Hukum Merayakan Hari Ibu Dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Menjadi ibu merupakan tugas tersulit dan penuh tantangan yang perlu dilakukan sepanjang hidup. Dimulai dari mengandung selama sembilan bulan, melahirkan, dan mendampingi anak untuk terus bertumbuhkan hingga mampu hidup mandiri.

Maka tak mengeherankan jika semua agama mengingatkan agar semua anak untuk menjunjung tinggi, sayang dan menghormati. Karena sosoknya dianggap pentingnya, di Indonesia sendiri hari Ibu dirayakan sebagai salah satu hari besar.

Berdasarkan sejarah, penentuan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu bahkan diresmikan oleh Presiden Soekarno melalui Keputuan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1958 pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928, mengutip dari Go Muslim.

Sebagian orang merayakan Hari Ibu yang diperingati setiap tahunnya. Namun, terkait hukum merayakan Hari Ibu masih menjadi perdebatan beberapa orang.

Ada yang menganggap perayaan Hari Ibu tidak boleh. Namun, di sisi lain, tidak sedikit masyarakat Islam yang berpendapat, merayakan Hari Ibu termasuk Mubah atau diperbolehkan.

Asalkan, tidak menimbulkan kemudorotan dan merugikan orang lain. Lalu, boleh atau tidak merayakan Hari Ibu dalam Islam?

Tanggapan Buya Yahya Tentang Hari Ibu

Lalu bagaimana hukumnya Menanggapi pertanyaan tersebut, Buya Yahya menjelaskan terkait hukum merayakan Hari Ibu dalam Agama Islam.

Buya Yahya menjelaskannya dengan penuturan yang sangat halus. Ia mengatakan, dalam Islam, Hari Ibu tidak ada.

Namun, Islam lebih dari itu. Islam mengajarkan kita untuk selalu mengingat ibu setiap saat. Contohnya saja, setiap selesai sholat, kita selalu mendoakan ibu kita.

Selain itu, Islam sudah mengajarkan untuk memuliakan wanita dan ibu kita. Contohnya saja dalam suatu ayat dalam Al-Quran menjelaskan posisi ibu berada lebih tinggi daripada ayah. “Ibumu, ibumu, ibumu, ayahmu”.

Lalu, apakah boleh merayakan hari ibu dan bagaimana hukum dalam Islam. Buya Yahya menjelaskan, “boleh-boleh saja, asalkan makna dan isi dari perayaan ini adalah untuk memuliakan ibu.

“Namun, dalam Islam lebih daripada itu. Di mana merayakan hari ibu setiap saat, tidak hanya setahun sekali,” lanjutnya.

Ia juga menjelaskan, perayaan Hari Ibu juga menjadikan kita untuk mengingat ibu dan memuliakannya. Namun, kita juga bisa merayakannya setiap saat, tidak hanya pada tanggal 22 Desember saja.

“Bisa sebulan sekali, sembilan bulan sekali, sah-sah saja, ” ucapnya.

Pentingnya berbakti kepada orang tua apalagi ibu

  • Pentingnya Berbakti kepada Ibu yang Disebut Tiga Kali
    Dalam hadis riwayat Abu Hurairah Radiyallahu’annhu, Rasulullah menyuruh kita untuk berbuat baik tiga kali lebih besar kepada ibu dibanding bapak.
  • Ridha Allah Terdapat pada Ridha Ibu
    Dalam menjalani kehidupan, kita akan melakukan banyak hal dan memiliki banyak keinginan. Tentu tanpa ridha Allah, keinginan tersebut tak akan pernah terwujud. Sebuah hadis menerangkan bahwa ridha Allah bergantung kepada ridha orangtua, khususnya seorang ibu.

Hadis Tentang diharamkan Durhaka kepada Ibu

Rasulullah pernah berpesan kepada kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk mencari seseorang bernama Uwais al Qarni. Uwais al Qarni adalah seorang yang sangat memuliakan ibunya.

Ibunya sudah tua dan lumpuh. Uwais dengan setia merawat dan memenuhi segala permintaan ibunya.

Suatu hari ibunya ingin mengerjakan haji, namun sayangnya keluarga Uwais adalah keluarga miskin yang tak memiliki banyak harta sehingga tak bisa membeli kendaraan untuk pergi berangkat haji.

