Tahun baru Islam atau hijriyah jatuh pada tanggal 1 Muharam. Pada saat itu merupakan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari kota Mekkah ke Madinah yang kita kenal dengan perayaan tahun baru hijriyah atau tahun baru Islam. Secara filosofi pelajaran pergantian tahun baru diajarkan oleh Sayyidina Usman bin Affan selaku sahabat Rasulullah SAW. Sebelum mengulas hukum merayakan tahun baru Islam, simak sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW dahulu.
Kata hijrah memiliki pengertian meninggalkan suatu tempat ke tempat lainnya atau meninggalkan suatu daerah ke daerah lainnya. Hijrah juga memiliki pengertian meninggalkan suatu perbuatan dan pergaulan yang dirasa merugikan bagi diri sendiri.
Hijrahnya Nabi Muhammad dilakukan pada tahun 622 M yang terjadi akibat penindasan orang-orang Quraisy terhadap Nabi dan para sahabatnya. Kaum Quraisy terus melakukan permusuhan semenjak Rasulullah SAW menyampaikan dakwahnya. Saat itu, perlawanan kaum Quraisy sangat mengerikan maka Rasulullah SAW memerintahkan para sahabatnya berangkat hijrah ke Madinah. Pengikut Nabi mulai berangkat dengan sembunyi-sembunyi meninggalkan tanah kelahiran mereka demi menegakan agama Islam.
Kekejaman kaum Quraisy disebut dalam (Q.S. Al-Anfal, 8:30)
وَاِذۡ يَمۡكُرُ بِكَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا لِيُثۡبِتُوۡكَ اَوۡ يَقۡتُلُوۡكَ اَوۡ يُخۡرِجُوۡكَؕ وَيَمۡكُرُوۡنَ وَيَمۡكُرُ اللّٰهُؕ وَاللّٰهُ خَيۡرُ الۡمٰكِرِيۡنَ
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baiknya pembalas tipu daya.”
Rencana itu diketahui Nabi Muhammad SAW dan diperintahkan Allah SWT untuk hijrah malam itu juga. Hijrah Nabi Muhammad SWT dilakukan pada tanggal 2 Rabiul Awwal tahun ke-13 dari kenabian, bertepatan dengan 20 Juli 622 M.
Nabi Muhammad SAW berangkat malam hari setelah lewat dua pertiga malam dengan bantuan dari Allah SWT akhirnya Nabi bisa keluar meninggalkan rumahnya tanpa diketahui oleh kaum Quraisy yang ingin membunuhnya.
Lantas Apa Hukum Bagi Kaum Muslim Dalam Merayakan Tahun Baru Islam?
Jika perayaan ini tidak keluar dari ketentuan syariat Islam dan tidak membuat kaum muslim meninggalkan seruannya kepada Allah SWT maka perayaan tersebut sah-sah saja. Merayakan tahun baru Islam dengan sebatas makan-makan dan kumpul keluarga merupakan sunnah karena ada ritual silaturahmi dimana Allah SWT sangat senang kepada para hambanya yang mempererat tali silaturahmi. Bahkan hal ini bisa menambah pahala.
Adapun masyarakat Indonesia sering melakukan puasa, beribadah, kirab dan pengajian ketika perayaan tahun baru Islam. Hal tersebut tidak melanggar dengan ketetapan yang Allah SWT berikan. Hukumnya mubah yakni berarti boleh dilakukan, dan jika tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa, hukum ini netral.
Apa hukumnya mengucapkan selamat tahun baru hijriah kepada sesama muslim? Jika kita mendapatkan ucapan dan selamat maka jawab dan balas saja, namun jangan memulai untuk memberikan ucapan karena tidak ada riwayat para sahabat Nabi Muhammad SAW bahwa mereka saling memberi ucapan selamat tahun baru. Contoh seperti selamat tahun baru hijriah, maka jawablah semoga Allah SWT memberikan kepadamu dan menjadikannya tahun kebaikan dan keberkahan bagimu.
Segala hukum yang berkenaan tidak melanggar syariat yang Allah SWT tetapkan maka termasuk sunnah, adapun jika sudah melanggar ketentuan Allah SWT maka termasuk haram. Maka itu termasuk hal yang dilarang.
Kita baru melewati tahun baru hijriyah pada tanggal 10 Agustus 2021 kemarin, ada baiknya kita memperbanyak bermuhasabah diri dan bersyukur.
Merayakan tahun baru Islam bisa dengan kegiatan bermanfaat agar senantiasa mendapatkan ridha Allah SWT dengan cara mengikuti seminar keagamaan, pengajian dan diskusi terhadap evaluasi di tahun kemarin agar tahun yang akan datang menjadi awal yang baru. Agar semangat ketakwaan kepada Allah SWT meningkat. Selan itu, kita juga bisa tahu dosa yang telah diperbuat dan berharap di tahun selanjutnya, tidak lagi terulang.
Bagaimana Cara Mengevaluasi Tingkat Ketakwaan?
Ada 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi tingkat ketakwaan, yaitu :
- Iman
Sebagai bentuk ketetapan hati dan keseimbangan batin, tinggi rendahnya iman dapat dilihat dari sisi tauhid, seperti memastikan tidak adanya perbuatan syirik, suuzab atau kemusyirkan yang dilakukan di tahun sebelumnya. - Islam
Islam disini dimaksudkan sebagai rukun Islam, seperti shalat yang dikerjakan selama ini sudah tertib atau belum? Sudah istiqomah atau belum? Berjamaah atau belum? Dan terpenting apakah sholat tersebut khusuk semata-mata karena Allah SWT? Banyak orang yang melaksanakan sholat baik akan terhindar dari sifat dan perbuatan keji, evaluasi sholat sangat penting selain meningkatkan ketakwaan juga memperkokoh iman. - Ihsan
Adalah akhlak pribadi dan segala yang menyangkut tatanan sosial. Akhlak ini bisa terlihat dari kebiasaan seseorang, apakah sudah sesuai syariat ajaran Islam atau belum? Jika iman dan sholah telah bisa dievaluasi dan terus bermuhasabah diri akan membentuk ihsan dengan kepribadian terpuji. Tahun baru Islam atau hijriyah menjadi kesempatan bagi kaum muslim untuk mengevalusi diri sebaik-baiknya dan menghindari kegiatan yang dilarang Allah SWT. Sejatinya, Islam sangat menghindari kegiatan yang menyerupai suatu kaum musyrik yang dapat meningkatkan kelalaian sebagai seorang hamba kepada Allah SWT.