Idul Adha tahun 2018 ni sudah terlewati ya sobat, tentunya sobat sudah melakukan shalat Id dan mungkin sudah menimati lezatnya makan daging Qurban atau membagikan daging qurban. Memang Qurban memberi kebahagiaan bagi banyak orang dan menjadi jalan sedekah yang utama, tentunya bagi orang yang mampu dan tidak diwajibkan bagi orang yang tidak mampu.
Satu yang sering dilihat sekarang ini adalah banyaknya orang yang qurban secara kolektif ya sobat, sebab harga daging memang mahal bagi sebagian orang. Nah, patungan tersebut ada yang dilakukan dengan keluarga, teman, dsb sehingga memberi manfaat dan kebersamaan. Namun sobat, apakah boleh hal itu dilakukan?
Dimana sesuai hukum awalnya saja qurban itu wajib bagi yang mampu, dan yang belum mampu apa harus melakukan iuran demi agar mampu? Untuk memahaminya lebih mendalam, yuk langsung saja simak ulasan berikut ya sobat, Hukum Patungan Qurban dalam Islam. Untuk memahaminya, sobat simak beragam hadist berikut ini dulu ya,
Qurban Amalan Terbaik
Keutamaan ibadah Qurban adalah ibadah terbaik yang paling dicintai oleh Allah ta’ala, sebagaimana hadits Rasulullah beliau bersabda : Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban).” (HR. Tirmidzi). Jelas bahwa qurban adalah amalan terbaik yang bisa dlilakukan di hari Idul Adha ya sobat.
Syarat Patungan Qurban Menurut Ulama
1. Hanya Boleh untuk Unta dan Sapi
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan, mayoritas ulama memperbolehkan hukum qurban dalam islam dengan patungan kurban . Syaratnya, hewan yang dikurbankan adalah sapi dan jumlah maksimal orang yang patungan ialah tujuh orang. Berdasarkan persyaratan ini, patungan untuk kurban kambing tidak diperbolehkan dan lebih dari tujuh orang untuk kurban sapi juga tidak dibolehkan. Ibnu Qudamah menuliskan: “Kurban satu ekor unta ataupun sapi atas nama tujuh orang diperbolehkan oleh mayoritas ulama.”
2. Jumlah Orang yang Patungan Maksimal 7
Sebagaimana dikutip Ibnu Qudamah, menurut Ahmad bin Hanbal, hanya Ibnu umar yang tidak membolehkannya. Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Kebanyakan ulama yang aku ketahui membolehkan patungan kurban kecuali Ibnu Umar.” Pendapat Ibnu Qudamah di atas tidak jauh berbeda dengan An-Nawawi.
Dalam pandangannya, patungan kurban sapi atau unta sebanyak tujuh orang dibolehkan, baik yang patungan itu bagian dari keluarganya maupun orang lain. An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan: “Dibolehkan patungan sebanyak tujuh orang untuk kurban unta atau sapi, baik keseluruhannya bagian dari keluarga maupun orang lain.”
Kisah Patungan Qurban di Masa Rasulullah
1. Rasulullah Melakukan Patungan Qurban
Kebolehan patungan kurban ini memiliki dasar hukum islam kuat dalam hadits Nabi SAW. Sebagaimana yang tercatat dalam Al-Mustadrak karya Al-Hakim, Ibnu Abbas mengisahkan: “Kami pernah berpergian bersama Rasulullah SAW, kebetulan di tengah perjalanan hari raya Idul Adha (yaumun nahr) datang.
Akhirnya, kami patungan membeli sapi sebanyak tujuh orang untuk dikurbankan,” (HR Al-Hakim). Jabir bin ‘Abdullah juga pernah mengisahkan:“Kami pernah ikut haji tamattu’ (mendahulukan ‘umrah daripada haji) bersama Rasulullah SAW, lalu kami menyembelih sapi dari hasil patungan sebanyak tujuh orang.” (HR Muslim).
2. Berqurban Patungan bersama Keluarga
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengisahkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan kambing bertanduk, berdiri dengan kaki belang hitam, duduk di atas perut belang hitam, melihat dengan mata belang hitam. Kemudian beliau menyuruh Aisyah untuk mengambilkan pisau dan mengasahnya. Setelah kambingnya beliau baringkan, beliau membaca: “Bismillah, Ya Allah, terimalah qurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad – shallallahu ‘alaihi wa sallam – .” (HR. Muslim no. 1967)
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengikuti shalat idul adha bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di lapangan. Setelah selesai berkhutbah, beliau turun dari mimbar dan mendatangi kambing qurban beliau. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengucapkan: Bismillah, wallahu akbar, ini qurban dariku dan dari umatku yang tidak berqurban. (HR. Ahmad 14837, Abu Daud 2810 dan dishahihkan Al-Albani).
