Allah Ta’ala menciptakan sesuatu di dunia ini berpasang-pasangan. Ada malam dan siang, ada matahari dan bumi. Hewan saling berkawin. Begitun dengan manusia, antara laki-laki dan perempuan pastilah ada perasaan cinta dan ingin menikah. Ya, hal itu wajar. Mencintai adalah fitrah manusia. Tidak ada manusia yang sanggup hidup sendirian di dunia ini. Setiap orang pasti berharap bisa membangun rumah tangga yang bahagia, bersama pasangan yang baik dan memiliki buah hati nan lucu.
Tapi menikah bukanlah perkara yang mudah. Untuk bisa menikah, seseorang harus meminta izin kepada kedua orang tuanya. Dan inilah yang sering menjadi problematika. Dimana orang tua tidak menginzinkan anaknya menikah dengan alasan-alasan tertentu. Nah, kira-kira bagaimana islam memandang masalah ini? Berikut ini penjelasan lengkap tentang hukum orang tua melarang anaknya menikah.
Baca juga:
Hukum orang tua yang melarang anaknya menikah bisa jadi diperbolehkan, namun juga bisa haram. Hal itu bergantung pada alasannya.
Orang tua memang mempunyai hak untuk menolak atau menerima calon menantunya. Namun demikian, penolakan harus didasari oleh alasan-alasan yang jelas dan syar’i. Misalnya saja:
Dengan alasan-alasan diatas orang tua boleh saja melarang anaknya menikah. Namun sebagai gantinya, jika anak perempuan maka harus dicarikan jodoh lain yang lebih baik. Dan jika laki-laki diberikan kesempatan untuk bertaaruf dengan perempuan lain.
Apabila si anak telah mencapai usia yang matang (dewasa), sudah mampu secara finansial dan mental, maka orang tua wajib menikahkan anaknya. Terlebih lagi jika si anak telah memiliki calon maka tidak boleh orang tua melarang hanya karena alasan duniawi. Misalnya saja:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk mengutamakan ketaatan bergama dan akhlak dalam memilih calon pasangan. Sebagai sabda beliu:
“Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya, hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad).
Baca juga:
A. Pendapat Ulama yang mengharamkan orang tua yang melarang anaknya menikah, sementara anaknya sudah siap
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah tatkala ditanya : ” Bagaimana hukum orang tua yang menghalangi putrinya yang sudah kuat (keinginannya) untuk menikah tetapi mereka masih menyuruh putrinya melanjutkan kuliah?” Maka beliau menjawab: ” Tidak diragukan lagi bahwa orang tuamu yang melarangmu (menikah padahal kamu) sudah siap menikah hukumnya adalah haram. Sebab, menikah itu lebih utama dari pada menuntut ilmu, dan juga karena menikah itu tidak menghalangi untuk menuntut ilmu, bahkan bisa ditempuh keduanya. Jika kondisimu demikian wahai Ukhti! Engkau bisa mengadu ke pengadilan agama dan menyampaikan perkara tersebut, lalu tunggulah keputusannya.” (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin)
Dalam surat Al-Baqarah juga dijelaskan bahwa wali tidak boleh menghalang-halangi perempuan janda untuk menikah lagi.
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 232)
Ulama mengatakan bahwa belum lengkap agama seseorang jika tidak menikah. Ya, menikah dianggap sebagao penyempurna separuh agama. Menikah adalah sesuatu yang sakral. Dengan menikah, maka hati bisa menjadi lebih tentram. Selain itu, menikah juga menghindarkan diri dari fitnah dunia.
Ketika seseorang sudah memasuki usia baligh biasanya syahwatnya akan semakin menggepu. Ada perasaan mencintai dan ingin dicintai. Daripada harus melampiaskan hal itu dalam kubangan dosa seperti berpacaran, alangkah mulianya jika menikah menjadi pilihan utama. Namun jika memang belum mampu, maka lebih baik berpuasa untuk menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala.
baca juga:
Anjuran untuk menikah tertuang pada ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadist, diantaranya:
a. Ayat Al-Quran:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
¨Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
“Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.” (Qs. An Nahl (16) : 72).
“Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali.” (Qs. An Nisaa: 1).
“Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga).” (Qs. An Nuur:26).
“..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..”(Qs. An Nisaa’: 3).
b. Al-Hadist
Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
“ Wahai para pemuda, apabila kalian telah mampu menikah maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu benteng baginya” (H.R Muslim).
Baca juga:
Orang tua memang memiliki kewajiban mencarikan calon suami untuk anak perempuannya. Tapi hal ini juga harus dimusyawarahkan dengan si anak. Tidak boleh orang tua mengambil keputusan sendiri tanpa meminta pendapat anak gadisnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa anak perempuan memiliki hak penuh untuk menentukan calon suaminya. Jika si anak tidak setuju, maka orang tua juga tidak boleh memaksakan.
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
“Gadis tidak boleh dinikahkan hingga dimintai izin, dan janda tidak boleh dinikahkan hingga dimintai persetujuannya.” Ada yang bertanya; ‘ya Rasulullah, bagaimana tanda izinnya? ‘ Nabi menjawab: “ tandanya diam.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Aisyah radhiallahu ‘anha berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai seorang gadis yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah harus meminta izin darinya atau tidak? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: Ya, dia dimintai izin. Aisyah berkata: Lalu saya berkata kepada beliau bahwa sesungguhnya dia malu (mengemukakannya). Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: Jika dia diam, maka itulah izinnya.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas, “bahwasannya anak perempuan Khidzam menemui Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan bahwa ayahnya telah menikahkan dirinya, padahal ia tidak menyukainya. Maka Nabi shallallahu‘alaihi wasallam memberinya hak untuk memilih. (HR. Ahmad)
Dari Khansa’ binti Khidzam Al Anshariyah, “bahwa ayahnya mengawinkannya (ketika itu ia janda) dengan laki-laki yang tidak disukainya, kemudian dia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau membatalkan pernikahannya. “ (HR. Bukhari)
Baca juga:
Terdapat beberapa kriteria dalam memilih calon pasangan hidup berdasarkan islam, diantaranya yaitu:
Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: “Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.” (HR Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah)
“Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya, hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad).
“..Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya..” (Q.S. Al-Baqarah: 221).
Baca juga:
Demikianlah penjelasan mengenai hukum orang tua melarang anaknya menikah. Pada intinya, jika si anak telah siap menikah (siap lahir dan batin) dan telah ada calon pasangan yang baik (dari segi agama dan akhlak) maka orang tua tidak boleh melarang anaknya menikah hanya karena alasan duniawi. Allahu A’lam bishawab.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…