Hukum Orang Islam Masuk Kuil dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Ada banyak bangunan yang berdiri sebagai bangunan bersejarah sekaligus mengandung makna bagi agama tertentu. Salah satunya adalah kuil yang tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa dari kita mungkin melakukan perjalanan untuk belajar dan menghargai sejarah toleransi dalam islam antar umat. Sehingga diharuskan mengunjungi tempat ibadah non-muslim termasuk kuil.

Lalu apakah memungkinkan apabila seorang umat muslim masuk ke kuil? Bagaimana jika kita harus masuk tempat ibadah non muslim karena urusan tertentu. Dalam artikel ini akan kita bahas mengenai hukum orang islam masuk kuil dan dalilnya serta hukum berdasarkan ulama.

Dalil Orang Islam Masuk Kuil dan Tempat Ibadah Lain

Jika dilihat berdasarkan ulama mazhab, maka hukum memasuki tempat ibadah termasuk kuil akan berbeda-beda. Namun kebanyakan menyebutkan boleh dan tidak dilarang. Dalam mazhab Hanafi dijelaskan bahwa masuk ke tempat ibadah non-Muslim hukumnya adalah makruh.

Syekh Ibnu Abidin dalam kitab Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar menyebutkan:  

 يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ الدُّخُولُ فِي الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ   

“Bagi seorang Muslim, memasuki sinagog dan gereja hukumnya makruh.” (Lihat: Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 1, h. 380). Senada dengan Ibnu Abidin, Syekh Ibnu Nujaim Al-Mishry dalam kitabnya Al-Bahrur Ra’iq Syarh Kanzud Daqaiq menegaskan:    

 يُكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ الدُّخُولُ فِي الْبِيعَةِ وَالْكَنِيسَةِ. وَالظَّاهِرُ أَنَّهَا تَحْرِيمِيَّةٌ   

“Bagi seorang Muslim, memasuki sinagog dan gereja hukumnya makruh. Dan tampaknya, hal itu adalah makruh tahrim (mendekati haram)” (Ibnu Nujaim Al-Mishry, Al-Bahrur Ra’iq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 8, h. 374).    

Kemudian ada Mazhab Maliki, Hanbali dan juga sebagian Mazhab Syafi’i menjelaskan bahwa seorang muslim diperbolehkan memasuki tempat ibadah non muslim

Ulama bermazhab Maliki bernama Syekh Abdus Sami’ Al-Abi Al-Azhari menuturkan:   أَيْ مَعْبَدُهَا كَنِيْسَةً أَوْ بِيْعَةً، وَلِزَوْجِهَا الْمُسْلِمِ دُخُوْلُهُ مَعَهَا   “Yaitu tempat ibadah istrinya, baik berupa gereja atau sinagog. Dan suaminya yang Muslim boleh memasukinya (tempat ibadah istri) bersama istrinya.” (Lihat: Abdus Sami’ Al-Abi Al-Azhari, Jawahirul Iklil, juz 1, h. 383).   

Ulama bermazhab Maliki yang lain bernama Ibnu Rusyd Al-Qurtubhi juga menuliskan dalam kitabnya Al-Bayan Wat Tahshil:     وَرَوَى ابْنُ الْقَاسِمِ أَنَّ مَالِكًا سُئِلَ عَنْ أَعْيَادِ الْكَنَائِسِ فَيَجْتَمِعُ الْمُسْلِمُونَ يَحْمِلُونَ إلَيْهَا الثِّيَابَ وَالْأَمْتِعَةَ وَغَيْرَ ذَلِكَ يَبِيعُونَ يَبْتَغُونَ الْفَضْلَ فِيهَا. قَالَ: لَا بَأْسَ بِذَلِكَ   

“Ibnu Qasim bercerita, imam Malik ditanya tentang perayaan di gereja, di mana umat Islam berkumpul lalu membawa baju, perhiasan, dan barang-barang lain menuju gereja untuk menjualnya di sana. Beliau berkata: Hal itu tidak apa-apa.” (Lihat: Ibnu Rusyd Al-Qurtubhi, Al-Bayan Wat Tahshil, juz 4, h. 168-169).

Tujuan Kunjungan Kuil/ Tempat Ibadah Non-Muslim

Perlu diketahui bahwa sekalipun kunjungan kuil diperbolehkan untuk umat muslim. Namun kembali pada niat dan juga tujuan kita berkunjung ke tempat tersebut. sejarah agama islam menjelaskan bahwa umatnya diperbolehkan menimba ilmu sebanyak mungkin. Memperkaya diri dengan pengetahuan dan lebih baik lagi jika pengetahuan agama didukung pengetahuan lainnya.

Jika mengunjungi kuil serta tempat ibadah non-muslim dengan tujuan belajar, menggali pengetahuan, kunjungan pekerjaan maka diperbolehkan untuk mengunjungi tempat tersebut. Dengan niatan bahwa kita menimba ilmu, dan menjadi pengetahuan bagi diri agar semakin teguh iman dan keyakinan kita sebagai umat muslim.

Namun apabila kita mengunjungi tempat itu untuk mengikuti cara beribadah ataupun menyaksikan dan melakukan seluruh prosesinya tentu saja hal tersebut akan menjadi at tahrim atau mengharamkan. Karena termasuk mengikuti suatu kaum dan menduakan Allah SWT.

Sebagaimana yang terdapat dalam hadist Rasulullah SAW. Artinya: Dari Muhammad bin Ibrahim telah mengabarkan kepadanya bahwa dia mendengar Alqamah bin Abi Waqash berkata: bahwa dia mendengar Umar bin Khaththab ra berkata: Aku telah mendengar rasulullah SAW bersabda: “Sungguh hanyalah amalan kecil yang bisa menghapus dosa itu (tergantung) dengan niat dan sungguh bagi suatu perkara itu sesuai dengan apa yang ia niatkan” [HR. Muslim dari Numair, al-Bukhari dan Muslim dari Yahya bin Ali al-Anshari].

fbWhatsappTwitterLinkedIn