الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله أما بعد
Sebagai pecinta kucing dihadapkan dengan kendala dalam merawatnya. Terutama untuk yang memelihara kucing betina. Karena si kucing mengalami masa bunting, dan melahirkan dan bisa dialami berkali-kali. Oleh karena itu jadi solusi bagi mereka mengambil inisiatif kebiri kucing dan hewan. Punya kucing peliharaan merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi beberapa orang. Lucu menggemaskan.
Tapi bagaimana jika kucing kesayangan sering hamil bahkan nyaris tak berjeda dalam waktu yang lama?. Sering hamil dan melahirkan bisa menjadi beban bagi pemeliharanya. Melarangnya, dari Abdullah bin ‘Abbas – radhiyallahu ‘Anhu – Beliau berkata:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ صَبْرِ الرُّوحِ، وَخِصَاءِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah ﷺ melarang mengurung ruh dan mengebiri binatang”. (hadits riwayat Al-Bazzar, dinilai Shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir, no 6960.)
Beberapa pemilik juga mengkhawatirkan kondisi induk dan anak-anak yang terus dilahirkan. Dalam kondisi ini, beberapa orang mulai mempertimbangkan untuk melakukan steril kucing, namun ada yang bimbang.
Terkait hal ini, ustaz Hafzan elhadi lc, M. Komisi melalui konsultasyariah menberikan ulasan. Menurut beliau pada dasarnya binatang memiliki naluri. Naluri untuk melakukan hubungan biologis dengan lawan jenisnya. Karena mereka juga diciptakan dengan berpasang-pasangan.
Mengebiri hewan demi kebaikan dagingnya,
ضحى رسول الله صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين موجوءين خصيين
“Rasulullah ﷺ pernah berkurban dengan dua ekor kibas dominan warna putih dan telah dikebiri.” (Hadits riwayat Ahmad dan dinilai Shahih oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil no.1147)
Dan untuk mempertahankan keturunannya sebagai mana juga hal itu ada pada manusia. Sehingga dilarang untuk mengubah ciptaan Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya:
لا تبديل لخلق الله
“Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah” (QS. Ar-Rum: 30)
Di haramkan merubah dan mengebiri binatang. Ini hanya berlaku pada hewan yang tidak di halal dipakai atau dimakan. Karena kebiri hewan tersebuasih kecil karena dapat manfaat padanya. Yaitu demi menghasilkan kualitas dagingnya yang menjadi lebih bagus bila hewan itu dikebiri.
Dalam menafsirkan ayat ini, di antara ulama Tafsir menafsirkan:
قَالَ عِكْرِمَةُ وَمُجَاهِدٌ: مَعْنَاهُ تَحْرِيمُ إِخْصَاءِ الْبَهَائِمِ
“Ikrimah dan Mujahid berkata: Makna ayat tersebut adalah diharamkannya melakukan kebiri pada binatang-bintanag ternak” (Tafsir al-Baghowi: 6/271).
Namun para ulama dari berbagai mazhab berbeda pendapat tentang hukum kebiri binatang ternak itu sendiri diantaranya:
Mazhab Hanafi:
أَنَّهُ لاَ بَأْسَ بِخِصَاءِ الْبَهَائِمِ؛ لأِّن فِيهِ مَنْفَعَةً لِلْبَهِيمَةِ وَالنَّاسِ
“Tidak mengapa mengebiri hewan-hewan ternak, karena terdapat manfaat bagi hewan-hewan tersebut dan bagi manusia”.
Mazhab Maliki:
يَجُوزُ خِصَاءُ الْمأْكُول مِنْ غَيْرِ كَرَاهَةٍ؛ لِمَا فِيهِ مِنْ صَلاَحِ اللَّحْمِ
“Boleh dan tidak dimakruhkan mengebiri binatang yang dimakan dagingnya, karena terdapat kebaikan pada daging binatang yang dikebiri tersebut”
Mazhab Syafi’i:
فَرَّقُوا بَيْنَ الْمأْكُول وَغَيْرِهِ، فَقَالُوا: يَجُوزُ خِصَاءُ مَا يُؤْكَل لَحْمُهُ فِي الصِّغَرِ، وَيَحْرُمُ فِي غَيْرِهِ. وَشَرَطُوا أَنْ لاَ يَحْصُل فِي الْخِصَاءِ هَلاَكٌ.
