Hukum Hantaran Pernikahan dalam Islam

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Ketika acara pernikahan, sebelumnya tentu sudah didahului dengan pertemuan kedua belah keluarga, lamaran, hingga ke acara inti yakni pernikahan itu sendiri, seringkali ditemui hampir di seluruh masyarakat baik itu agama atau budaya apapun selalu ada hantaran dalam pernikahan dari lelaki ke perempuan dan sebaliknya seperti adanya kedudukan mahar dalam hukum islam.

Hal itu diibaratkan sebagai bentuk keseriusan dan bentuk penghargaan. Nah sobat, pada kesempatan kali ini penulis membahas secara khusus mengenai hal tersebut, yakni bolehkah dilakukan dalam islam, apakah pernah terjadi di masa Rasulullah dan bagaimana hukumnya menurut syariat islam, berikut selengkapnya, Hukum Hantaran Pernikahan dalam Islam.

Pernikahan tentu hal mulia ya sobat, hal itu dianjurkan oleh Allah dan Rasulullah seperti pada dalil berikut :

  • Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan suatu ayat (mu’jizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu). [Ar-Ra’du: 38]
  • Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [An-Nuur: 32]
  • Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menikah, maka segeralah menikah, karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. [HR. Bukhari no. 1905, 5065, Muslim no. 1400].

Hantaran Hukumnya tidak Wajib dan Jika Dilakukan Boleh Sesuai Kemampuan (Tidak Memberatkan)

Maskawin atau mahar sesuai hukum menentukan mahar dalam islam adalah sesuatu yang wajib ya sobat, namun tidak dengan hantaran, hantaran ialah berupa hadiah atau sesuatu yang dilebihkan yang bertujuan untuk memberikan kesenangan lebih pada suami atau istri, nah sobat, dalam memberikan hantaran ini diperbolehkan dan tidak dilarang dalam islam, namun jika tidak dilakukan pun, tak apa sebab bukan sebuah kewajiban dan pernikahan tetap sah walaupun tidak ada hantaran, berikut syarat hantaran jika dilakukan :

  • Hantaran tidak wajib, hanya berupa hukum menerima hadiah dalam islam atau tambahan.
  • Hantaran boleh diberikan sesuai kemampuan dan pihak laki laki ataupun perempuan tidak boleh saling memberatkan atau meminta hantaran yang berlebihan.
  • Hantaran diberikan dalam rangka menyenangkan bukan untuk pamer atau sombong.
  • Hantaran diberikan dengan uang yang halal dengan prinsip pengelolaan uang dalam islam dan dengan barang yang halal, dilarang memebrikan hantaran berupa barang haram atau dari berhutang sebab merupakan bentuk paksaan pada diri sendiri.
  • Dengan atau tanpa hantaran, hukum pernikahan tetap sah.
  • Tukar cincin tak perlu dilakukan dan hukumnya haram.

Berikut dalil yang menguatkannya sobat untuk memahaminya secara lebih mendalam :

  • [HR. Muslim no. 2090]

Sudah merupakan tradisi para pemuda dan pemudi kita sekarang ialah melakukan hukum tukar cincin dalam islam dan tukar cincin di saat tunangan mereka, padahal ini jelas-jelas merupakan tasyabuh (latah/menyeruapi) dengan orang-orang kafir, musuh Allah. Bahkan di antara mereka berkeyakinan bahwa akad pernikahan telah terikat dengan cincin tersebut.

Tidak cukup sampai disitu, lebih parah lagi biasanya cincin yang dipakai pelamar laki-laki terbuat dari emas, padahal ini diharamkan berdasarkan dalil-dalil yang banyak sekali, di antaranya hadits Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang laki-laki memakai cincin emas ditangannya, Rasulullah n pun mencabut dan melemparnya (cincinnya) seraya bersabda:

Salah seorang diantara kalian sengaja mengambil bara api, lalu di ameletakkannya ditangannya.” Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling, dikatakan kepada sahabat tersebut: “Ambillah dan manfaatkan cincin tersebut”. Dia menjawab: “Tidak…!!! demi Allah selamanya aku tidak akan mengambilnya karena Rasulullah n telah melemparkannya.”

  • [Al-A’raaf: 31]

Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

  • (Ar-Rasail wa Ajwibah An-Nisa’iyyah: 44)

Syaikh Abdul Aziz Ibnu Abdillah Ibnu Baz rahimahullah : “Termasuk kemungkaran-kemungkaran yang diadakan manusia, ialah menjadikan tempat pajangan pengantin laki-laki dan perempuan, yang biasanya didampingi para dayang pesolek dan bertabarruj. Tidak syak lagi bagi orang yang masih mempunyai fitrah yang suci dan kecemburuan dalam agamanya,

bahwa perbuatan ini temasuk kemungkaran yang amat besar kerusakkannya, karena kaum pria dengan bebas dapat melihat para wanita pesolek itu. Sungguh semua ini dapat menghantarkan jalan keburukkan, maka wajib bagi setiap muslim agar mewaspadainya dan berusaha menutup celah-celah kesesatan yang dapat menjaga para wanita dari segala hal yang bertentangan dengan syari’at yang mulia.”

