Sebagian orang memang menjadikan hafalan Al Quran sebagai mahar dalam pernikahan yang akan dilangsungkan. Mahar yang berarti mas kawin ini merupakan sesuatu yang diserahkan suami untuk istri pada akad nikah. Akan tetapi, jika dalam istilah maka mahar berarti barang yang diserahkan dalam pernikahan baik yang disebutkan dalam akad atau diwajibkan sesudahnya dengan keridhaan dari kedua mempelai atau keridahaan hakim.
Artikel terkait:
Mahar adalah wajib hukumnya dalam sebuah pernikahan seperti yang sudah difirmankan Alla Ta’ala, “dan datangkanlah sedekah untuk para istri sebagai nihlah (mahar)” (QS. An Nisa: 4).
Selain itu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda, “wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil. Jika si lelaki masuk kepada si wanita, maka si wanita berhak meneriman mahar atas apa yang telah dihalalkan padanya, yaitu farji-nya” (HR. At Tirmidzi 1102, ia berkata: “hasan”)
Sedangkan Syaikh Abdul Azhim Al Badawi berkata, “maka mahar adalah hak istri yang wajib dipenuhi suami. Dan mahar adalah harta milik istri, tidak halal bagi siapa saja, baik ayahnya atau orang lain, untuk mengambil darinya sedikitpun. Kecuali jika si wanita merelakan jika mahar tersebut diambil” (Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah, 282).
Artikel terkait:
Mahar merupakan sesuatu yang bisa memberikan manfaat untuk sang istri. Syaikh Abdullah Alu Bassam memberi penjelasan jika diperbolehkan mahar yang memiliki arti serta manfaat untuk istri seperti contohnya mengajarkan fikih, mengajarkan Al Quran, mengajarkan adab, mengajarkan sesuatu dan berbagai manfaat lainnya.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah menikahkan salah seorang sahabatnya dengan wanita dan sahabatnya tersebut tidak mempunyai harta untuk dijadikan mahar. Nabi Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kemudian bersabda, “pergilah dan aku akan menikahkanmu dengan apa yang ada padamu dari Al Qur’an” (HR. Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)
Namun, sabda Nabi mengenai “apa yang ada padamu dari Al Quran” tersebut mempunyai dua tafsiran yang berbeda dari para ulama seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar Al Asqalani.
Artikel terkait:
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah sudah dijelaskan, ““para fuqaha berbeda pendapat mengenai bolehnya menjadikan hafalan Qur’an sebagai mahar untuk wanita. Yang masyhur dari ulama Hanafiyah dan Malikiyah serta salah satu pendapat Imam Ahmad mengatakan tidak bolehnya menjadikan hafalan Qur’an sebagai mahar untuk wanita. Karena farji tidak bisa dihalalkan kecuali dengan benda yang berupa harta.
Hal ini juga didasari dengan firman Allah Ta’ala, “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa: 24).
Oleh karena hafalan Al Quran tidak boleh dipakai pemiliknya kecuali untuk taqarrub, namun ulama Syafi’iyyah dan juga sbeagian pendapat Malikiyyah serta satu riwayat dari Imam Ahmad memperbolehkan hafalan Al Quran dijadikan mahar untuk wanita. Ini dikarenakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga menikahkan seorang sahabatnya dengan seorang sahabiyah memakai mahar ilmu Al Quran yang ada pada sahabat-Nya tersebut.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, ““aku nikahkan engkau dengan dia, dengan apa yang ada para dirimu dari Al Qur’an“. Ini membuat para ulama memperbolehkan hal ini dan sepakat untuk menyebutkan secara spesifik ayat apa yang akan dihafalkan sebab surat dan ayat tersebut berbeda-beda. Mereka juga sepakat jika suami wajib untuk mengajarkan istri mengenai hafalan ayat dan surat yang sudah disepakati.
Artikel terkait:
Dalil Tentang Hafalan Al Quran Untuk Mahar
Berikut adalah beberapa dalil tentang menjadikan hafalan Al-Quran sebagai Mahar pernikahan, diantaranya:
Dalam beberapa hadits terdapat dalil yang memperbolehkan mahar nikah berupa pengajaran dari Al Quran, sedangkan Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia lebih memahami hadits Sahl bin Sa’ad untuk mahar berupa pengajaran Al Quran diperbolehkan jika didapati mahar berupa harta. Pengajaran Al Quran tersebut masuk ke dalam jasa yang diberikan sebagai mahar.
