Hukum Merayakan Tahun Baru Imlek Bagi Umat Islam, Bolehkah?

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Tahun baru China atau yang biasa disebut Imlek jatuh pada setiap tahun pada tanggal 1 bulan pertama (1 Cia Gwee) dan berakhir tanggal 15 bulan pertama (15 Cia Gwee). Imlek merupakan tradisi yang dirayakan masyarakat tionghoa guna memperingati pergantian tahun baru. Sama halnya seperti kaum muslim, kaum tionghoa pun memilikinya. Sepertinya setiap agama pasti memiliki tahun barunya masing-masing. Mari mengenal Imlek agar paham mengapa perayaan tahun baru tionghoa ini tetap dilarang dalam Islam.

Mengenal Tahun Baru Imlek

Imlek adalah tahun baru yang dirayakan selama 15 hari yang ditutup dengan perayaan Cap Go Meh. Tradisi-tradisi yng biasa ada dalam perayaan tahun baru Imlek berupa kegiatan menghias dan memberihkan rumah sebelum perayaan, menggunakan pakaian serba merah/merah muda, kumpul sosialisasi bersama, makan malam, berdoa di abu leluhur dan berkunjung ke rumah kerabat.

Masyarakat tionghoa melakukan perayaan ini sebagai bentuk rasa syukur atas hidup sama seperti yang dilakukan umat muslim dalam perayaan tahun baru Islam, meskipun hanya sebatas pergantian tahun, tetap kegiatan di dalamnya sakral melibatkan kedekatan kita kepada Allah SWT agar tahun selanjutnya berjalan dengan baik. Apa yang menjadi latar belakang terjadinya perayaan tahun baru Imlek di Indonesia? Simak penjelasan berikut.

Muasal Perayaan Tahun Baru Imlek

Imlek merupakan festival tahun baru yang sudah ada ribuan tahun lalu sebelum masehi. Menurut legenda, dahulu kala ada raksasa bernama Nian berasal dari pegunungan yang sangat gemar memakan manusia, hasil panen dan ternak. Untuk melindungi diri, masyarakat selalu menaruh makanan di depan pintu selama awal tahun sebagai sajian untuk Nian agar Nian tidak memakan manusia, hasil panen dan ternak lagi.

Nian diceritakan sangat takut dengan gadis kecil berbaju merah. Dari sini lah muasal mengapa perayaan baru Imlek selalu mengenakan baju merah yang diyakini sebagai pengusir sang Nian.

Masyarkat pun selalu menggantung lentera dan gulungan kertas merah di jendela dan pintu, serta menyalakan kembang api untuk menakuti Nian. Adat pengusiran ini berkembang menjadi perayaan tahun baru Imlek. Lantas bagaimana jika kita mempunyai kerabat umat tionghoa dan diminta untuk mengucapkan hari raya kepadanya?

Hukum Merayakan Tahun Baru Imlek

Jika kita diharuskan mengucapkan selamat hari raya imlek oleh seorang kerabat, maka sejujurnya orang tersebut tidak mengerti dengan arti kata toleransi. Jelas sekali dalam Islam untuk mengucapkan selamat tahun baru imlek memperbesar syiarnya dan selama perayaan tersebut tidak tahu apa yang umat mereka lakukan, meski hanya pergantian tahun baru bukan perayaan keagamaan, tetap saja masuk ke hukum haram.

Islam tidak membedakan kaum, etnis dan suku. Karena semua sama di mata Allah SWT selama mereka memiliki iman mulia di mata Allah SWT. Islam mengajarkan untuk toleransi firmannya dalam (QS. Al-Kafirun : 3)

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ

Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”

Sebaiknya kaum muslimin mengetahui tentang pemahaman ini. Mengucapkan perayaan tahun baru Imlek saja termasuk ke dalam haram, apalagi merayakannya, jelas perbuatan yang telah keluar dari kaidah.

Ibnu Umar dalam hadisnya, Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk ke dalam bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud 4031)

Abdullah bin Amr bin Ash RA mengatakan, “Siapa yang tinggal di negeri kafir, lalu ikut merayakan perayaan dan meniru kebiasaan mereka hingga mereka mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat kelak.”

Karena hal tersebut termasuk ke dalam bentuk manampakan rasa cinta kepada mereka, padahal Allah SWT melarang kita untuk menjadikan mereka kekasih dan menampakan cinta kasih kepada mereka. Allah SWT berfirman dalam surat (QS. Al-Mumtahanam : 11)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

“Hai, orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sapaikan kepada mereka (rahasia), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya merea telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu…”

Menjadi bukti bahwa Allah SWT memang menentang hambanya untuk mengikuti perayaan dari agama lain, tapi bukan berarti kita menjadi manusia yang tidak menghormati sesama pemeluk agama lain. Yang perlu dilakukan umat muslim hanya cukup tahu, menghargai dan tidak ikut andil dalam kegiatan.

Allah SWT mengganti dua hari terbaik bagi kaum muslim yakni Idul Fitri dan Idul Adha menjadi bukti betapa Allah SWT mencintai hambanya.

Turut bergembira dengan merayakan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang terlarang, karena termasuk turut menyukseskan acara mereka.

Dalam surah (QS. Al-Furqon : 63-76) Allah SWT berfirman memuji sifat-sifat ibadur rahman (hamba Allah yang terbaik), di antara sifat mereka yang terpuji disebutkan dalam ayat yang ke 72

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan az-Zuur…”

Sebagian ulama menafsirkan kata az-Zuur pada ayat di atas sama dengan hari raya orang kafir artinya jika ada orang yang turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir berarti dia bukanlah hamba Allah yang baik. Semoga kita semua selalu menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

fbWhatsappTwitterLinkedIn