Hukum Percaya Mitos dalam Pandangan Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Siapa yang tidak mengetahui mengenai mitos yang konon masih dipercayai hingga kini. Mitos sendiri selain mengandung kisah kisah mistik mengenai kejadian di masa lampau, juga mengandung penafsiran alam semesta seperti pencipta alam dunia dan makhluk di dalamnya.

Mengenai mitos, pastinya orang-orang pasti pernah mengalami dan mempercayakan sebuah mitos. Sebagai seorang muslim, Islam jelas memandang mitos sebagai sebuah jalan yang berbeda dengan hukum dan kaidah syariat Islam. Bagaimana Islam memandang mitos dan apa hukum percaya mitos? Simak penjelasan di bawah ini.

Mengenai mitos sendiri memiliki makna sebuah cerita suatu bangsa mengenai dewa dan pahlawan zaman dahulu. Mitos merupakan prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh mereka yang memiliki cerita.

Di Indonesia sendiri biasanya mitos menceritakan tentang terjadinya asal usul, susunan para dewa, terjadinya manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan dan sebagainya.

Namun, ada pula orang yang menjadikan mitos sebagai kepercayaan. Dengan demikian, masyarakat seperti inilah yang menjadikan mitos adalah sebuah keyakinan.

Ada yang dikatakan sebagai Islam mitos yakni cerita-cerita mengenai suatu kebohongan akan suatu hal, suatu tempat, alam, manusia serta mengandung arti mendalam dan diungkapkan dengan cara gaib. Dalam Islam hal itu disebut dengan khufarat, yaitu ajaran yang tidak mempunyai landasan kebenaran. Atau orang-orang biasa mengenalnya dengan takhayul.

Islam adalah agama yang percaya tentang kebenaran dan sumber daripada kebenaran sendiri datangnya berasal dari Al-Quran yang langsung difirmankan oleh Allah SWT, hal tersebut terkandung dalam surah Al-Baqarah ayat 147,

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

Artinya : “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah : 147)

Percaya kepada khufarat atau mitos adalah cara berfikirnya orang-orang musyrik. Orang-orang semacam ini tidak menggunakan akal dan hati untuk mencari dan mengamalkan kebenaran.

Dalam Islam, orang yang tidak menggunakan akal dan hati untuk mencari dan mengamalkan kebenaran akan dimasukan ke dalam neraka, sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Quran Al-Mulk ayat 10,

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

Artinya : “Sekiranya kami mendengar atau emikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk : 10)

Kepercayaan terhadap kufarat dan mitos dalam bentuk ritual tertentu baik sesajen, ruwatan, dan yang lainnya untuk memohon kebaikan dan meminta perlindungan berarti telah menyekutukan Allah SWT. Hal ini jelas menyimpang dari ajaran dan tauhid prinsip dasar Islam.

Islam mengajarkan untuk berdoa, memohon segala kebaikan dan berlindung dari keburukan hanya kepada Allah SWT semata. Karena Allah yang mampu mendatangkan kebaikan dan kemudharatan. Sebagaimana dalam firman allah dalam Al-Quran surah Yunus ayat 106,

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

Artinya : “Dan janganlah kamu beribadah kepada yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus : 106)

Mitos merupakan salah satu sebab disembahnya patung-patung, batu, benda-benda keramat dan sesembahan lainnya selain Allah SWT.

Di Indonesia sendiri, masih banyak masyarakat yang mempercayai mitos sebagai sebuah kebenaran secara turun temurun dan dipergunakan dengan ritual-ritual tertentu yang mengandung untur kesyirikan. Orang yang menghalangi kebenaran adalah orang kafir.

Sebagai seorang musli, jelas harus mampu menjadi hamba yang benar-benar bisa menjaga kemurnian aqidah kepada Allah SWT. Tidak mempersekutukan-Nya dalam hal sekecil apapun dan menyakini bahwa tidak ada perkara yang terjadi di atas muka bumi ini tanpa kehendak Allah, hal ini tercantum dalam firman-Nya,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Artinya : “Tidak ada suatu pun yang menimpa seseorang kecuali daengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Thagabun : 11)

Allah berfirman dalam Al-Quran surah al-Hadid ayat 22,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Artinya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demkian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid : 22)

Sesungguhnya, Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berjalan dalam kemusyrikan yang bisa menjauhkannya dari Allah. Hal ini bisa membahayakan dan merusak keyakinan kita kepada Allah SWT.

Dampaknya sangat buruk hingga menyebabkan pelencengan keyakinan dan sudah disebutkan bahwa Allah tidak menyukai orang yang berada dalam kesesatan.

Allah adalah pemiliki kekuasaan yang mutlak dan semua hal di alam semesta datangnya dari Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya, Al-Quran surah Al-Imran ayat 26,

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya : “Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerjaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendari dan Engkau hnakan orang yang Engkau kehendaki, Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Imran : 26).

fbWhatsappTwitterLinkedIn