Fatawa Al Lajnah Ad Daimah no. 6029, 19: 35
“Boleh menjadikan pengajaran Al Qur’an pada wanita sebagai mahar ketika akad saat tidak didapati harta sebagai mahar.” seperti berikut:
“Menikahkan orang yang sulit untuk menikah, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Seorang calon suami diperbolehkan jika dirinya sudah merasa menjadi hafidz atau penghafal Al Quran, namun hafalan yang ada dalam kepala bukan sesuatu yang bisa diberikan untuk orang lain. Apabila mahar berupa hafalan Al Quran, maka ini melanggar mahar itu sendiri sebab mahar merupakan pemberian dan hafalan Al Quran tidak bisa diberikan sebab otak tidak bisa di salin hafalan Al Quran seperti layaknya komputer atau mesin foto copy.
Ada sebuah hadits yang menyebutkan jika mahar nikah berupa hafalan Al Quran diperbolehkan. Ini mengartikan jika hadits tersebut harus dibaca secara utuh dan tidak sepenggal – sepenggal. Hadits yang menjelaskan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam yang memperbolehkan laki – laki memberikan mahar berupa hafalan Al Quran. Akan tetapi jika dilihat lebih teliti maka ada proses yang berjalan sebelumnya tidak lantas hanya dikatakan seperti itu.
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam pada awalnya meminta mahar berupa harta, akan tetapi laki – laki tersebut tidak memiliki harta apapun untuk dijadikan mahar dan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda jika diperbolehkan harta dalam nilai yang sangat kecil yaitu cincin dari besi. Akan tetapi sesudah dicari juga tidak bisa ditemukan sehingga Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam mempersilahkan maharnya hanya berupa hafalan ayat Al Quran.
Ini mengartikan jika mahar nikah berupa hafalan Al Quran harus ditempatkan pada posisi terakhir dan harus diupayakan untuk memberikan mahar berupa harta meski dalam jumlah yang sedikit.
Menarik kesimpulan dari hukum dengan memakai sepenggal dalil adalah hal yang ceroboh dan seorang faqih serta mujtahid mewajibkan untuk memakai semua hadits dan tidak boleh hanya berdalil dari sepenggal hadits saja.
Apabila hanya memakai sepenggal hadits dan tidak membandingkan dengan hadits lain serta dalil syar’i lainnya, maka akhirnya hanya akan memakai sepenggal dalil saja dan ini bukanlah perbuatan yang terpuji. Ahli kitab di masa lampau juga dilaknat Allah sebab salah satunya adalah memakai kitab secara sepenggal dan Al Quran sendiri juga mempertanyakan tindakan tersebut sebagai tindakan yang salah.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita melihat dan membandingkan dengan hadits yang lain tentang mahar dan nilainya pada masa Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah memberikan mahar dengan bacaan atau hafalan Al Quran dan seperti yang kita ketahui jika Beliau adalah orang dengan derajat tertinggi dalam urusan hafalan Al Quran.
Dalam hadits juga sudah dijelaskan jika riwayat shahih yang disebutkan jika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pergilah, sungguh aku telah menikahkan kamu dengannya, maka ajarilah dia dengan Al-Qur’an”.
Ini mengartikan jika mahar bukanlah memamerkan hafalan Al Quran di majelis akad nikah namun dalam bentuk jasa untuk mengajarkan Al Quran beserta ilmu yang terkandung di dalamnya dan dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan jika jumlah ayat yang harus diajarkan adalah 20 ayat.
Jika yang dimaksud mahar nikah berupa hafalan Al Quran untuk sekedar memamerkan hafalan Al Quran, maka makna yang terkandung masih sangat jauh dari makna mahar sesungguhnya. Akan tetapi jika mahar yang dimaksud ialah hafalan seorang suami mengajarkan Al Quran, maka jasa mengajar tersebut merupakan wujud harta. Hal yang lebih baik yang bisa dilakukan adalah mahar dalam bentuk pengajaran Al Quran pada istri atau juga dapat pengajaran hafalan Al Quran dan bukan hanya sekedar menyetorkan hafalan Al Quran saja. Akan tetapi, ini tetao dilakukan apabila memang tidak ada harta yang bisa digunakan sebagai mahar nikah.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…