Uwais kemudian membeli anak lembu dan menggendongnya setiap hari bolak balik menuruni bukit. Orang-orang menertawakan perbuatannya.

Setelah beberapa bulan berlalu, Uwais menjadi seorang yang kuat dan ototnya besar. Ternyata ia menggendong lembu sebagai latihan untuk menggendong ibunya.

Uwais pun menggendong ibunya berjalan kaki ke Mekkah. Saat menjalani ibadah haji, Uwais berdoa kepada Allah untuk mengampuni semua dosa ibunya. Allah pun mengabulkan keinginannya.

Dalam ceritanya mengenai Uwais kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka kepada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah membenci padamu banyak bicara dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Perintah Berbakti dan Merawat Ibu

، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ؛ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَدْتُ الْغَزْوَ، وَجِئْتُكَ أَسْتَشِيرُكَ؟ فَقَالَ: “فَهَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ ” قَالَ. نَعَمْ. فَقَالَ: “الْزَمْهَا. فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا ثُمَّ الثَّانِيَةَ، ثُمَّ الثَّالِثَةَ فِي مَقَاعِدَ شَتَّى، كَمِثْلِ هَذَا الْقَوْلِ

Dari Mu’awiyah ibnu Jahimah As-Sulami, bahwa Jahimah pernah datang kepada Nabi Saw. lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, saya ingin berangkat berperang (di jalan Allah), dan saya datang untuk meminta nasihat darimu.” Rasulullah Saw. balik bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?” Jahimah menjawab, “Ya.” Rasulullah Saw. bersabda: Rawatlah ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah telapak kakinya. Kemudian diajukan pertanyaan yang serupa dan jawaban yang serupa untuk kedua kalinya hingga ketiga kalinya di tempat-tempat yang berlainan.
Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Juraij dengan sanad yang sama.

Surga Berada di Bawah Kaki Ibu

، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ؛ أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَدْتُ الْغَزْوَ، وَجِئْتُكَ أَسْتَشِيرُكَ؟ فَقَالَ: “فَهَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ؟ ” قَالَ. نَعَمْ. فَقَالَ: “الْزَمْهَا. فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا ثُمَّ الثَّانِيَةَ، ثُمَّ الثَّالِثَةَ فِي مَقَاعِدَ شَتَّى، كَمِثْلِ هَذَا الْقَوْلِ

Dari Mu’awiyah ibnu Jahimah As-Sulami, bahwa Jahimah pernah datang kepada Nabi Saw. lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, saya ingin berangkat berperang (di jalan Allah), dan saya datang untuk meminta nasihat darimu.” Rasulullah Saw. balik bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?” Jahimah menjawab, “Ya.” Rasulullah Saw. bersabda: Rawatlah ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah telapak kakinya. Kemudian diajukan pertanyaan yang serupa dan jawaban yang serupa untuk kedua kalinya hingga ketiga kalinya di tempat-tempat yang berlainan.

Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Juraij dengan sanad yang sama.

Berbakti kepada Ibu dan Ayah Amalan Utama

أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنَا صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى دَارِ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى الله قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّالْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ

Abu `Amru Asy Syaibani berkata; telah mengabarkan kepada kami pemilik rumah ini, sambil menunjuk kerumah Abdullah dia berkata; saya bertanya kepada Nabi shallallahu `alaihi wasallam; “Amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau bersabda: “Shalat tepat pada waktunya.” Dia bertanya lagi; “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” Dia bertanya; “Kemudian apa lagi?” beliau menjawab: “Berjuang di jalan Allah.” (HR. Bukhari) [No. 5970 Fathul Bari] Shahih.

Dari penuturan Buya Yahya, dapat kita ambil kesimpulan, bahwa merayakan Hari Ibu dibolehkan dalam Islam. Namun, tidak menjadikan sebagai patokan, bahwa berbakti dan memuliakan ibu hanya pada Hari Ibu saja, tetapi setiap saat. Mengingat, berbakti dan memuliakan orang tua adalah kewajiban kita sebagai seorang anak.

fbWhatsappTwitterLinkedIn