya para syaithon yang dikemukakan kalangan Madzhab Hanafi.

Sebagian ulama mengatakan jika tidak boleh atau haram masuk ke dalam gereja kecuali atas izin dari mereka atau non muslim yang mengundang. Pendapat ini juga diikuti sebagian Syafi ‘iyyah serta sebagian lainnya yang mengatakan boleh meskipun tidak mendapatkan izin terlebih dulu dan merupakan salah satu cara meningkatkan akhlak.

Sebagian ulama lagi mengatakan jika boleh seorang muslim memasuki Gereja dan melakukan sholat di dalam Gereja selama tidak ada patung, gambar atau salib. Pendapat ini berasal dari kalangan madzhab Hanbali, namun sebagian dari mereka juga berpendapat jika makruh melakukan sholat di dalam Gereja yang ada patung atau gambar.

Dari ketiga pendapat ulama diatas, mereka semua sepakat jika haram masuk ke dalam Gereja apabila dilakukan untuk turut serta dalam perayaan hari raya non muslim baik itu di Gereja atau tempat lainnya. Ini diambil dari sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kalian menemui orang-orang musyrik di gereja-gereja (tempat ibadah) mereka pada hari raya mereka, karena kemurkaan (Allah) turun kepada mereka.”

Hukum Menghadiri Pernikahan Non Muslim

Untuk menentukan apa dasar hukum Islam dari menghadiri undangan atau pernikahan non muslim bisa dilihat pada beberapa ayat berikut ini.

  1. QS.Al-Mumtahanah: 08

“Allah tiada melarang kamu untuk berlaku baik dan berbuat adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena fungsi agama dan tidak mengusirmu dari negerimu”.

Allah SWT tidak mempersoalkan umat muslim untuk bersikap baik pada non muslim terutama dzimiy. Meskipun berbeda dalam segi agama, akan tetapi sikap baik harus selalu dijalin dengan baik supaya hubungan yang tercipta juga baik.

  1. Jami’ual-Ahadits, XIX:461

Selain itu, Rasulullah SAW juga melarang umatnya untuk menyakiti dzimy dalam sabda-Nya.

“Barangsiapa yang menyakiti kafir dzimmiy (kafir yang berdamai dengan kita), maka akulah musuhnya. Dan barang siapa yang bermusuhan dengan aku, aku juga akan memusuhinya nanti di hari kiamat.”

Menghadiri pernikahan non muslim adalah bentuk dari perbuatan sikap baik dimana artinya kita sudah menghargai undangan yang mereka berikan dan mereka juga akan merasa senang dengan kehadiran kita dalam memenuhi undangan yang diberikan tersebut sehingga akhirnya tali keutamaan menyambung tali silaturahmi bisa tetap terjaga dengan baik.

  1. Kitab Fiqh Madzhab Syafi’i

Dalam Nihayatul Muhtaj disebutkan, Tidak wajib menghadiri undangan orang kafir, tetapi dianjurkan jika ada harapan masuk Islam, kerabat dekat, atau tetangga.”  (Nihayah Al Muhtaj ila Syarh Al Minhaj, 21:356).

  1. Al Inshaf, 13:146

Abu Daud berkata, “Imam Ahmad ditanya: “Apakah undangan orang kafir dihadiri?” Beliau menjawab: “Ya.” Zhahir perkataan Imam Ahmad ini menunjukkan bahwa beliau membolehkan dan tidak memakruhkannya. Bahkan kata Syaikhul Islam, perkataan Imam Ahmad ini bisa dipahami bahwa mendatangi undangan orang kafir hukumnya wajib sehingga masuk ke dalam hak dan kewajiabn dalam Islam. Karena sikap Imam Ahmad yang meng-iya-kan pertanyaan mungkin untuk dimaknai: “Ya, sebagaimana undangan orang muslim, yang statusnya wajib dipenuhi.” Sementara Az Zarkasyi berpendapat terlarangnya menghadiri walimah orang kafir. Beliau berdalil dengan terlarangnya memberikan salam dan mengunjungi orang kafir.

  1. Fatwa Lajnah dalam Fatawa Al Islam, 1:6407

Interaksi dengan orang kafir dalam urusan duniawi biasa dan tidak sampai pada taraf hubungan kecintaan atau loyalitas seperti contohnya pacaran beda agama,  jual beli, terjalin cinta beda agama, menghadiri undangan jamuan makan atau hal mubah lainnya maka diperbolehkan dan selama tidak menimbulkan bahaya untuk orang muslim dan bahkan datang ke undangan yang diberikan sebagai sarana untuk dakwah supaya masuk Islam, maka hal tersebut justru sangat ditekankan.

Pada dasarnya umat muslim diperbolehkan untuk menghadiri pernikahan non muslim dengan syarat adanya kemaslahatan syar’i, tidak terdapat acara keagamaan didalamnya dan bersih dari simbol ataupun gambar yang menjadi ciri khas dari agama tersebut. Sedangkan untuk pernikahan yang dilangsungkan di gereja ataupun di aula gereja, maka sebaiknya dipertimbangkan sebab ada kemungkinan tempat tersebut tidak bersih dari simbol atau gambar yang menjadi ciri khas agama dan juga untuk menghindari terjadinya fitnah seperti terpengaruh dengan ritual keagamaan atau acara yang diselenggarakan atau terbawa dengan suasana.