Pada pernyataan di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyertakan keluarga beliau dan umat beliau dalam pahala qurban yang beliau sembelih. Padahal saat itu, beliau hanya menyembelih kambing. Sehingga seluruh umat beliau yang tidak mampu berqurban, mendapatkan pahala dari qurban beliau. (simak Ahkam Al-Idain fi As-Sunnah Al-Muthahharah, Ali bin Hasan Al-Halabi, hlm. 79).
3. Qurban Bersama Teman Terdekat
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan haji. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami urunan untuk berqurban onta atau sapi. Setiap tujuh orang diantara kami, berqurban seekor sapi atau onta. (HR. Muslim no. 1318).
dari Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; “Kami bersekutu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam haji dan umrah, yakni tujuh orang berkurban seekor Badanah (unta yang disiapkan untuk kurban saat haji) atau seekor Sapi.” Kemudian seorang laki-laki bertanya kepada Jabir, “Bolehkah bersekutu dalam Jazur (unta yang sudah siap disembelih)
sebagaimana bolehnya bersekutu dalam Badanah (unta yang disiapkan untuk kurban saat haji) atau sapi?” Jabir menjawab, “Jazur itu sudah termasuk Badanah.” Jabir juga turut serta dalam peristiwa Hudaibiyah. Ia berkata, “Di hari itu, kami menyembelih tujuh puluh ekor Badanah. Setiap tujuh orang dari kami bersekutu untuk kurban seekor Badanah.” (H.R.Muslim)
Qurban Patungan Tetap Mendapat Pahala
dari Hudzaifah berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menserikatkan tujuh orang diantara kaum muslimin untuk satu ekor sapi saat beliau haji. (H.R.Ahmad) dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (H.R.Muslim)
dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami naik haji bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kami menyembelih seekor unta untuk tujuh orang yang bersekutu, dan seekor sapi juga hasil dari tujuh orang yang bersekutu.” (H.R.Muslim) dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Satu ekor sapi untuk tujuh orang, dan satu ekor unta untuk tujuh orang.” (H.R.Abu Dawud).
Nah sobat, jelas ya sobat hukunya bahwa patungan qurban itu boleh dilakukan tentunya seusa syarat yang telah dijelaskan dalam dalil yang telah disebutkan, yakni dengan kesimpulan sebagai berikut.
- Dilakukan hanya untuk sapi atau unta, sedangkan untuk kambing harus dilakukan sendiri dalam qurban tersebut.
- Patungan dilakukan secara adil dengan porsi rata atau sesuai kemapuan dan diniatkan untuk amal ibadah dan niat ke depannya berusaha lebih baik lagi agar kelak bisa melakukan patungan secara pribadi.
- Nilai amal ibadah dari patungan hewan qurban yang dilakukan tetap mendapat pahala namun seberapa besar pahala tersebut hanya dinilai oleh Allah berdasarkan kemampuannya dan keikhlasannya.
- Jika orang yang memiliki kemampuan untuk qurban secara pribadi namun melakukan patungan maka hal tersebut tak boleh dilakukan sebab jauh lebih baik jika rang tersebut membelinya secara pribadi karena memiliki rezeki yang cukup dari Allah.
- Tidak boleh memanfaatkan untuk membiasakan, artinya jika telah memiliki kemampuan maka wajib untuk berqurban sendiri.
Nah sobat, sekarang jelas ya, memang qurban itu jauh lebih baik untuk dilakukan sendiri, namun jika memang memiliki kemampuan sesuai hal tersebut dan memiliki niat baik untuk sedekah di jalan Allah, maka tak ada salahnya melakukan hal tersebut, memang jauh lebih baik untuk melakukannya atau mengamalkan rezeki di jalan Allah ya sobat, dibandingkan untuk mengguanakan sesuatu yang tidak bermanfaat.
Nah sobat, tentu sobat juga harus adil dalam melakukannya, misalnya punya hutang, maka baiknya meluanadsi hutang dahulu baru qurban, jika punya istri dan keluarga yang jauh lebih membutuhkan maka juga harus mementingkan yang terdekat dulu, jangan sampai orang lain dibahagiakan tapi keluarga sendiri seperti istri dan anak anak ditelantarkan ya sobat.
Sebab hal itu justru menjadi jalan dosa, percuma saja melakukan kebaikan yang sunnah jika kewajiban yang harus dan wajib serta menjadi prioritas utama tidak dilakukan, tentu harusnya malu ya sobat, jika bisa melakukan sunnah tapi yang wajib tidak dilakukan, bisa berbuat baik pada yang jauh, tapi yang dekat terabaikan.
Oke sobat, sekian yang dapat disampaikan penulis, semoga bermanfaat dan menjadi wawasan berkualitas untuk sobat. Terima kasih. Salam dan semoga bahagia dunia akherat.