“(Para ulama mazhab Syafi’i) membedakan antara hukum kebiri binatang yang dimakan dagingnya dan yang tidak dimakan, mereka mengatakan: Boleh melakukan kebiri untuk binatang yang dimakan dagingnya sewaktu masih kecil, dan Haram hukumnya melakukan kebiri untuk selainnya. Dan syarat bagi yang dibolehkan untuk kebiri adalah: Jika tidak terdapat kerusakan/bahaya bagi binatang disebabkan oleh kebiri tersebut”.
Mazhab Hambali:
فَيُبَاحُ عِنْدَهُمْ خَصِيُّ الْغَنَمِ لِمَا فِيهِ مِنْ إِصْلاَحِ لَحْمِهَا، وَقِيل: يُكْرَهُ كَالْخَيْل وَغَيْرِهَا
“Maka dibolehkan bagi mereka kebiri kambing agar dagingnya lebih baik, dan dikatakan bahwa: dimakruhkan melakukan kebiri seperti pada kuda dan selainnya” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Quwaitiyyah: 19/122).
Di ataranya Al Imam Al-Allamah Burhanuddin Abi Al Ma’ali Mahmud bin Ahmad bin Abdul Aziz rahimahullah :
في إخصاء السنور إنه لا بأس به إذا كان فيه منفعة أو دفع ضرره
“Dalam hal kebiri kucing, tidaklah mengapa jika ada manfaatnya atau dengan tujuan menghindari bahaya padanya” (Al-Muhith Al-Burhaniy:5/376).Hal yang sama tentang kebolehan mengebiri kucing jija benar terdapat maslahat dan menolak mudhorot padanya juga dinyatakan oleh Al-Lajnah Ad-Daimah dalam fatwa nomor: 3458
Berikut beberapa pandangan para ulama:
Para ulama Hanafi mengatakan, tidak ada yang salah dengan mengebiri hewan karena itu menguntungkan baik bagi hewan maupun manusia.
Sedangkan para ulama maliki mengatakan hewan yang netral dan boleh dimakan dagingnya boleh disterilkan karena itu membuat dagingnya lebih enak. Para ulama syafi’i membuat perbedaan antara hewan yang dagingnya bisa dimakan dan tidak.
Mereka mengatakan hewan yang dikebiri ketika masih kecil itu diperbolehkan. Jika mereka adalah hewan yang dagingnya dapat dimakan.
Imam Annawawi – rahimahullah – berkata:
لا يجوز خصاء حيوان لا يؤكل لا في صغره ولا في كبره، ويجوز خصاء المأكول في صغره؛ لأن فيه غرضاً وهو طيب لحمه، ولا يجوز في كبره” انتهى
“Tidak boleh mengebiri hewan yang tidak halal di makan baik ketika masih kecil atau pun setelah besar, dan boleh melakukan kebiri ketika masih kecil pada hewan yang halal di makan, karena dalam pengebiriannya terdapat tujuan, yaitu agar dagingnya menjadi bagus, dan tidak boleh dilakukan kebiri diwaktu besarnya.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzzab 6/177)
Yang dikebiri ketika masih kecil itu diperbolehkan. Jika mereka adalah hewan yang dagingnya dapat dimakan. Tetapi jika hewan yang tidak bisa dimakan makan kita perbolehkan. Mereka menetapkan ketentuan kebiri ini tidak boleh menyebabkan kematian hewan. Menurut ulama hanbali, domba boleh dikebiri. Karena itu membuat daging domba tambah enak.
Namun perbuatan ini dikatakan makruh terhadap hewan kuda. Sementara imam ahmad menuturkan tidak menyukai jika manusia mensterilkan apapun. Ia melarang perbuatan tersebut jika menyakiti hewan tersebut.
Ibnu Abi Zaid Al-Maliki – rahimahullah – berkata:
ولا بأس بخصاء الغنم لما فيه من صلاح لحومها
“Tidak mengapa mengebiri kambing demi kebaikan dagingnya.” (Arrisalah Al-Qirwaniyyah 166).