  • Wanita Tak Perlu Berlebihan Seperti Memakai Parfum Ketika Hantaran

Di antara kemungkaran pesta pernikahan adalah keluarnya kaum wanita dengan memakai parfum (minyak wangi), padahal mereka berpapasan atau melewati kaum lelaki, tidak syak lagi ini merupakan keharaman, berdasarkan hadits Abu Musa Al-Ats’ary Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Wanita mana yang yang memakai parfum lalu melewati kaum lelaki agar dicium baunya maka dia adalah pezina. [HR. Tirmidzi No. 2786, Abu Daud No. 4173, Nasa’i no. 5141, dengan sanad hasan, lihat “Al-Misykah” no. 1065].

Hak Milik Barang Hantaran yang Diberikan Jika Pernikahan Batal

Dalam kebiasaan di masyarakat Mesir, barang hantaran adalah termasuk dalam mahar, karena masyarakat menyepakati adanya hantaran tersebut menjelang resepsi pernikahan. Jadi, barang hantaran atau tradisi hantaran ternyata tidak hanya ada di Indonesia saja, namun juga di luar negeri. Oleh karena itu, barang hantaran keluar dari status sebagai hadiah biasa dan menjadi pemberian khusus yang wajib diberikan dalam pernikahan yang disebut dengan mahar.

  • Dalam syariat Islam ditegaskan bahwa ‘urf (kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan ajaran agama dapat menjadi dalil syarak yang diakui. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf.” (Al-A’râf [7]: 199).
  • Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a., dia berkata, “Apa yang dianggap oleh kaum muslimin sebagai suatu kebaikan, maka hal itu adalah baik menurut Allah SWT. Dan apa yang dianggap oleh kaum muslimin suatu kejelekan, maka hal itu adalah jelek menurut Allah SWT.” (HR. Ahmad dan ath-Thayalisi).

Jadi barang hantaran merupakan bagian dari mahar yakni dianggap sebagai sesuatu yang penting dan disertakan dalam pernikahan. Di sisi lain, status perempuan itu pun belum menjadi istri laki-laki tersebut sehingga dia tidak berhak mendapatkan mahar apapun. Seorang perempuan menjadi berhak mendapatkan setengah mahar dengan berlangsungnya akad nikah, dan dia berhak mendapatkan seluruh mahar jika ia telah digauli oleh suaminya.

Dengan demikian, barang hantaran yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan adalah milik pihak laki-laki, jika salah satu atau kedua belah pihak membatalkan akad pertunangan itu. Pihak perempuan tidak berhak sedikit pun atas barang hantaran tersebut. Hukum ini berlaku tanpa melihat pihak siapa yang membatalkan pertunangan itu, apakah pihak laki-laki atau pihak perempuan.

Adapun hadiah-hadiah lainnya, maka ia disamakan dengan hibah. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Negara Mesir nomor 1 tahun 2000 yang merujuk pada pendapat madzhab Hanafi, dinyatakan bahwa: “Hibah boleh diambil kembali jika bentuk dan spesifikasinya masih utuh.”

Maskwin adalah Wajib, dan Hantaran Bukanlah Kewajiban (Hanya Sebagai Hadiah)

  • Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al-Utsaimin berkata:

Mahar yang disyari’atkan adalah mahar yang sedikit, bahkan lebih sedikit itu lebih utama, hal tersebut untuk mencontoh Nabi n yang mulia dan untuk mendapatkan barakah pernikahan, sebab pernikahan yang paling berbarakah ialah yang paling ringan maharnya.

  • Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya no. 1425;

Bahwa seorang sahabat pernah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku hendak menikahi seorang wanita, maka Nabipun bertanya, berapkah maharnya?” Dia menjawab empat uqiyah (160 dirham), Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda empat uqiyah? Seakan-akan kalian memahat perak dari gunung!

(Imam Nawawi berkata dalam “Syarh Shahih Muslim 9/553”: “Maka sabda beliau ini adalah membenci dari mempermahal mahar pada sang suami.”) kami tidak dapat memberimu apa-apa, tetapi mudah-mudahan kami dapat memberikannya di lain waktu.”

  • Umar Ibnu Khathab Radhiyallahu ‘anhu juga pernah mengatakan:

Janganlah kalian memahalkan mahar, seandainya hal itu dapat memuliakan kalian di dunia dan akhirat, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan orang yang paling berhak melakukannya. Sesungguhnya tidaklah beliau memberi mahar kepada para isterinya dan tidak pula seorang dari putrinya diberi mahar lebih dari 12 uqiyah.” [Hadits Shahih, lihat “Irwaul Ghalil” no. 1927].

Demikian yang dapat disampaikan penulis, semoga menjadi wawasan islami yang bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya ya sobat, terima kasih.

fbWhatsappTwitterLinkedIn