Hukum Tidak Melaksanakan Nazar dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Sebagai umat Islam,  tentunya kita sering mendengar kata nazar dan melihat orang melakukan nazar demi tercapainya keinginan.  Bukan hanya di jaman sekarang ini saja, nazar juga sering dilakukan oleh para leluhur dan orang tua kita sejak jaman dahulu. Malah terkadang banyak yang bernazar akan membuat syukuran atau bersedekah jika mencapai kelulusan atau mendapat suatu posisi jabatan dalam pekerjaan. Adapun syarat nazar diantaranya adalah:

  1. Islam.
  2. Mukallaf. atau berakal.
  3. Pilihan dan kehendak diri sendiri. Bukan paksaan dari pihak lain.

Nazar juga terdiri dari dua jenis,  yakni:

  1. Nadzar Muthlaq, yaitu nadzar yang diucapkan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan hal lain atau tanpa syarat, misalnya seseorang bernazar “Lillahi ‘alayya (Wajib atasku untuk Allah) berpuasa satu minggu”
  2.  Nadzar Mu’allaq/Bersyarat, yaitu nadzar yang akan dilakukan jika mendapat suatu kenikmatan atau dihilangkan suatu bahaya, misalnya seseorang bernazar “Jika Allah memberikan kesembuhan kepadaku dari penyakit yang menyiksa ini, sungguh aku akan berpuasa selama tiga hari”.

Hukum menunaikan nazar adalah wajib.  Dan bagi mereka yang tidak menunaikan nazar,  maka hukumnya adalah berdosa. Sebagaimana sabda Rasul : “Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut.” (HR. Bukhari no. 6696)

Dalil lainnya, dari Ibnu ‘Umar, beliau berkata, “Dahulu di masa jahiliyah, Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bernazar untuk beri’tikaf di masjidil haram –yaitu i’tikaf pada suatu malam-, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya, ‘Tunaikanlah nazarmu’.” (HR. Bukhari no. 2043 dan Muslim no. 1656)

Baca juga:

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir dari Rasulullah saw bersabda: “Kaffarat nadzar itu kaffarat sumpah”.” (HR. Muslim). Diriwayatkan dari Aisyah ra dari Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah maka hendaklah ia menaatiNya, dan barangsiapa bernadzar untuk mendurhakai-Nya maka janganlah ia mendurhakai-Nya”.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

ثُمَّ لْيَقْضُوا۟ تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا۟ نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا۟ بِٱلْبَيْتِ ٱلْعَتِيقِ

Artinya: “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (Q. S. Al Hajj: 29)

وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُهُۥ ۗ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Artinya: “Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.” (QS. Al Baqarah: 270)

Allah SWT memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya,

إِنَّ الأبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا (٥)عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (٦)يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا (٧

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan: 5-7)

Baca juga:

Lalu bagaimana jika ia tidak mampu melaksanakan nazarnya? Dari Ibnu Abbas RA bahwa bahwa Rasululah SAW bersabda: “Barangsiapa bernazar sesuatu nazar yang tidak mampu dilaksanakannya, maka kaffarahnya adalah kaffarah sumpah.”  (HR Abu Dawud, no. 3322, dan Ibnu Majah, no. 2128).

Seperti hukum melanggar janji dalam Islam atau ingkar janji dalam Islam, nazar juga tidak bisa dibiarkan begitu saja untuk tidka ditunaikan, harus dilakukan penggantinya. Hukum mengganti nazar yang tidak dapat ditunaikan sama dengan bersumpah dalam Islam atau sumpah Al Quran dalam Islam yakni membayar kaffarah sumpah.

Kafarah sumpah adalah: “Memberi makan kepada sepuluh orang miskin, atau Memberi pakaian kepada sepuluh orang miskin, atau Memerdekakan satu orang budak. Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari. Sebagaimana firman Allah SWT:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغْوِ فِىٓ أَيْمَٰنِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلْأَيْمَٰنَ ۖ فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيْمَٰنِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَٱحْفَظُوٓا۟ أَيْمَٰنَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.

Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (Q. S. Al Maidah: 89)

Dan jika nazar yang dilakukan adalah nazar maksiat,  misalnya bernazar akan mentraktir teman-teman untuk mabuk jika lulus ujian,  maka hukumnya haram dan tidak boleh dilaksanakan.  Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Nazar itu ada dua macam. Jika nazarnya adalah nazar taat, maka wajib ditunaikan.

Jika nazarnya adalah nazar maksiat -karena syaithon-, maka tidak boleh ditunaikan dan sebagai gantinya adalah menunaikan kafaroh sumpah.(HR. Ibnu Jarud, Al Baihaqi. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 479). Begitu pula jika melakukan sumpah laknat dalam Islam, atau sumpah pocong dalam Islam.

Sedangkan bagi mereka yang terlanjur meninggal sebelum membayar nazarnya,  maka ahli warisnya wajib membayar nazar orang tersebut. Sebagaimana sabda Rasul:

Dari Ibnu Abbas bahwa Saad bin Ubadah meminta fatwa kepada Rasulullah SAW, dia berkata,Sesungguhnya ibuku telah meninggal sedangkan dia masih berkewajiban melaksanakan nadzar yang belum ditunaikannya. Maka Rasulullah SAW berkata,Tunaikanlah nadzar itu olehmu untuknya. (HR Abu Dawud no. 2876, dan An-Nasa`i, no. 3603).

Baca juga:

Namum sesungguhnya nazar bukanlah hal yamg dianjurkan oleh Rasulullah karena nazar menunjukkan kepelitan seseorang, kecuali nazar yang tidak dimaksudkan untuk tujuan apapun. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bernazar, beliau bersabda: ‘Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang bakhil (pelit)’.” (HR. Bukhari no. 6693 dan Muslim no. 1639)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah bernazar. Karena nazar tidaklah bisa menolak takdir sedikit pun. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.” (HR. Muslim no. 1640)

Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh nazar tidaklah membuat dekat pada seseorang apa yang tidak Allah takdirkan. Hasil nazar itulah yang Allah takdirkan. Nazar hanyalah dikeluarkan oleh orang yang pelit. Orang yang bernazar tersebut mengeluarkan harta yang sebenarnya tidak ia inginkan untuk dikeluarkan. ” (HR. Bukhari no. 6694 dan Muslim no. 1640)

fbWhatsappTwitterLinkedIn