Menikah merupakan suatu sunnah bagi umat muslim. Saat menentukan untuk menikah, banyak sekai pertimbangan untuk mendapatkan keputusan terbaik. Banyak sekali manfaat menikah dalam islam, salah satunya menjaga kesucian dan fitnah. Namun bagaimana bila seseorang menikah karena terpaksa baik dari kondisi internal mapun eksternal?
Pada dasarnya menikah adalah syariat islam yang sangat disarankan oleh Rasulullah SWT. Banyak sekali alasan mengapa menikah dianjurkan salah satunya menghindari kedua pihak wanita dan pria berzina dan maraknya fitnah tidak berdasar. Salah satu kriteria menikah pada pasangan adalah ialah harus mampu secara keuangan atau yang terpenting ialah mempunyai sifat ba’ah. Rasulullah SAW bersaba,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Artinya: “Wahai pemuda dari mereka yang telah memiliki ba’ah, maka menikahlah. Karena tersebut lebih baik menundukkan dari pandangan serta dari kemaluan. Tetapi barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah sebab puasa ialah pengekang syahwatnya.” (HR. Bukhari no 5065)
Pada kasus ini, menikah secara paksa tentu penuh perdebatan. Banyak sekali alasan adanya hal ini, bisa jadi karena perjodohan atau mungkin kejadian lain. Hukum nikah paksa dalam Islam adalah haram. Hal ini dikarenakan kedua pihak bisa saja hanya mencintai secara sepihak atau bahkan tidak saling mencintai.
Rasulullah SAW bersabda saat mengingatkan tugas seorang wali kepada putrinya yang hendak menikah sebagai berikut,
ا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ أَنْ تَسْكُتَ
Artinya: “Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Dengan ia diam.” (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 1419)
Para ulama sepakat bahwa hadits ini berlaku untuk para wanita dan wali. Selain itu juga dijelaskan sebagai berikut,
باب لا يُنكح الأبُ وغيره البكرَ والثَّيِّبَ ، إلا برضاهما
Artinya: “Ayah maupun wali lainnya tidak boleh menikahkan seorang gadis maupun janda, kecuali dengan persetujuan mereka” (HR. Bukhari, bab ke-41)
Setiap orangtua yang berusaha menikahkan atau menjodohkan putrinya kepada laki-laki yang tidak ia cintai, tentu ini menjadi perbuatan yang dzalim. Memang ada beberapa yang dapat saling mencintai dari perjodohan. Namun secara umum, tidak ada pernah wanita merasa bahagia apabila menikah dengan seseorang yang tidak dicintainya.
Ketika pernikahan dari perjodohan ini terjadi maka ada dua status akad pernikahannya, yaitu:
- Status pernikahan dianggap sah apabila mempelai wanita ikhlas dan rela atas pernikahan tersebut
- Status pernikahan dianggap batal apabila mempelai wanita tidak rela.
Hal ini dijelaskan pada percakapan wanita kepada Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa wanita tersebut dipaksa menikah oleh ayahnya. Rasulullah telah mengatakan untuk menyerahkan segala keputusan kepada wanita tersebut. Kemudian wanita tersebut mengatakan,
قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي ، وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ إِلَى الْآبَاءِ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ
Artinya: “Saya telah merelakan apa yang ayah saya lakukan, tetapi saya ingin mengajar wanita mengetahui bahwa ayah sama sekali tidak punya weweang memaksa putrinya menikah.” (HR. Ibn Majah 1874)
Apabila kedua pasangan akan berpisah, perpisahan harus dilakukan mengucapkan talak yang dilontarkan suami atau istri dan menggugat ke Pengadilan agar ada fasakh. Hal ini dijelaskan, إذا لم
ترض بهذا الزواج ، فترفع أمرها إلى المحكمة ، لتثبيت العقد أو فسخه
Artinya: “Jika dia tidak rela atas pernikahan ini, dia bisa membawa masalahnya ke pengadilan untuk ditetapkan akadnya atau ataukah difasakh.” (Fatwa Lajnah, 18/126)