Hukum Mengajukan Syarat Sebelum Menikah Dalam Islam dan Dalilnya

√ Islamic Base Pass quality & checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Menikah merupakan suatu anjuran dalam agama Islam, bahkan Allah telah memerintahkan lewat ayat-ayatNya. Tujuan pernikahan dalam Islam adalah membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةًۭ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

‘Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.” [QS. An Nahl (16):72].

Dalam menjalankan pernikahan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Misalnya saja, mengenai rukun nikah dalam Islam dan syarat pernikahan dalam Islam agar hukum pernikahan menjadi sah. Namun ada pula pernikahan yang terjadi dengan pengajuan syarat terlebih dahulu oleh si calon istri. Apakah sah suatu pernikahan yang diajukan syarat terlebih dahulu oleh calon istri kepada calon suami?

Baca juga:

Pada dasarnya, mengajukan syarat kepada calon suami sebelum menikah diperbolehkan. Namun perlu diketahui, syarat yang diajukan haruslah syarat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Misalnya saja seorang istri meminta ketentuan mahar pernikahan dalam Islam. Mahar adalah suatu bentuk penghormatan seorang laki-laki kepada seorang wanita yang akan menjadi istrinya. Rasul juga telah menjelaskan mengenai perkara mahar.

Dari Aisyah bahwa Rasulullah pernah bersabda “Sesungguhnya pernikahan yang paling berkah adalah pernikahan yang bermahar sediki. ” (mukhtashar sunan Abu Daud)

Dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda berkah perempuan adalah mudah dilamar, murah maharnya, dan murah rahimnya.” (HR. Ahmad)

Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW menikahi Aisyah dengan mahar alat-alat rumah tangga yang bernilai lima puluh dirham (HR Ibnu Majah)

Rasulullah SAW pernah menikahkan anak-anak perempuannya dengan mahar yang murah. Sebagian sahabat menikah dengan emas yang beratnya tidak seberapa dan sebagian lain menikah dengan mahar cincin dari besi.

Rasulullah mengawinkan Fatimah dengan Ali dengan baju perang. Beliau juga pernah menikahkan seorang laki-laki dengan mahar mengajarkan 20 ayat Al Quran kepada calon istrinya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوَفَّى مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ

“Sesungguhnya persyaratan yang paling layak untuk dipenuhi adalah persyaratan yang diajukan untuk melanjutkan pernikahan.” (HR. Bukhari 2721, Muslim 1418, dan yang lainnya).

Ibnu Qudamah mengatakan:

أَنَّ الشُّرُوطَ فِي النِّكَاحِ تَنْقَسِمُ أَقْسَامًا ثَلَاثَةً، أَحَدُهَا مَا يَلْزَمُ الْوَفَاءُ بِهِ، وَهُوَ مَا يَعُودُ إلَيْهَا نَفْعُهُ وَفَائِدَتُهُ، مِثْلُ أَنْ يَشْتَرِطَ لَهَا أَنْ لَا يُخْرِجَهَا مِنْ دَارِهَا أَوْ بَلَدِهَا أَوْ لَا يُسَافِرَ بِهَا، أَوْ لَا يَتَزَوَّجَ عَلَيْهَا، وَلَا يَتَسَرَّى عَلَيْهَا، فَهَذَا يَلْزَمُهُ الْوَفَاءُ لَهَا بِهِ، فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلَهَا فَسْخُ النِّكَاحِ، يُرْوَى هَذَا عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – وَسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَمُعَاوِيَةَ وَعَمْرِو بْنِ الْعَاصِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ –

“Syarat yang diajukan dalam nikah, terbagi menjadi tiga: Pertama, syarat yang wajib dipenuhi. Itulah syarat yang manfaat dan faidahnya kembali kepada pihak wanita. Misalnya, syarat agar si wanita tidak diajak pindah dari rumahnnya atau daerahnya, atau tidak diajak pergi safar, atau tidak poligami selama istri masih hidup, atau tidak menggauli budak.

Wajib bagi pihak suami untuk memenuhi semua persyaratan yang diajukan ini. Jika suami tidak memenuhinya maka istri punya hak untuk melakukan fasakh. Pendapat ini diriwayatkan dari Umar bin Khatab, Sa’d bin Abi Waqqash, Muawiyah, dan Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhum.” (al-Mughni, 7:93).

Baca juga:

Al-Buhuti mengatakan:

الشروط في النكاح أي ما يشترطه أحد الزوجين في العقد على الآخر مما له فيه غرض ( ومحل المعتبر منها ) أي من الشروط ( صلب العقد ) كأن يقول : زوجتك بنتي فلانة بشرط كذا ونحوه ويقبل الزوج على ذلك ( وكذا لو اتفقا ) أي الزوجان ( عليه ) أي الشرط ( قبله ) أي العقد

“Syarat dalam nikah adalah syarat karena tujuan tertentu yang diajukan salah satu pihak, calon suami atau istri kepada yang lain ketika akad. Waktu yang ternilai untuk pengajuan syarat itu adalah ketika akad. Misalnya, pihak wali mengatakan: “Saya nikahkan Anda dengan putriku fulanah dengan syarat berikut.” Kemudian pihak suami menerimanya. Demikian pula ketika kedua calon membuat kesepakatan syarat tertentu sebelum akad nikah.” (Kassyaful Qana’, 5:91).

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:

واعلم أن الشروط في النكاح يعتبر أن تكون مقارنة للعقد ، أو سابقة عليه ، لا لاحقة به

“Ketahuilah bahwa persyaratan yang diajukan dalam nikah hanya ternilai ketika bersamaan dengan akad nikah atau sebelum akad nikah. Bukan menyusul (setelah) akad nikah.” (Asy-Syarhul Mumthi’, 12:163).

Baca juga:

Namun jika seseorang memberikan syarat pernikahan yang bertentangan dengan syariat Islam, maka tidak diperbolehkan. Misalnya saja seperti tidak boleh menggauli istri , maka syarat seperti ini tidak boleh digunakan. Islam melarang untuk mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Allah berfirman:

قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَاماً وَحَلاَلاً قُلْ آللّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللّهِ تَفْتَرُونَ، وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَشْكُرُونَ

“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.’ Katakanlah: ‘Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan (kedustaan) terhadap Allah?’ Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS. Yūnus [10]: 59-60)

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung.” (QS. An-Nahl [16]: 116)

Begitu pula dengan syarat yang memberatkan seseorang untuk menikah, maka hukumnya adalah berdosa karena menghambat atau menghalangi jalan pernikahan. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda yang diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallaahu anhu ,

خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهُ.

“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan redaksi “Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah”. Dan oleh Imam Muslim dengan lafazh yang serupa dan di sahihkan oleh Imam Hakim dengan lafaz tersebut di atas..”

fbWhatsappTwitterLinkedIn