Penganiayaan terhadap kucing yang dilakukan seorang petugas sekolah di serpong BSD, Tangerang selatan membuat geram masyarakat termasuk para pecinta binatang.
Rasulullah SAW bersabda:
نَزَلَ نَبِيٌّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ تَحْتَ شَجَرَةٍ فَلَدَغَتْهُ نَمْلَةٌ فَأَمَرَ بِجَهَازِهِ فَأُخْرِجَ مِنْ تَحْتِهَا ثُمَّ أَمَرَ بِبَيْتِهَا فَأُحْرِقَ بِالنَّارِ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ فَهَلَّا نَمْلَةً وَاحِدَةً
Artinya :
“Ada seorang Nabi yang berteduh di bawah pohon, kemudian digigit semut. Dia memerintahkan untuk mengeluarkan semut dan membakar sarang semut itu. Tapi Allah SWT memperingatkan Nabi tersebut: apakah hanya karena seekor semut (yang menggigitmu, lalu kamu membakar semuanya?)” (HR: Bukhari)
Pelaku memukul memukul dan menginjak induk kucing. Hingga kucing lemas dan membuang anak-anak kucing ke gorong-gorong. Pelaku beralasan karena kucing berkeliaran di sekolah dan membuanh kotoran.
Rasulullah SAW bersabda:
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَا تَتَّخِذُوا شَيْئاً فِيهِ اَلرُّوحُ غَرَضًا رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya: “Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Jangan kalian menjadikan binatang bernyawa sebagai sasaran bulan-bulanan.” (HR Muslim).
Berkaca dari kasus diatas, bagaimana hukumnya dalam islam menganiaya kucing, bahkan sampai menyebabkan mati? Apakah orang yang menganiaya atau membunuh kucing bisa dikenakan sanksi?
Dari yang juga wakil ketua lembaga dakwah pengurus besar nadhlatul ulama atau akrab disapa gus dimuliakan Allah dan Rasulullah. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasulullah mengatakan kucing adalah hewan yang selalu berkeliaran di sekitar manusia dan kucing tidak najis.
Lebih rinci lagi, Izzuddin bin Abdissalam, dalam Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam juz 1, halaman 112 menjelaskan sebagai berikut:
القسم الثالث من أقسام الضرب الثاني من جلب المصالح ودرء المفاسد حقوق البهائم والحيوان على الإنسان، وذلك أن ينفق عليها نفقة مثلها ولو زمنت أو مرضت بحيث لا ينتفع بها، وألا يحملها ما لا تطيق ولا يجمع بينها وبين ما يؤذيها من جنسها أو من غير جنسها بكسر أو نطح أو جرح، وأن يحسن ذبحها إذا ذبحها ولا يمزق جلدها ولا يكسر عظمها حتى تبرد وتزول حياتها وألا يذبح أولادها بمرأى منها، وأن يفردها ويحسن مباركها وأعطانها، وأن يجمع بين ذكورها وإناثها في إبان إتيانها، وأن لا يحذف صيدها ولا يرميه بما يكسر عظمه أو يرديه بما لا يحلل لحمه،
Artinya: “Jenis ketiga yang masuk kategori kedua dalam rangka mendatangkan maslahat dan menolak mafsadat adalah kewajiban manusia dalam menjaga hak binatang ternak dan hewan. Manusia wajib menafkahi dengan pantas binatang tersebut seandainya binatang itu sakit dan tidak dapat diambil manfaatnya; tidak boleh membebaninya dengan pekerjaan yang tidak sanggup dilakukannya; tidak mengumpulkannya dengan hewan sejenis atau hewan jenis lain yang dapat menanduk, memecahkan, atau melukainya; harus menyembelih dengan cara terbaik bila ingin menyembelihnya; tidak mengoyak kulitnya, tidak boleh mematahkan tulangnya sehingga melemahkan dan menghilangkan daya hidupnya, tidak boleh menyembelih anaknya di hadapannya, tidak boleh mengisolasinya, harus menyiapkan alas terbaik untuk dia duduk mendeku; mengumpulkan jantan dan betina pada musim kawin; tidak boleh membuang hasil buruannya; tidak boleh melemparnya dengan alat (keras) yang dapat mematahkan tulangnya; atau melempar/membenturkannya dengan benda yang tidak membuat halal dagingnya.”
Gus hayid mengatakan, berdasarkan pendapat mutamad atau yang kuat ulama sepakat bahwa membunuh kucing hukumnya haram. Namun ada pendapat dari beberapa ulama, termasuk al-qadli husain yang disebutkan ibnu hajar al-haitami yang berpendapat kucing boleh dibunuh jika membahayakan manusia.
Manusia pun bisa mengambil tindakan terukur terhadap kucing bila sudah sangat membahayakan. Gus hayid mencontohkan ketika seekor kucing hendak melukai seorang anak balita. Untuk menyelamatkan anak tersebut makan orang tuanya boleh melemparkan benda dari jarak jauh ke arah kucing dengan tujuan mengusir atau menjauhkan kucing tersebut.
Namun ternyata lemparan benda itu membuat kucing tak sadarkan diri bahkan hingga mati. Maka menurut dia situasi tersebut tidak termasuk menganiaya kucing atau bertujuan membunuh kucing tetapi untuk menyelamatkan atau menjaga jiwa manusia.
Rasulullah dalam hadits riwayat Imam Muslim melarang manusia untuk menjadikan nyawa binatang sebagai taruhan atau permainan:
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَا تَتَّخِذُوا شَيْئاً فِيهِ اَلرُّوحُ غَرَضًا رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya, “Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Jangan kalian menjadikan binatang bernyawa sebagai sasaran bulan-bulanan,’” (HR Muslim).
Membunuh dalam konteks yang tidak sengaja seperti itu tidak masalah karena ada ilat,ada dasar alasan yang kuat. Tetapu kalau membunuh kucing seperti yang dilakukan orang yang di sekolahan itu, yang karena menganggu sekolahnya terus dipukuli sampai mati, itu haram.
Dalam hukum positif di Indonesia, menurut Gus hayid pelaku penganiayaan dan pembunuhan terhadap hewan dapat di jerat pasal 302 KUHP. Gus hayid mengajak umat islam memetik hikmah dari Abdurrahman bin shakhr al-azdi yakni seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah.
Rasululullah bersada:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh hendaklah berlaku ihsan di dalam pembunuhan, dan apabila kalian menyembelih hendaklah berlaku baik di dalam penyembelihan, dan hendaklah salah seorang kamu menyenangkan sembelihannya, dan hendaklah ia mempertajam mata pisaunya.” (HR Muslim).