Keutamaan masjid dalam islam tentu sebuah tempat ibadah yang semua umat muslim mengetahuinya ya sobat, yakni untuk menjalankan beragam acara ibadah atau acara lain yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan, misalnya, ceramah agama dsb. Salah satu yang juga sering ditemui ialah dilakukannya pernikahan di dalam masjid,
baik itu hanya ketika akad saja atau hingga menjalankan perjamuan atau pestanya dan disertai dengan hukum berfoto di masjid, terlebih di jaman sekarang ini majsid sudah dibangun dengan bangunan yang megah dan indah. Nah sobat, bagaimana islam memandang hal tersebut? bolehkah masjid yang sejatinya
digunakan untuk beribadah menjadi tempat perjamuan atau berhubungan dengan hukum makan di dalam masjid apalagi perjamuan untuk pernikahan dalam islam banyak mencampur baurkan antara laki laki dan wanita. Untuk memahaminya lebih jelas, yuk simak selengkapnya dalam artikel kali ini, Hukum Nikah di Masjid.
Akad Nikah di Masjid
Mayoritas ahli ilmu berpendapat, bahwa akad nikah di masjid itu sunnah sebagaimana keutamaan membangun masjid dalam islam, berdasarkan hadits yang mereka gunakan sebagai dalil dan adanya manfaat dengan dilakukan di masjid.
Mayoritas ulama menganjurkan akad nikah dilakukan di masjid agar mendapatkan barakah, dan diketahui masyarakat.
“Umumkanlah pernikahan, dan lakukanlah di masjid, serta (ramaikan) dengan memukul duf (rebana).” Hadits diriwayatkan Tirmizi, 1089
Oleh karena itu, yang lebih layak dikatakan adalah bahwa pelaksanaan akad nikah di masjid asalnya adalah boleh asal tidak disertai dengan melakukan transaksi jual beli di masjid, apalagi jika hal tersebut kadang kadang saja dilakukan, atau lebih besar kemungkinan terhindar dari kemunkaran dibandingan jika diadakan akad di tempat lain. Namun jika setiap akad terus menerus dilakukan, atau diyakini bahwa hal tersebut mempunyai keutamaan khusus, maka
hal ini termasuk bid’ah. Selayaknya untuk mengingatkan hal ini dan melarang orang melakukannya dari sisi ini. Kalau pada acara tersebut akan terjadi ikhtilat (campur bawur) antara laki-laki dan wanita, atau terjadi penggunaan musik, maka akad di masjid menjadi lebih diharamkan lagi daripada di luar, karena hal itu melanggar kesucian rumah Allah.
Dalil disyariatkannya akad nikah di masjid, landasannya adalah hadits seorang wanita yang menawarkan dirinya untuk dinikahi Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, kemudian beliau menikahkannya dengan salah seorang shahabatnya di masjid. Namun tidak ada riwayat bahwa beliau mengulanginya lagi setelah itu.
Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya: “Saya mengharap kepada yang mulia untuk menjelaskan hukum agama orang yang mengadakan akad nikah di dalam masjid. Perlu diketahui bahwa dalam akad tersebut akan dijaga aturan-aturan Islam, seperti tidak ada ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan wanita atau diiringin dengan musik.
Mereka juga ditanya: ”Apakah melangsungkan akad nikah di masjid terus menerus termasuk sunnah yang dianjurkan atau termasuk bid’ah? Mereka menjawab, urusan melangsungkan akad nikah di masjid atau lainnya adalah perkara luas dari sisi agama. Dan sepengetahuan kami, tidak ada ketetapan dalil yang menunjukkan bahwa pelaksanaan di masjid secara khusus itu adalah sunnah. Maka, terus menerus melangsungkan (akad nikah) di masjid adalah bid’ah.
Dan mereka (juga) mengatakan: “Bukan merupakan hal yang disunnahkan melangsungkan akad nikah di masjid, dan terus menerus mengadakan akad nikah dalam masjid dan keyakinan bahwa hal itu sunnah adalah salah satu bentuk bid’ah. Sebagaimana telah ada ketetapan
dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami, yang tidak ada (ajarannya) maka ia tertolak.” Kalau sekiranya menghadiri akad nikah adalah para wanita yang bersolek dan anak anak yang (membuat) gaduh di masjid, maka pelaksanaan akad nikah di masjid dilarang, karena adanya keburukan.
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Saya belum mengetahui asal anjuran pelaksanaan akad nikah di Masjid. Tidak ada dalil dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Akan tetapi kalau kebetulan pihak laki-laki dan wali berada di masjid, lalu diadakan akad, maka hal itu tidak mengapa, karena hal ini bukan jenis jual beli. Telah diketahui bahwa jual beli dalam masjid diharamkan. Akan tetapi akad nikah bukan (jenis) jual beli.