Hukum Masuk ke Gereja

Sementara untuk perbedaan hukum masuk ke gereja juga terdapat beberapa perbedaan mengenai seorang muslim yang masuk ke gereja dan memberikan pengecualian untuk masuk gereja apabila sudah terpenuhi beberapa syarat berikut ini.

  • Terdapat maslahat untuk agama Islam seperti contohnya dalam rangka untuk berdakwah atau berdebat dengan orang Nasrani supaya mereka masuk Islam
  • Tidak terjadi perbuatan haram seperti basa basi tentang kemaksiatan.
  • Berani memperlihatkan jati dirinya sebagai orang Islam.
  • Tidak membuat orang awam menjadi tertipu dan mengira jika setuju dengan agama orang Nasrani.

Dari keterangan banyak ulama dari berbagai madzhab, berikut lebih lengkap penjelasan secara merinci. Tidak mengartikan ikut bergabung dengan kebatilan yang dilakukan.

Tindakan tersebut seperti ciri khas dari orang kafir, meski Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (dalam ciri khas mereka, pen.) maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR. Abu Daud 4031 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani). Syaikhul Islam mengatakan, “Hadis ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya meniru ciri khas orang kafir. Meskipun dlahir hadis menunjukkan kafirnya orang yang meniru perbuatan yang menjadi ciri khas mereka.” (Iqtidla’ As Shirath Al Mustaqim, 1:270).

Murka Allah turun pada saat peribadatan mereka dan di tempat ibadat mereka. Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Hati-hatilah kalian dari bahasa orang kafir dan janganlah kalian masuk bersama orang muyrik pada saat peribadatan mereka di gereja mereka, karena pada saat itu dan di tempat itulah murka Allah sedang turun.” (HR. Abdur Razaq dalam Al Mushannaf no. 1608, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro, 9:234 dan dinilai kuat oleh Al Bukhari dalam At Tarikh)

Hukum Masuk Gereja Diluar Peribadatan

Hukum menyikapi keadaan dimana masuk ke dalam gereja diluar waktu peribadatan mereka akan tetapi ada gambar, salib atau patung, maka terdapat 2 pendapat ulama dalam menyikapi masalah tersebut.

Umairah dalam Hasyiyah-nya mengatakan, Bab, kita tidak boleh masuk gereja kecuali dengan izin mereka. Jika di dalamnya terdapat gambar maka diharamkan secara mutlak.”

Ibnu Qudamah mengatakan, “Adapun masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar bukanlah satu hal yang haram… ini adalah pendapat Imam Malik, beliau melarangnya karena makruh dan beliau tidak menganggap hal itu satu hal yang haram. Mayoritas Syafi’iyah mengatakan: Jika gambarnya di dinding atau di tempat yang tidak diinjak, maka tidak boleh memasukinya…

Hukum Masuk Gereja Tidak Terdapat Gambar Atau Patung

Hukum masuk ke gereja diluar peribadatan dan tidak terdapat gambar atau salib, maka Al Hanifiyah berpendapat makruh seorang muslim masuk ke gereja sebab gereja tempat berkumpulnya setan dan bukan karena ia tidak boleh masuk. Sebagian ulama Madzhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah membolehkan masuk gereja. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaithiyah 2:14143).

Sementara pendapat kedua yang ditegaskan sebagian ulama justru menganjurkan untuk penguasa muslim mengadakan perjanjian dengan orang kafir dzimmi supaya menyediakan tempat untuk tamu muslim di gereja dan ini dilakukan khalifah Umar pada penduduk Syam. Diantara isi perjanjian damai ahli kitab dengan kaum muslimin, “Kami tidak melarang kaum muslimin untuk singgah di gereja kami baik di malam hari maupun siang hari. Kami akan memperlebar pintu-pintu gereja kami untuk para pelancong dan orang yang kehabisan bekal di perjalanan.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaithiyah 2)

Masuk Gereja Dalam Rangka Dakwah dan Debat

Memasuki dalam rangka berdakwah dengan memperlihatkan ciri ciri dakwah yang baik dan juga berdebat untuk menyadarkan kesesatan seperti menjelaskan keuntungan menjadi muallaf juga diperbolehkan untuk dilakukan dan bahkan untuk mereka yang melarang mutlak juga memperbolehkan masuk ke dalam gereja dalam rangka berdakwah tentang Islam pada mereka.

Sementara untuk makanan dan harta dari yang mengundang tidak perlu terlalu dipermasalahkan selama bukan makanan haram, minuman haram, memakan sesuatu yang dihidangkan juga bukan keharusan, para ulama hanya menghukumi sunnah. Kalau memang mau sangat berhati-hati tidak perlu memakan makanan yang dihidangkan. [Marqatu al-Mafatih Syarhu Misykatu al-Mashabih, X:161]

Dengan pembahasan diatas, sudah selayaknya umat muslim untuk menghormati setiap undangan yang diberikan oleh non muslim dengan tujuan yang mulia yakni toleransi antar umat beragama tanpa perlu menggadaikan aqiqah begitu pun sebaliknya dengan mengundang mereka pada resepsi yang kita adakan. Dengan ini, maka Islam akan semakin dilihat sebagai bukti Islam agama damai yang ramah pada seluruh manusia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn