Cinta Beda Agama menurut Islam dan Hukumnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Cinta merupakan suatu rasa yang sangat bernilai dan berarti dalam kehidupan manusia. Memiliki rasa cinta dan keinginan untuk dicintai merupakan kodrat yang dimiliki oleh semua manusia. Dan sebaik-baiknya rasa cinta adalah yang disatukan oleh pernikahan. Tentu untuk bisa bersatu dalam pernikahan, rasa cinta perlu diuji dan didasari oleh keyakinan untuk bisa saling menjaga selamanya. Maka, bagaimana jadinya jika cinta yang terjadi adalah cinta beda agama? Apakah pernikahan tetap bisa dilakukan?

Pernikahan sendiri di Indonesia diatur oleh UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jika didasarkan pada undang-undang tersebut, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dalam UU tersebut juga diatur bahwa perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, serta telah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika di dalam hukum negara disebutkan bahwa perkawinan akan sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama, maka jika kedua belah pihak calon suami dan istri memiliki perbedaan agama, hukum agama yang mana yang harus diikuti? Lebih lengkapnya, akan dibahas sebagai berikut.

baca juga:

Pandangan Islam tentang Cinta Beda Agama

Seperti yang sudah kita bahas di awal, cinta merupakan rasa yang sangat berharga dan indah. Sering sekali rasa cinta datang tanpa permisi dan tidak terkendali. Tiba-tiba saja kita jatuh cinta pada seseorang, tanpa kita memikirkan apa tujuan akhir dari cinta yang kita rasakan itu. Maka, bukan tidak mungkin kita bisa merasa jatuh cinta pada seseorang yang berbeda agama dengan kita.

Maka, di sinilah cobaan dan ujian dari cinta yang kita rasakan. Kita harus belajar untuk mengendalikan hati kita sendiri untuk menujukan rasa cinta pada orang yang berhak menerimanya. Jatuh cinta memang hal yang wajar, tapi jangan sampai hal itu membawa kita pada dosa.

baca juga:

Berikut ini pandangan Islam terhadap cinta beda agama:

a. Menikah adalah pelengkap agama

Sebaik-baiknya obat untuk orang yang jatuh cinta adalah menikah. Maka, jika kita saling jatuh cinta pada seseorang, tujuan dari cinta yang kita rasakan adalah untuk menikah dan beribadah pada Allah. Jika pasangan kita berbeda agama, bagaimana kita bisa melanjutkan ke jenjang pernikahan yang sah? (Baca juga: Kewajiban Menikah)

b. Suami adalah pemimpin keluarga

Jika seorang wanita bersikeras untuk mencintai seorang laki-laki non-Muslim, ingatlah bahwa laki-laki adalah pemimpin keluarga. Dia seharusnya akan membimbing istri dan anak-anaknya menuju surga Allah dengan bersama-sama beribadah pada Allah dengan ajaran Islam. Jika suami non-Muslim, bagaimana dia bisa membimbing keluarganya?

Baca juga:

c. Istri adalah pendidik anak yang utama

Melanjutkan poin sebelumnya, seorang wanita nantinnya akan menjadi madrasah pertama untuk anak-anaknya. Jika seorang laki-laki Muslim mencintai seorang wanita non-Muslim, pertimbangkanlah hal ini. Apakah wanita yang dicintai tersebut mau mengikuti bimbinganmu sesuai ajaran Islam? Apakah dia akan mampu mendidik anak-anaknya sesuai syariat Islam? (Baca juga: Kriteria Calon Istri Menurut Islam)

d. Cinta pada Allah dan Rasul Allah adalah yang utama

Sebesar apapun cintamu pada pujaan hatimu, tetap letakkan Allah dan Rasul-Nya di urutan pertama cintamu. Selalu kembalikan pada kebaikan ‘hubunganmu’ dengan Allah dan Rasul-Nya sebelum kamu memikirkan hubungan dengan pujaan hatimu. Dengan begitu, kamu bisa melihat lebih objektif baik-buruknya cinta beda agama yang kamu alami. (Baca juga: Keutamaan Cinta Kepada Rasulullah)

e. Muslim adalah orang yang terhormat

Muslim adalah orang yang terhormat. Bahkan, disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 221 sebelumnya, hamba sahaya laki-laki (atau perempuan) yang beriman lebih baik daripada laki-laki (atau perempuan) yang musyrik meskipun dia menarik hati. Maka, apakah kamu bisa membayangkan betapa terhormatnya seorang muslim itu? Dan Allah berfirman dalam surat An Nur ayat 26, “Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik”

baca juga:

Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama telah menjadi fokus perhatian yang serius oleh ulama-ulama di Indonesia. Pada tahun 1980 dalam Musyawarah Nasional II, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. Dalam ketetapan tersebut terdapat dua keputusan yang diambil:

  • Pertama, para ulama memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram.
  • Kedua, seorang laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim.

Selain MUI, Ulama Nadhlatul Ulama (NU) juga mengeluarkan fatwa terkait nikah beda agama ini. Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada November 1989, Ulama NU menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah. Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga menetapkan fatwa haram terkait pernikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah melarang seorang wanita Muslim untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim.

Baca juga:

Dalam surat Al Baqarah ayat 221, “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) Menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran”. (Baca juga: Dua Ayat Terakhir Surat Al Baqarah)

Surat lain dalam Al Quran yang membahas pernikahan beda agama ini adalah Surat Al Maidah ayat 5, “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) ahli kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”. (Baca juga: Hukum Nikah Gantung dalam Islam)

Dari ayat tersebut di atas, berikut ini kesimpulan hukum pernikahan beda agama menurut Islam:

  1. Lelaki Muslim dengan perempuan ahli kitab

Dalam surat Al Maidah ayat 5 yang disebutkan sebelumnya, hukum untuk lelaki muslim menikahi wanita ahli kitab adalah boleh, meski masih terdapat perbedaan tentang tingkat kebolehannya karena adanya perbedaan pendapat tentang definisi ahli kitab di sini. Secara garis besar, yang dimaksud dengan ahli kitab adalah agama yang menggunakan Injil dan Taurat sebagai pegangannya, seperti Nasrani dan Yahudi. (Baca juga: Pacaran Beda Agama)

  1. Lelaki Muslim dengan perempuan non ahli kitab

Sementara itu, untuk poin kedua ini, banyak ulama yang sepakat melarang pernikahan antara lelaki Muslim dengan wanita non ahli kitab. Hal ini didasarkan pada surat Al Baqarah ayat 221 yang juga telah disebutkan sebelumnya, yang melarang pernikahan seorang muslim atau muslimah dengan orang yang musyrik. Orang yang musyrik di sini adalah para penyembah berhala, api, dan sejenisnya.

  1. Wanita Muslim dengan Ahli Kitab ataupun non Ahli Kitab

Untuk poin terakhir ini semua ulama sepakat bahwa wanita Muslim haram untuk menikah dengan laki-laki ahli kitab maupun non ahli Kitab. Seorang wanita Muslim hanya boleh menikah dengan laki-laki Muslim juga. Tentu ada hikmah dari larangan ini, salah satu yang utama adalah karena laki-laki nantinya akan menjadi pemimpin keluarga dan rumah tangga. Maka, jika seorang wanita Muslim menikah dengan laki-laki non-Muslim, bagaimana dia bisa memimpin jalan keluarganya dengan jalan para muslimin?

Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita ahli kitab memang masih memiliki perbedaan pendapat. Namun, setelah para ulama mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar daripada maslahatnya, MUI pun mengeluarkan fatwa bahwa perkawinan tersebut hukumnya haram.

Baca juga:

Dari poin-poin di atas, kita bisa mengambil pelajaran tentang hukum cinta beda agama menurut Islam dana pa yang harus kita pertimbangkan saat kita jatuh cinta pada seseorang, apalagi jika orang tersebut beda agama. Maka, jangan hanya beranggapan bahwa cinta adalah segalanya. Akidah dan iman kepada Allah lah yang harus kita utamakan di atas hal-hal lainnya, termasuk urusan cinta.

fbWhatsappTwitterLinkedIn