Maka kalau diadakan di masjid tidaklah mengapa. Akan tetapi menganjurkan hal itu hingga mengatakan, keluarlah kalian dari rumah menuju masjid, atau mereka saling sepakat melangsungkan akad (nikah) di masjid untuk, hal ini membutuhkan dalil, dan saya belum mengetahui dalil hal itu.” (Liqa Bab Al-Maftuh, 167/ soal no. 12)
Pesta Pernikahan di Masjid
Secara hukum islam, hukum nikah di masjid baik akad atau pesta pernikahan boleh dilakukan dengan syarat sebagai berikut :
seperti menyewakan aula untuk resepsi pernikahan hukumnya boleh sepanjang ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan tetap menjaga kehormatan masjid, ” Sekretaris Komisi Fatwa MUI
senantiasa menjaga kehormatan masjid, tidak mengganggu pelaksanaan ibadah, memanfaatkan bagian dari area masjid untuk kepentingan ekonomis, seperti menyewakan aula untuk resepsi pernikahan hukumnya boleh sepanjang ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan tetap menjaga kehormatan masjid.
Dalam sidang fatwa yang digelar hari ini juga disampaikan bahwa menjadikan bangunan masjid bertingkat di mana bagian atas dimaksudkan untuk ibadah, sedangkan bagian bawah dimaksudkan untuk disewakan diperbolehkan, asalkan bagian masjid yang disewakan bukan secara khusus untuk ibadah dan bagian masjid yang dimaksudkan secara khusus untuk ibadah telah memadai.
Tidak mengganggu pelaksanaan ibadah di dalam masjid, tidak bertentangan dengan kemuliaan masjid, antara lain dengan menutup aurat. Selain itu juga, penyewaannya dimanfaatkan untuk keperluan yang sesuai syar’i serta hasil sewanya digunakan untuk kemaslahatan
umat. MUI juga menyampaikan keputusan soal penggantian tanah wakaf. Hal itu diperbolehkan asal memenuhi syarat secara syar’i. Benda wakaf boleh diambil manfaatnya dengan memberdayakan secara ekonomi, dan tetap wajib dijaga keamanan dan keutuhan fisiknya.
Dengan penyediaan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan ibadah dan mu’amalah masyarakat,”
Hal Hal yang Dilarang dalam Hukum Nikah di Masjid
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara ke-maluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” [An-Nuur : 30]
“Sungguh, akan ada di antara ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik.”
“Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.
“Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar.”
Membuat panggung-panggung hiburan seperti dangdut, wayang, ketoprak, gambus, marawis, dan sejenisnya yang tidak selayaknya dilakukan oleh kaum muslimin, karena termasuk perbuatan menyia-nyiakan waktu dan hartanya untuk perbuatan maksiat. Contoh pelanggaran berikutnya yaitu menggelar pesta joget muda-mudi yang jelas merusak generasi muda Islam.
“Dari Anas radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau melarang sese-orang minum sambil berdiri.” Qatadah berkata, “Kami bertanya kepada Anas radhiyallaahu ‘anhu, ‘Bagaimana dengan makan sambil berdiri?’ Maka ia menjawab, ‘Itu lebih jelek atau lebih buruk lagi!’”
“Apabila seseorang dari kalian makan, makanlah dengan tangan kanannya. Dan apabila ia minum, maka minumlah dengan tangan kanannya. Karena sesungguhnya syaitan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya.”
Hal hal yang dilarang lainnya adalah membaca syahadat bagi seorang muslim ketika ijab qabul pernikahan, atau pembacaan “shighat ta’liq” yaitu ta’liq talak (menggantungkan talak) oleh pengantin pria seusai akad nikah, atau membaca surat al-Fatihah ketika akad nikah, ratiban, atau melakukan kawin lari. Semua perbuatan ini tidak ada contoh dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pernah dilakukan oleh para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan islami yang bermanfaat, jangan lupa melakukan segala urusan sesuai dengan syariat islam ya sobat, agar setiap urusan yang dilakukan berkah dan menjadi jalan ibadah. Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.
Aceh dikenal sebagai daerah yang mendapat julukan "Serambi Mekkah" karena penduduknya mayoritas beragama Islam dan…
Sejarah masuknya Islam ke Myanmar cukup kompleks dan menarik, dengan beberapa teori dan periode penting:…
Islam masuk ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-7 Masehi, menandai era baru yang gemilang di…
sejarah masuknya Islam di Afrika memiliki cerita yang menarik. Islam masuk ke Afrika dalam beberapa…
Masuknya Islam ke Nusantara merupakan proses yang berlangsung selama beberapa abad melalui berbagai saluran, termasuk…
Masuknya Islam ke Pulau Jawa adalah proses yang kompleks dan berlangsung selama beberapa abad. Islam…