Bismillahirrahmanirrahim.
Telah dibahas dalam sebuah artikel sebelum ini mengenai bagaimana islam memandang suami yang memukul istrinya. Pada kesimpulannya, hal itu boleh saja dilakukan dengan beberapa syarat, namun lebih baik lagi jika sang suami dapat menahan amarahnya dan bersabar dengan kelakuan sang istri meskipun sang istri sudah jelas bersalah. Dalam salah satu hadits, dijelaskan bahwa jika seorang istri bersalah, sebelum suaminya memutuskan untuk memukulnya dengan tujuan mengingatkan, baiknya sang suami melakukan beberapa tahap dahulu sembari melihat perubahan sang istri. Salah satu caranya adalah mendiamkannya. Lalu, bagaimana hukum suami mendiamkan istri di dalam islam?
1. Mendiamkan istri dengan tujuan baik
Dari surat An-Nisa ayat 34,
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’: 34).
Dijelaskan bahwa salah satu cara untuk memberi nasihat kepada istri yang tidak taat adalah mendiamkannya, jika nasehat sang suami sudah tidak diindahkan lagi. Ketika mendiamkan bukan cara yang dapat membuat sang istri sadar, maka memukul adalah jalan terakhir.
Baca juga:
2. Tidak mendiamkan istri selain di rumah
Hal ini terdapat juga dalam dalil lainnya, yakni hadits riwayat Abu Daud,
Dari Mu’awiah bin Jaydah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142).
Kata ‘hajr’ dikutip dari alsofwa.com bermakna meninggalkan dan berpaling. ‘Hajr’ yang dimaksud dalam hadits ini adalah mendiamkan dan mengacuhkan istri. Dari hadits tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa seorang suami dilarang memukul wajah istrinya, menjelek-jelekkannya, dan mendiamkan istrinya selain di rumah. Itu berarti seorang suami boleh mendiamkan istrinya di dalam rumah, tetapi tidak ketika mereka berada di luar rumah.
Baca juga:
- Kewajiban anak laki-laki terhadap ibunya setelah menikah
- kewajiban orang tua terhadap anak yang sudah menikah
- Kewajiban anak perempuan terhadap orang tua setelah menikah
3. Tidak baik mendiamkan istri hanya karena membenci sesuatu yang sepele.
“Janganlah seorang suami yang beriman membenci isterinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya.” (H.R. Muslim)
Tidak baik ketika seorang suami yang membenci istrinya karena hal yang sepele, apalagi jika kemudian sang suami mendiamkannya dan melihat semua yang dilakukan sang istri adalah sebuah keburukan. Dalam hadist tersebut dijelaskan, mungkin jika ada sesuatu yang tidak disukai seorang suami dari istrinya, ia pasti dapat mencintai sesuatu yang lain yang ada pada istrinya. Hal ini kembali kepada sifat dasar manusia yang tidak sempurna. Dibalik keburukan-keburukannya, seorang manusia pasti memiliki kebaikan-kebaikan yang tersembunyi. Begitu juga sebaliknya. Tidak ada yang benar-benar sempurna atau baik keseluruhannya.
baca juga:
- Kewajiban dalam Rumah Tangga
- Kewajiban Istri Terhadap Suami dalam Islam
- Kewajiban Wanita Setelah Menikah
- Doa untuk mendapatkan jodoh dalam Islam
4. Batasi waktu untuk mendiamkan istri.
Dilansir dari almanhaj.com,
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Barangsiapa mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari kemudian mati, maka ia masuk Neraka. (Shahih. HR. Abu Dâwud (no. 4914) dan Ahmad (II/392). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni)
Jika Rasullullah Shallallahu’alaihi Wassalam melarang seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, bagaimana dengan pasangan suami istri? Ada baiknya seorang suami juga tidak terlalu lama mendiamkan istrinya.
5. Jangan sampai sikap saling mendiamkan membawa kepada perceraian.
“Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.’” (HR. Muslim 2813).
Dilansir dari konsultasisyariah.com, perceraian adalah pecapaian terbesar iblis alam menggoda manusia. Jangan sampai seorang suami mendiamkan istri dan hal tersebut membawa kepada perceraian.
Baca juga:
- Kriteria calon suami menurut islam
- Kewajiban suami terhadap Istri dalam Islam
- Peran ayah dalam keluarga
Begitulah kiranya hal-hal yang harus diperhatikan seorang suami dalam mendiamkan istrinya. Namun, dibalik dari semua hal-hal tersebut, ada suatu hal yang harus juga diingat oleh seorang istri. Jauh lebih baik jika seorang istri segera meminta maaf dan meminta kembali ridho sang suami langsung ketika merasa didiamkan oleh sang suami, seperti yang disebutkan dalam hadits di bawah ini:
“Maukah kalian aku beritahu laki-laki di antara kalian yang menjadi penghuni surga? Nabi di surga, orang yang jujur di surga, orang yang mati syahid di surga, anak yang meninggal saat dilahirkan di surga, seseorang yang mengunjungi saudaranya di ujung kota semata karena Allah di surga. Maukah kalian aku beritahu wanita di antara kalian yang menjadi penghuni surga? Setiap wanita yang penuh kasih (kepada suaminya), banyak keturunannya, jika dia marah, atau suaminya marah kepadanya, dia berkata, ‘Tanganku di tanganmu, mataku tak dapat terpejam sebelum engkau ridha kepadaku.” (HR. An-Nasa’i)
Wallahu’alam